Liputan6.com, Jakarta Kitab Ar Risalah merupakan salah satu kitab karya dari Imam Syafi’i dan banyak dijadikan rujukan oleh umat Muslim. Meski begitu, masih ada sebagian umat Muslim yang tidak mengetahui terkait kitab Ar Risalah.
Baca Juga
Advertisement
Kitab Ar-Risalah merupakan kitab yang dikarang dua kali dalam masa persinggahan yang berbeda. Kitab ini banyak digunakan sebagai rujukan utama ilmu ushul fikih. Ilmu ushul fikih adalah pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara menyeluruh dan tata cara memperoleh kesimpulan hukum darinya serta tentang kondisi yang mengambil kesimpulannya.
Kitab Ar Risalah ini merangkum gambaran metodologi Imam Syafi'i dalam mencari dan menggali hukum-hukum Islam. Tak salah jika kitab ini banyak digunakan rujukan bagi mahasiswa, akademis, pemerhati hukum Islam dan siapapun umat muslim sebagai penuntut ilmu.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai kitab Ar Risalah karangan Imam Syafi’i yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (3/8/2023).
Kitab Ar Risalah
Kitab Ar Risalah merupakan salah satu karya dari Imam Syafi’i. Kitab ini merupakan kitab yang pertama tentang ushul fikih, berisi teori jurisprudensi dalam menentukan hukum fikih. Kitab Ar-Risalah ditulis dengan cukup tebal sampai sekitar 700 halaman. Di sana ada kaidah-kaidah cara menganalisis Al-Qur'an dan hadits. Kitab Ar-Risalah juga membentuk sudut pandang yang jernih terhadap sebuah masalah fiqih.
Menurut beberapa sumber, kitab Ar Risalah adalah fase awal perkembangan ilmu ushul fiqih sebagai suatu disilpin ilmu, yang menjadikan kitab ini sebagai rujukan utama bagi kalangan ahli usul fiqih pada masa sesudahnya dan pada masa sekarang di dalam menyusun karya-karya mereka.
Buku kitab Ar-Risalah ini merangkum gambaran metodologi Imam Syafi'i dalam mencari dan menggali hukum-hukum Islam. Sangat cocok untuk menjadi rujukan bagi mahasiswa, akademis, pemerhati hukum Islam dan siapapun umat muslim sebagai penuntut ilmu.
Di dalam kitab ini, Imam Syafi’i menuliskan tentang Al-Qur'an dan penjelasannya. Kitab ini juga membahas tentang As-Sunnah berikut kedudukannya di sisi Al-Qur'an. Imam Asy-Syafi'i mengemukaakan bahwa banyak dalil mengenai keharusan berargumentasi berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sebagai penulis, Imam Syafi’i menulis Ar-Risalah dengan teliti, mendalam, setiap pendapatnya didasarkan pada dalil, dan mendiskusikan pendapat yang berbeda secara ilmiah, sempurna, dan mengagumkan. Sehingga kitab Ar-Risalah ini menjadi rujukan penting para pakar dan ulama. Siapa pun yang membaca dan menelaahnya, maka dia akan mendapatkan ilmu dan wawasan luas dalam kajian fikih.
Advertisement
Profil Imam Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki ama lengkap yakni Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al-Syafi'ee bin Al-Abbas bin Utsman bin Shafie bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hasyim bin Al-Muttalib, dimana ayah dari Abdul Muthalib kakek Nabi (SAW) bin Abd Manaf. Dia adalah satu-satunya Imam yang terkait dengan Nabi Muhammad (SAW) karena dia berasal dari suku Quraisy dari Bani Muthalib, yang merupakan saudara dari suku Bani Hasyim suku Nabi Muhammad (SAW).
Semasa hidupnya, Imam Syafi’i merupakan seorang teolog Muslim, penulis, dan cendekiawan yang merupakan salah satu kontributor pertama dari prinsip-prinsip yurisprudensi Islam (Uṣūl al-fiqh). Imam Syafi’i lahir di Palestina (Jund Filastin), dia juga tinggal di Makkah dan Madinah di Hijaz, kemudian Yaman, Mesir, dan Baghdad di Irak.
Selama menuntut ilmu, Imam Syafi’i senantiasa berpindah-pindah tempat. Di setiap negara yang ia kunjungi, ia memiliki seorang guru yang memiliki kedalaman ilmu yang luas. Tercatat, Imam Syafi’i pernah mengunjungi Mekah, Madinah, Yaman, Baghdad, dan Mesir untuk menuntut ilmu.
Imam Syafi’i adalah seorang tokoh Islam yang menyintesiskan rasionalitas dan tradisionalitas (‘aql wa naql). Dengan memosisikan dirinya di antara tradisionalitas dan rasionalitas, Imam Syafi’i menunjukkan sikap moderat, yang mengantarkan mazhabnya dianut oleh sebagian besar umat Islam. Imam Syafi’i adalah murid Imam hadis awal yang paling menonjol, Malik bin Anas. Tak heran jika dia memiliki pengikut terbanyak.
Kematian Imam Syafi’i
Dalam sejarah Islam, Imam Syafi’i menderita penyakit usus serius atau wasir, yang membuatnya menjadi lemah dan sakit selama tahun-tahun terakhir hidupnya. Di hari-hari terakhirnya sebelum kematiannya, Imam Syafi’i sempat berkata:
“Aku merasa bahwa aku sedang bepergian jauh dari dunia ini, jauh dari saudara-saudara, minum dari cawan kematian, dan mendekati Allah Yang Maha Mulia. Demi Allah aku tidak tahu apakah jiwaku akan masuk surga sehingga aku dapat mengucapkan selamat kepadanya, atau ke neraka agar aku bisa meratap.”
Kemudian dia menangis. Dia menjadi sangat sakit di akhir hidupnya. Imam Al-Syafi'i menemani orang-orang terpelajar sampai akhir hidupnya, dan dia dilaporkan menghabiskan hari-hari terakhirnya bersama Abdullah Ibnul Hakam, seorang ulama terkenal pada masanya.
Ia diperkirakan meninggal pada hari Jumat dalam penanggalan Islam bulan Rajab dalam usia 54 tahun pada tanggal 30 Rajab tahun 204 H (20 Januari 820 M), di Fustat, Mesir. Imam Al-Syafi'i kemudian dimakamkan di kubah Bani Abd Al-Hakam di kaki Bukit Muqattam di Kairo, Mesir. Dia disambut dengan sangat hangat dan hormat oleh orang-orang dan ulama Mesir karena Imam Syafi’i merupakan murid Imam Malik dan karena reputasinya di bidang fikih yang sudah tidak diragukan lagi.
Advertisement