Liputan6.com, Jakarta Perjanjian Aqabah atau yang juga dikenal dengan istilah Baiat Aqabah merupakan sebuah perjanjian yang dilakukan Rasulullah SAW dengan penduduk Yatsrib (sekarang disebut Madinah). Disebut Perjanjian Aqabah atau Baiat Aqabah karena perjanjian tersebut dilakukan di sebuah tempat yang bernama Aqabah.
Perjanjian Aqabah merupakan sebuah peristiwa di mana kelompok penduduk Yatsrib menerima agama Islam di hadapan Rasulullah SAW secara langsung. Perjanjian Aqabah sendiri terjadi dua kali, di mana Perjanjian Aqabah 1 terjadi pada tahun 12 H dan selanjutnya perjanjian kedua dilangsungkan pada tahun 13H.
Advertisement
Perjanjian Aqabah 1 dan Perjanjian Aqabah 2 menghasilkan kesepakatan yang intinya menyatakan untuk setia kepada Nabi Muhammad SAW, memeluk agama Islam, serta bersedia untuk terlibat dalam upaya dakwah.
Advertisement
Berikut penjelasan selengkapnya mengenai Perjanjian Aqabah atau Baiat Aqabah seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (20/6/2023).
Latar Belakang Perjanjian Aqabah
Perjanjian Aqabah dilatarbelakangi oleh kesadaran suku Aus dan Khazraj akan pentingnya persatuan antara kedua suku tersebut. Mereka menyadari bahwa konflik di antara mereka dapat memungkinkan kaum Yahudi mengambil keuntungan dan memperoleh kekuasaan di Yatsrib.
Untuk mencegah hal tersebut, suku Aus dan Khazraj memutuskan untuk memilih pemimpin dari suku Khazraj sebagai raja atau pemimpin bagi kedua suku tersebut. Dengan bersatunya kedua suku, beberapa perkembangan pun terjadi, termasuk di antaranya adalah perjalanan beberapa anggota suku Khazraj ke Mekkah selama musim haji.
Selanjutnya, rombongan yang terdiri dari enam orang ini bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di bukit Aqabah. Bukit Aqabah sendiri letaknya yang tidak terlalu jauh dari kota Mekah. Pada pertemuan ini, anggota suku Khazraj berdiskusi dengan Nabi Muhammad tentang Tuhan dan kepercayaan mereka.
Pada kesempatan itu, Nabi Muhammad mengajak mereka untuk memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah SWT. Setelah pertemuan tersebut, kafilah pertama dari Yatsrib kembali ke kampung halaman mereka. Kepulangan keenam orang tersebut membawa penyebaran agama Islam semakin meluas di Yatsrib.
Advertisement
Perjanjian Aqabah 1
Perjanjian Aqabah 1 merupakan kesepakatan antara Nabi Muhammad SAW dan 12 orang dari Yatsrib (sekarang dikenal sebagai Madinah). Dua belas orang dari Yastrib tersebut di antaranya adalah ‘Abbas bin ‘Ubadah bin Nadhlah, As’ad bin Zurarah, Auf bin al-Harits, Dhakwan bin Abd al-Qays, Mu'adh ibn al-Harith, Qutba bin Amir bin Hadida, Rafi’ bin Malik, Ubada bin al-Samit Uqba bin Amir, Yazid bin Tha’laba, Abu l-Haytham bin Tayyihan, danUwaym bin Sa’ida.
Mereka secara rahasia bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di Aqabah dan menyatakan keinginan mereka untuk memeluk Islam. Mereka juga mengundang Nabi untuk datang ke Yastrib dengan tujuan menyelamatkan kota mereka dari konflik dan pertumpahan darah yang telah berlangsung selama 40 tahun.
Rasulullah kemudian menyampaikan prinsip-prinsip dasar agama Islam kepada mereka dan mengajak mereka untuk melakukan bai'at, sebagai tanda mengokohkan keimanan mereka. Bai'at tersebut dilakukan dengan saling berpegangan tangan erat-erat, dengan tangan Nabi berada di atas tangan mereka.
Menurut riwayat dari Ubadah bin al-Samit, salah satu peserta bai'at, mereka mengucapkan komitmen sebagai berikut:
"Kami berbaiat dengan Rasulullah pada malam Aqabah yang pertama: bahwa kami tidak akan menyekutukan Allah dengan apapun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, tidak akan menyebarkan berita palsu di antara sesama kami, dan tidak akan durhaka kepada Rasul dalam perkara yang benar."
Isi Perjanjian Aqabah 1
Dengan demikian, Perjanjian Aqabah 1 merupakan kesepakatan penting yang meneguhkan komitmen para peserta untuk mematuhi prinsip-prinsip Islam dan menjaga persatuan serta keharmonisan di Yastrib (Madinah). Adapun isi Perjanjian Aqabah 1 antara lain adalah sebagai berikut:
- Hanya menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukanNya
- Tidak melakukan perilaku zina dan mencuri
- Tidak membunuh anak
- Tidak berkata bohong atau melakukan fitnah
- Melaksanakan segala ajakan Nabi Muhammad untuk melakukan segala perbuatan kebaikan dan kedamaian
Akibat dari hasil Perjanjian Aqabah 1, para penduduk kelompok yang terdiri dari 12 orang tersebut harus terlibat dalam menyebarkan agama Islam kepada para penduduk Yastrib. Kemudian penduduk Yatsrib yang telah memeluk Islam harus tetap teguh memegang agama Allah.
Sementara itu, Rasulullah SAW juga berjanji untuk melindungi mereka. Mereka juga berjanji akan menjamin keamanan Nabi Muhammad dengan fakta bahwa mereka adalah ahli senjata dan ahli perang.
Advertisement
Perjanjian Aqabah 2
Perjanjian Aqabah 2 adalah perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dan 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib pada waktu tengah malam. Wanita itu adalah Nusaibah binti Ka'ab dan Asma’ binti ‘Amr bin ‘Adiy.
Baiat ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush'ab bin Umair kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.
Mereka menjumpai Rasulullah di Aqabah pada suatu malam. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam datang bersama pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthalib. Ketika itu Al ‘Abbas ingin meminta jaminan keamanan bagi Nabi Muhammad SAW, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Rasulullah yang membacakan beberapa ayat Al Qur'an dan menyerukan tentang Islam.
Kemudian Nabi Muhammad SAW berbaiat dengan orang-orang Yatsrib itu. Adapun isi baiatnya adalah sebagai berikut:
- Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci.
- Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
- Untuk beramar ma'ruf nahi munkar.
- Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
- Agar mereka melindungi Nabi Muhammad SAW sebagaimana mereka melindungi wanita-wanita dan anak-anak mereka sendiri.
Kabar tentang Perjanjian Aqabah 2 ini pun terdengar hingga ke telinga kaum kafir Quraisy. Hingga pada akhirnya peristiwa inilah yang melatarbelakangi hijrahnya kaum muslim dari Mekah ke Madinah, karena di kota Mekkah mereka tidak dapat hidup tenang dan bebas dari gangguan, ancaman dan penyiksaan dari orang-orang kafir Quraisy.
Ada beberapa faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw memilih Yatsrib sebagai tempat tujuan hijrah umat Islam. Faktor-faktornya antara lain:
- Yatsrib adalah tempat yang paling dekat.
- Sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mempunyai hubungan baik dengan penduduk kota tersebut. Hubungan itu berupa ikatan persaudaraan karena kakek Nabi, Abdul Muthalib beristerikan orang Yatsrib. Di samping itu, ayahnya dimakamkan di sana.
- Penduduk Yatsrib sudah dikenal Nabi karena kelembutan budi pekerti dan sifat-sifatnya yang baik.
- Bagi diri Nabi sendiri, hijrah merupakan keharusan selain karena perintah Allah swt.