Liputan6.com, Jakarta Apa itu mukallaf menjadi salah satu topik kajian dalam ilmu fiqih atau ilmu tentang hukum Islam. Sebagai bagian dari hukum Islam, tentu saja apa itu mukallaf harus dipahami oleh setiap muslim. Konsep mukallaf penting dikuasai Muslim agar dapat menjalankan kewajibannya sesuai ajaran agama.
Baca Juga
Advertisement
Apa itu mukallaf sering kali disamakan dengan akil balig. Tapi ada perbedaan tipis antara keduanya. Mukallaf dapat dijelaskan sebagai orang dewasa yang wajib menjalankan hukum agama, sedangkan akil balig adalah seseorang dewasa yang dapat membedakan baik dan buruk.
Orang yang dinyatakan sebagai mukallaf memiliki tanggung jawab untuk menjalankan ibadah wajib serta menaati hukum agama Islam. Berikut ulasan tentang apa itu mukallaf yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (24/8/2023).
Konsep Mukallaf
Dilansir dari Jurnal HAKAM edisi Desember 2021 berjudul Mukallaf Sebagai Subjek Hukum dalam Fiqih Jinayah, mukallaf secara etimologi berasal dari kata kallafa (كلّف) berarti membebani. Mukallaf (مكلّف) murapakan bentuk isim maf’ul dari kata kerja kallafa yang mempunyai arti dibebani tanggung jawab. Dengan begitu Mukallaaf (مكلّف) berarti yang diberati/dibebani, yang bertanggung jawab.
Dalam konteks ilmu fiqih, mukallaf merujuk kepada individu yang telah diberi beban tanggung jawab dalam agama islam. Orang ini juga telah memenuhi tiga syarat penting mukallaf, yaitu beragama Islam, mencapai usia dewasa (baligh), dan memiliki akal sehat.
Individu yang memenuhi syarat-syarat ini dianggap memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam menjalankan ajaran agama Islam. Dengan kata lain, mereka dianggap mampu memahami dan melaksanakan tuntutan agama secara sadar dan bertanggung jawab.
Terdapat perbedaan dalam penerapan konsep mukallaf dalam berbagai aspek ilmu fiqih, seperti ibadah, urusan dunia, perkawinan, dan hukum pidana. Meskipun prinsip mukallaf berlaku di semua konteks ini, tetapi penerapannya dapat berbeda tergantung pada jenis hukum yang bersangkutan. Terdapat perbedaan penting dalam cara penanganan hukum pidana (jinayah), yang membuatnya memerlukan pembahasan khusus.
Dalam kerangka ilmu ushul fiqih (prinsip-prinsip hukum Islam), istilah "mahkum alaih" digunakan untuk merujuk kepada mukallaf, yaitu individu yang segala perbuatan dan aktivitasnya dikenakan tanggung jawab oleh Allah. Ini menggarisbawahi peranan sentral mukallaf dalam pemahaman ini dan menjadi dasar bagi interpretasi lebih lanjut tentang tanggung jawab hukum dan kewajiban individu dalam Islam.
Apa itu mukallaf memiliki peran krusial dalam menentukan tanggung jawab individu terhadap ajaran agama Islam, yang meliputi ibadah, urusan dunia, perkawinan, dan hukum pidana. Konsep ini berakar dalam prinsip-prinsip utama ilmu fiqih dan digunakan untuk mengaplikasikan kewajiban agama pada berbagai aspek kehidupan individu yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Advertisement
Penjelasan Tentang Mukallaf dalam Al-Quran
Al-Baqarah Ayat 286
ا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
Dalam ayat ini dijelaskan Allah memberikan tugas atau tanggung jawab kepada hamba-Nya dengan sesuai dengan kemampuan mereka. Tidak peduli apakah mereka laki-laki atau perempuan, tua atau muda, dan dalam hal ajaran dasar (tauhid) atau ajaran praktis (fiqih). Kata yukallifu yang digunakan juga menjadi landasan istilah taklif dan mukallaf dalam ilmu fiqih.
Mukallaf dijelaskan sebagai individu yang mendapatkan beban tanggung jawab. Sedangkan taklif mengacu pada tuntutan ajaran agama yang harus dipatuhi oleh individu tersebut.
Al-A’raf ayat 158
قُلْ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا ۨالَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۖ فَاٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ النَّبِيِّ الْاُمِّيِّ الَّذِيْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَكَلِمٰتِهٖ وَاتَّبِعُوْهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.”
Pada bagian surat Al-A'raf, meskipun tidak terdapat istilah "taklif" seperti pada surat Al-Baqarah sebelumnya, tetapi ada perintah untuk mengikuti dan mematuhi Allah dan Rasul-Nya, yang disebutkan dengan kata "فاتبعوه" (ikuti). Ini mengartikan bahwa ayat ini mengajarkan pentingnya mematuhi ajaran agama secara tegas.
Hadits Tentang Mukallaf
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, diceritakan tentang sebuah peristiwa antara Abu Bakar dan Umar. Awalnya, mereka bertengkar, namun kemudian merasa menyesal. Ketika Nabi Muhammad mendengar tentang hal ini, ia marah. Namun, Abu Bakar mengakui kesalahannya, dan Nabi meminta agar sahabat-sahabatnya tidak meninggalkan Abu Bakar. Ini menggambarkan pentingnya sikap maaf dan persaudaraan di antara mereka.
Ada juga hadits yang menjelaskan,
فِّع ا ِّا َّته يُفُوْن ِّ ح ان ِّ املاجْنعا واهب ِّ ِّ ح َّته ُيا ْتالِّمان ِّ الصعاا وسْتيْقِّظاا َّته يان ِّ النها ئِّم ِّ حان ْ ثاَلا ث ٍ : عالام ُ علقايْق
Artinya : Diangkatnya pembebanan hukum dari tiga (jenis orang): orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia balig, dan orang gila sampai ia sembuh. (H.R. Bukhori, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Daruquthni dari Aisyah dan Ali bin Abi Thalib)"12
Hadits ni menegaskan bahwa taklif tidak dikenakan pada kondisi-kondisi tertentu yang tidak memenuhi syarat-syaratnya. Rasulullah memberikan contoh konkret untuk menggambarkan situasi ini, yang melibatkan orang yang sedang tidur, anak kecil, dan orang gila.
Jika kita mengaitkannya dengan ayat-ayat tentang taklif yang sudah dibahas sebelumnya, hadits di atas memberikan batasan yang jelas dan juga menggambarkan dengan lebih jelas. Ini membantu memahami lebih lanjut dan juga memperkuat (menguatkan) apa yang telah dijelaskan dalam Al-Quran. Taklif atau kewajiban agama tidak berlaku untuk beberapa situasi yang tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Nabi Muhammad sendiri memberikan contoh-contoh nyata untuk menjelaskan hal ini, seperti dalam kasus orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga mencapai batas usia tertentu, dan orang gila hingga sembuh.
Advertisement