Liputan6.com, Cilacap - Anjuran untuk melakukan hal mulia yang berkaitan dengan harta benda seperti sedekah itu tidak harus menunggu kaya terlebih dahulu.
Saat kita miskin, anjuran sedekah itu tetap berlaku dan berdasarkan riwayat, sedekah di saat susah atau miskin itu jauh lebih utama dibandingkan sedekah saat kita telah menjadi orang kaya.
Advertisement
Demikian halnya sebagaimana disampaikan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) yang menganjurkan sering sedekah saat saat miskin.
Advertisement
Baca Juga
"Mumpung kamu miskin itu sering sedekah karena kalau sudah kaya itu tidak bisa,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @@agusmujib_, Jumat (24/01/2025).
Simak Video Pilihan Ini:
Saat Miskin Sedekah Ringan Kalau Sudah Kaya Berat
Gus Baha menambahkan bahwa saat masih miskin sedekah itu terasa ringan. Semisal kita memiliki uang Rp100 ribu disedekahkan 50 persennya yakni Rp50 ribu tentu tidak akan terasa berat.
Namun saat telah kaya misalnya kita memiliki sapi 2 ekor seharga Rp100 juta, disedekahkan satu ekor tentu kita akan merasa keberatan.
“Saya memberi analogi begini, kalau saya masih santri miskin punya uang Rp.100.000 diminta guru saya Rp.50.000 guru saya kasihkan, padahal itu 50 persen,” paparnya.
“Punya dua kambing kurus, diminta guru saya satu pasti saya kasihkan, padahal itu 50 persen,” sambungnya.
“Tapi kalau punya sapi brahman atau sapi limusin yang harganya itu Rp100 juta, punya dua diminta satu boleh tidak?," ujarnya.
“Tidak boleh,” jawab para jemaah.
Advertisement
Keutamaan Sedekah di Saat Miskin
Mengutip rumahzakat.org, dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al Khots’ami,bahwa Nabi Saw. pernah ditanya sedekah mana yang paling utama. Rasulullah Saw menjawab, “Sedekah dari orang yang serbakekurangan.” (H.R. An Nasa’i no. 2526. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa haditsini sahih).
Seperti yang dilansir dari laman rumaysho.com, hadits diatas ada beberapa tafsiran. Ada ulama yang mengatakan maksudnya adalahkeutamaan sedekah saat susah. Ada yang mengatakan bahwa sedekah tersebut dilakukan dalam keadaan hati yang senantiasa “ghina” yaitu penuh kecukupan. Ada juga yang mengatakan maksudnyaadalah bersedekah dalam keadaan miskin dan sabar dengan kelaparan. (Lihat‘Aunul Ma’bud, 4: 227).
Dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah, Nabi Saw.bersabda, “Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham.“ Lalu ada yangbertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” (H.R. An Nasa’i no. 2527dan Imam Ahmad 2: 379. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Sedekah yang paling utama adalah sedekah ketika orang penuh kekurangan, itulah yang dapat dipahami dari hadits di atas. Padahal hadits yangberbunyi, “Sebaik-baik sedekah adalah dari orang yang banyak harta.” (H.R.Bukhari no. 1426 dan Muslim no. 1034).
Penulis ‘Aunul Ma’bud mengatakan bahwa yang dimaksud hadits di atas adalah sebaik-baik sedekah dilihat dari keadaan setiap orang. Kuatnya ia bertawakal dan lemahnya keyakinan. Adapula yang memaksudkah bahwa yang dimaksud adalah sedekah dari orang yang hatinya senantiasa merasa cukup. Dimaknakan demikian supaya tidak bertentangan dengan hadits sebelumnya.
Jadi intinya, sedekah itu dilihat dari keluasan rezekisetelah mengeluarkan nafkah yang wajib pada keluarga. Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu apa yangmereka nafkahkan. Katakanlah, ”Yang lebih dari keperluan.” (Q.S. Al-Baqarah:219). Al ‘afwu dalam ayat di atas bermakna sedekah itu di luar kebutuhanpokok (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 2: 145).
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul