Manfaat Daun Kelor untuk Stunting Efektif atau Tidak? Simak Kata Ahli

Daun kelor tidak efektif untuk mencegah stunting, lebih baik konsumsi telur.

oleh Laudia Tysara diperbarui 18 Des 2023, 16:15 WIB
Diterbitkan 18 Des 2023, 16:15 WIB
Ilustrasi sayur bening daun kelor | @bunda_didi dari Instagram
Sajian sayur bening daun kelor. (Liputan6.com/IG/@bunda_didi)

Liputan6.com, Jakarta - Benarkah daun kelor efektif untuk mencegah stunting? Stunting adalah kondisi yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Ini gangguan pertumbuhan pada anak.

Hasil survei Status Gizi Indonesia (SGI) 2021 mengindikasikan satu dari empat anak Indonesia mengalami stunting, sementara satu dari sepuluh anak mengalami gizi kurang. Pada 2022 prevalensi stunting masih di angka 21.6% dengan target 14% di tahun 2024.

Penyebab utama dari stunting adalah kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan anak. Kandungan nutrisi daun kelor dinilai cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ibu hamil dan balita.

Namun, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof Dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) dalam seminar media bersama IDAI bertema “Peranan Protein Hewani dalam Mencegah Stunting di Indonesia,” ungkap kandungan nutrisi daun kelor belum cukup cegah stunting.

Berikut Liputan6.com ulas penjelasan lengkapnya, Senin (18/12/2023).

Daun Kelor Belum Cukup untuk Cegah Stunting

Sayur Bening Daun Kelor
Sayur bening daun kelor dan jagung manis. (Liputan6.com/IG/@regunancha)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) ungkap organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebut pohon kelor sebagai "miracle tree" setelah menemukan manfaat penting dari daun kelor. Lebih dari 1.300 studi, artikel, dan laporan telah mengungkap manfaat kelor, termasuk kemampuannya dalam mengatasi masalah kekurangan gizi.

Faktanya, menurut Yanti 100 gram daun kelor hanya mengandung 92 kalori dengan protein sebanyak 6.7 gram. Kandungan protein dalam daun kelor yang dinilai bisa cegah stunting, hanya mampu mencukupi 5.5 persen – 28 persen dari yang dibutuhkan.

"Artinya kalau 100 gram saja dia hanya mengandung 5.5 persen yang paling rendah, untuk supaya sampai 100 persen harus dikali 20. Masa si bayi harus makan dua kilo daun kelor. Bisa Anda bayangkan, kambing kalah deh," ungkap Yanti.

Menghimpun data dari Healthline, kandungan nutrisi dalam 21 gram daun kelor cincang segar, yakni:

  1. Protein: Setiap 21 gram daun kelor cincang segar mengandung sebanyak 2 gram protein. Maka, 100 gramnya daun kelor yang sudah dicincang mengandung sekitar 9.5 gram protein. Protein dikenal sebagai zat penting dalam pembentukan dan pemeliharaan jaringan tubuh.
  2. Vitamin B6: Daun kelor juga kaya akan Vitamin B6, mencapai 19 persen dari angka kecukupan gizi (AKG). Vitamin B6 memiliki peran penting dalam metabolisme nutrisi dan pembentukan sel darah.
  3. Vitamin C: Kandungan Vitamin C dalam daun kelor mencapai 12 persen dari AKG. Vitamin C dikenal sebagai antioksidan yang mendukung sistem kekebalan tubuh dan kesehatan kulit.
  4. Zat Besi: Dalam setiap 21 gramnya, daun kelor menyediakan sebanyak 11 persen dari AKG zat besi. Zat besi penting untuk transportasi oksigen dalam darah.
  5. Riboflavin (B2): Daun kelor juga mengandung riboflavin atau Vitamin B2 sebanyak 11 persen dari AKG. Riboflavin berperan dalam konversi makanan menjadi energi.
  6. Vitamin A (dari beta-karoten): Kandungan Vitamin A dalam daun kelor berasal dari beta-karoten dan mencapai 9 persen dari AKG. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan menjaga integritas kulit.
  7. Magnesium: Setiap 21 gram daun kelor memberikan sekitar 8 persen dari AKG magnesium. Magnesium diperlukan untuk fungsi otot dan kesehatan tulang.

Lebih Baik Konsumsi Telur untuk Cegah Stunting

Telur Rebus
Telur rebus yang ditaburi lada. (Liputan6.com/pexels/Mona Sabha Cabrera)

Penting untuk dipahami bahwa protein telur memiliki keunggulan dibandingkan dengan protein yang terkandung dalam daun kelor. Utamanya untuk mencegah stunting pada anak-anak. Menurut Yanti, daun kelor bukanlah solusi yang efektif untuk mencegah stunting, karena jumlah yang harus dikonsumsi sangat banyak, yang tidak mungkin dicapai oleh bayi.

Ada keterbatasan kualitas protein nabati dari daun kelor dan adanya antinutrien dalam daun tersebut, ini menghambat penyerapan zat besi dan seng.

Dalam perbandingan dengan telur, Yanti menekankan bahwa telur sebagai sumber protein hewani memiliki manfaat yang jauh lebih tinggi. Menurutnya, indeks asam amino esensial dari daun kelor hanya mencapai 70 persen, sementara telur mencapai 100 persen.

Protein hewani, terutama yang berasal dari telur, memiliki peran penting dalam pemenuhan asupan gizi anak-anak untuk mencegah stunting. Ia merinci hasil penelitian di Ekuador yang menunjukkan bahwa memberikan telur kepada anak usia 6-9 bulan selama enam bulan dapat signifikan menurunkan tingkat stunting sebesar 47 persen dan underweight sebesar 74 persen.

"Jadi ini adalah kenyataannya ya bahwa daun kelor tidak bisa dipakai untuk mencegah stunting. Boleh dimakan? Boleh saja, tapi enggak usah dibilang untuk mencegah stunting," tegasnya.

Kemenkes RI tegaskan setelah bayi lahir, pangan yang terbukti bisa mencegah stunting adalah ASI, beragam MP ASI, dan konsumsi telur setelah bayi berusia 1 tahun, dengan takaran 1 butir per hari. Jika bayi berusia antara 6 bulan sampai 1 tahun, disarankan memberikan setengah sampai satu butir telur per hari.

Selain itu, penting juga memberikan susu pertumbuhan, pangan hewani, dan lauk pauk untuk memastikan asupan gizi yang memadai.

Pendekatan ini terbukti efektif dalam pencegahan stunting pada anak karena protein hewani menyediakan zat gizi lengkap, termasuk asam amino, mineral, dan vitamin yang esensial untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pentingnya konsumsi protein hewani dalam mencegah stunting diperkuat oleh temuan penelitian yang menunjukkan korelasi kuat antara stunting dan indikator konsumsi pangan yang berasal dari sumber hewani, seperti telur, daging/ikan, dan produk olahannya (seperti keju dan yogurt).

Namun, disayangkan meskipun konsumsi protein per kapita telah mencapai 62.21 gram per hari (melebihi standar 57 gram), konsumsi telur dan susu hanya sekitar 3.37 gram, daging 4.79 gram, dan ikan/udang/cumi/kerang mencapai sekitar 9.58%. Ini menunjukkan bahwa masih terdapat tantangan dalam meningkatkan asupan protein hewani di masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya