Liputan6.com, Jakarta - Body Dysmorphic Disorder (BDD) adalah gangguan mental yang sering disebut sebagai gangguan dismorfik tubuh. BDD adalah kondisi di mana seseorang mengalami kekhawatiran yang berlebihan terhadap kekurangan atau ketidaksempurnaan dalam penampilan fisiknya. Individu dengan BDD cenderung terobsesi dengan detail-detail kecil dalam penampilan mereka, seperti bentuk wajah, ukuran hidung, atau bentuk tubuh.
Mereka sering memeriksa penampilan mereka di cermin dan menggunakan berbagai cara untuk menyembunyikan "kekurangan" tersebut, seperti menggunakan makeup atau pakaian tertutup. Ini dijelaskan Psikolog UGM (Universitas Gajah Mada), Aisha Sekar Lazuardini Rachmanie., M.Psi., Psikolog., dikutip dari situs website resmi UGM.
BDD artinya individu yang mengalaminya sering merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya dan sering merasa "jelek" meskipun tidak ada masalah yang terlihat bagi orang lain. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), BDD merupakan masalah serius yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Orang dengan BDD cenderung menghindari situasi sosial dan bahkan mencoba untuk memperbaiki penampilan mereka melalui operasi plastik.
Advertisement
BDD adalah kondisi yang memerlukan pemahaman dan perhatian lebih karena dapat mengganggu kualitas hidup individu secara signifikan.
Penting bagi setiap individu untuk memahami bahwa BDD bukan hanya masalah kepercayaan diri yang rendah atau obsesi biasa terhadap penampilan. BDD adalah gangguan mental yang serius dan memerlukan perhatian profesional dalam penanganannya. Pemahaman yang lebih baik tentang BDD dapat membantu individu yang mengalami gangguan ini untuk mendapatkan dukungan dan perawatan yang tepat.
Adanya dukungan yang tepat, individu dengan BDD dapat belajar untuk mengelola kecemasan dan obsesi terkait penampilan fisik mereka, serta meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Berikut Liputan6.com ulas tentang BDD lebih mendalam, termasuk gejala, penyebab, hingga pencegahannya, Senin (19/2/2024).
Gejala BDD
Gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD) bisa diidentifikasi melalui beberapa perilaku dan pola pikir yang sering dialami oleh individu yang mengalami gangguan ini. Berikut gejala BDD adalah beserta contoh perilakunya melansir dari Hermina Hospital:
1. Membayangkan Kekurangan Tubuh
Menghabiskan banyak waktu memikirkan suatu aspek tubuh yang dianggap kurang sempurna, meskipun orang lain tidak melihatnya atau menganggapnya tidak signifikan.
Contoh: Seorang individu mungkin terobsesi dengan bentuk hidungnya yang menurutnya kurang ideal, meskipun orang lain tidak memperhatikan atau mengkritiknya.
2. Perilaku Pemeriksaan Berulang
Terdorong untuk secara berulang-ulang memeriksa penampilan, seperti melalui cermin, jendela, atau meminta umpan balik dari orang lain.
Contoh: Seseorang mungkin terus-menerus memeriksa wajahnya di cermin untuk memastikan tidak ada "kekurangan" yang terlihat.
3. Perubahan Penampilan yang Sering
Sering mengubah penampilan, seperti mengganti gaya rambut, berjemur, atau berganti pakaian, dalam upaya untuk merasa lebih baik tentang diri sendiri.
Contoh: Seseorang mungkin sering mengubah gaya rambutnya karena merasa tidak puas dengan penampilan sebelumnya.
4. Ketergantungan pada Selfie dan Filter Foto
Menggunakan selfie atau aplikasi/filter foto untuk memeriksa penampilan dan menyembunyikan atau mengubah bagian yang tidak disukai.
Contoh: Seseorang mungkin menggunakan filter foto untuk menyamarkan "kekurangan" yang dirasakan pada wajahnya sebelum membagikan foto ke media sosial.
5. Rasa Takut dan Cemas Terhadap Penilaian Orang Lain
Merasa takut atau cemas bahwa orang lain memperhatikan atau mengkritik aspek yang tidak disukai dari tubuh atau penampilan.
Contoh: Individu dengan BDD mungkin mengalami kecemasan sosial yang tinggi karena khawatir dilihat oleh orang lain.
6. Rasa Malu atau Muak dengan Penampilan
Merasa malu atau muak dengan penampilan, terutama terhadap bagian tubuh yang dianggap memiliki masalah.
Contoh: Seseorang mungkin menghindari pertemuan sosial karena merasa tidak nyaman dengan penampilannya.
7. Perilaku Perawatan Kompulsif
Melakukan perilaku perawatan yang kompulsif, seperti mencabut rambut atau mengorek kulit, yang merupakan kondisi kesehatan mental terpisah.
Contoh: Seseorang dengan BDD mungkin mencabut rambutnya secara terus-menerus sebagai respons terhadap kecemasan mereka terhadap penampilan.
8. Menghindari Situasi Sosial
Menghindari situasi di mana orang lain mungkin memperhatikan kekurangan yang dirasakan dari penampilan.
Contoh: Seseorang mungkin menghindari pesta atau acara sosial karena khawatir akan diperhatikan dan dinilai.
9. Prosedur Medis Berulang
Melakukan prosedur medis berulang, seperti operasi kosmetik, dalam upaya untuk "memperbaiki" hal-hal yang tidak disukai dari penampilan.
Contoh: Seseorang mungkin menjalani operasi plastik berulang kali untuk mengubah bagian tubuh yang dirasa tidak sempurna.
10. Pikiran Menyakiti Diri atau Bunuh Diri
Mengalami pikiran merugikan diri sendiri atau bahkan pikiran bunuh diri karena kekecewaan terhadap penampilan.
Contoh: Seseorang dengan BDD mungkin mengalami depresi berat karena ketidakpuasan terhadap penampilan mereka yang terus-menerus.
Â
Advertisement
Penyebab BDD
Penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD) masih menjadi misteri bagi para ahli, meskipun telah banyak penelitian dilakukan dalam upaya untuk memahami akarnya. Namun demikian, beberapa faktor diduga dapat berkontribusi terhadap perkembangan gangguan ini melansir dari berbagai sumber:
- Faktor Genetik: BDD cenderung lebih sering terjadi pada individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan kesehatan mental yang serupa. Meskipun demikian, belum jelas apakah kelainan ini muncul secara langsung karena faktor genetik atau mungkin merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan serta pola asuh yang mempengaruhi perkembangan individu.
- Kelainan pada Struktur Otak: Adanya kelainan pada struktur otak atau pada senyawa kimia tertentu di dalam otak juga diduga dapat menjadi penyebab BDD. Peran otak dalam pengaturan persepsi terhadap penampilan fisik dan interpretasi terhadap citra diri masih menjadi subjek penelitian yang intensif dalam hubungannya dengan gangguan ini.
- Pengaruh Lingkungan: Lingkungan sosial individu juga dapat memainkan peran penting dalam perkembangan BDD. Penilaian negatif terhadap citra diri, trauma masa lalu, dan pengalaman buruk seperti pengalaman body shaming dapat memicu terjadinya gangguan ini. Pengaruh lingkungan yang kurang mendukung dapat memperkuat persepsi negatif individu terhadap penampilan mereka sendiri.
Faktor Risiko BDD
Faktor risiko BDD adalah kondisi mental yang cenderung muncul pada masa remaja awal dan mempengaruhi individu dari semua jenis kelamin. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami gangguan ini melansir dari berbagai sumber, antara lain:
- Riwayat Keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan riwayat gangguan serupa atau gangguan obsesif-kompulsif dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami BDD. Hubungan genetik dan lingkungan dalam keluarga dapat memengaruhi pola perilaku dan persepsi individu terhadap penampilan mereka.
- Pengalaman Hidup Negatif: Pengalaman hidup yang negatif, seperti ejekan, penelantaran, atau pelecehan masa kanak-kanak, dapat memberikan tekanan psikologis yang meningkatkan kemungkinan perkembangan BDD pada individu tersebut.
- Ciri Kepribadian: Individu dengan ciri kepribadian tertentu, seperti perfeksionisme atau kecenderungan untuk terlalu kritis terhadap diri sendiri, mungkin lebih rentan terhadap perkembangan BDD.
- Tekanan Sosial dan Ekspektasi Kecantikan: Tekanan dari lingkungan sosial dan ekspektasi kecantikan yang tidak realistis dapat membuat individu merasa tidak puas dengan penampilan mereka dan memicu timbulnya gangguan BDD.
- Gangguan Kesehatan Mental Lain: Kehadiran gangguan kesehatan mental lain, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan makan seperti anoreksia nervosa, juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami BDD karena adanya korelasi yang kompleks antara gangguan-gangguan tersebut.
Cara Mengobati BDD
Cara mengobati Body Dysmorphic Disorder (BDD) dapat dilakukan melalui beberapa metode yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber:
1. Terapi Perilaku Kognitif
Terapi ini fokus pada membantu individu mengenali pola pikir negatif, respons emosional, dan perilaku yang mempertahankan masalah mereka seiring waktu. Melalui terapi ini, individu diajarkan untuk menantang pikiran negatif tentang citra tubuh mereka dan mempelajari cara berpikir yang lebih fleksibel.
Terapis juga membantu individu menemukan cara alternatif untuk mengatasi dorongan atau ritual yang terkait dengan BDD, seperti mengurangi pemeriksaan cermin atau pencarian kepastian. Keterlibatan anggota keluarga dalam terapi sangat penting, terutama bagi remaja.
2. Konsumsi Obat-obatan
Meskipun tidak ada obat yang secara khusus disetujui oleh FDA (U.S. Food and Drug Administration) untuk mengobati BDD, beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi mental lain seperti depresi dan gangguan obsesif-kompulsif dapat membantu mengelola gejala BDD.
Contoh obat termasuk Inhibitor Reuptake Serotonin Selektif (SSRI) yang membantu mengatur kadar serotonin dalam otak, yang diyakini berperan dalam BDD. Dalam beberapa kasus, obat lain mungkin diresepkan tergantung pada gejala yang dialami individu.
3. Rawat Inap di Rumah Sakit
Dalam situasi di mana gejala BDD sangat parah, individu mungkin memerlukan perawatan rawat inap psikiatri. Keputusan untuk rawat inap biasanya diambil jika individu tidak mampu menjalani kehidupan sehari-hari atau berada dalam bahaya untuk melukai diri sendiri.
4. Perubahan Gaya Hidup
Meskipun perawatan utama BDD adalah dilakukan oleh profesional kesehatan mental, individu dapat mengambil langkah-langkah untuk mendukung rencana perawatan, seperti:
- Tetap patuh pada rencana perawatan yang direkomendasikan.
- Meningkatkan pemahaman tentang gangguan ini melalui edukasi.
- Memperhatikan tanda-tanda bahaya dan bekerja sama dengan dokter atau terapis.
- Menghindari narkoba dan alkohol karena dapat memperburuk gejala.
- Tetap aktif secara fisik dengan melakukan aktivitas yang membantu mengelola gejala seperti depresi dan kecemasan, namun menghindari olahraga berlebihan sebagai cara mengatasi kekurangan tubuh.
Â
Advertisement
Pencegahan BDD
Mencegah Body Dysmorphic Disorder (BDD) melibatkan sejumlah strategi dan perhatian terhadap kesehatan mental. Berikut adalah beberapa cara mencegah BDD:
- Pendidikan dan Kesadaran: Edukasi diri sendiri dan meningkatkan kesadaran tentang BDD dapat membantu mengenali gejala-gejala awal dan memahami sifat gangguan tersebut. Pengetahuan yang baik dapat memberikan alat untuk mengelola tekanan dan mengurangi stigma terkait penampilan.
- Promosi Citra Diri Positif: Membangun citra diri yang positif dapat membantu melawan pikiran negatif yang mungkin muncul terkait penampilan. Fokus pada kelebihan dan keunikan individual dapat membantu mengurangi tekanan untuk mencapai standar kecantikan yang tidak realistis.
- Pendekatan Positif dalam Mendidik Anak: Memberikan dukungan dan pujian yang positif kepada anak-anak dapat membantu membentuk pandangan positif terhadap diri mereka sendiri. Menghindari komentar yang bersifat kritis terhadap penampilan fisik dapat mengurangi risiko munculnya masalah citra tubuh pada masa mendatang.
- Pencegahan Body Shaming: Menghindari melakukan atau mendukung body shaming serta mendorong lingkungan yang mendukung penerimaan diri dapat membantu mencegah BDD. Menyadari dampak kata-kata dan tindakan terhadap citra tubuh orang lain dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif.
- Pengelolaan Stres dan Trauma: Menemukan cara yang sehat untuk mengelola stres dan mengatasi trauma masa lalu dapat membantu mengurangi risiko BDD. Terapi atau dukungan psikologis dapat memberikan alat untuk mengatasi pengalaman yang sulit.
- Promosi Kesehatan Mental: Fokus pada kesehatan mental secara keseluruhan dapat membantu mencegah BDD. Ini melibatkan menjaga keseimbangan kehidupan, mencari dukungan ketika diperlukan, dan mengadopsi gaya hidup yang mendukung kesehatan mental.
- Penggunaan Media dengan Bijak: Memahami bahwa citra tubuh yang dipresentasikan dalam media sering kali tidak realistis dan diedit dapat membantu mengurangi tekanan untuk mencapai standar kecantikan yang tidak sehat. Menggunakan media dengan bijak dan kritis dapat membantu menjaga perspektif yang realistis.
- Pencarian Dukungan: Membuka diri untuk berbicara tentang perasaan dan ketidaknyamanan terkait penampilan dengan teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental dapat memberikan dukungan emosional dan membantu mencegah isolasi yang mungkin memperburuk BDD.
- Pelatihan Keterampilan Koping: Mempelajari keterampilan koping yang sehat, seperti mindfulness, relaksasi, dan teknik mengatasi stres, dapat membantu mengelola tekanan dan mencegah BDD.
Penting untuk diingat bahwa mencegah BDD adalah melibatkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan terhadap kesehatan mental dan citra diri. Jika seseorang mengalami gejala yang mengkhawatirkan, penting untuk mencari bantuan profesional segera.
Â
Dampak Buruk BDD
Dampak buruk Body Dysmorphic Disorder (BDD) pada individu yang mengalaminya, membawa konsekuensi serius terhadap kesejahteraan emosional dan kualitas hidup secara keseluruhan. Berikut adalah dampak buruk BDD sebagaimana dijelaskan Psikolog UGM Aisha Sekar:
- Gangguan Kesejahteraan Emosional: Penderita BDD rentan mengalami gejala depresi, kecemasan, dan stres yang tinggi. Keprihatinan berlebihan terhadap penampilan fisik dapat memberikan tekanan psikologis yang berdampak negatif pada suasana hati dan kehidupan sehari-hari.
- Perasaan Malu, Putus Asa, dan Tidak Berharga: Individu yang mengalami BDD seringkali merasa malu, putus asa, atau tidak berharga karena ketidakpuasan terhadap penampilan diri. Perbandingan yang berlebihan terhadap standar kecantikan dapat menimbulkan perasaan tidak memadai dan merendahkan harga diri.
- Gangguan Kualitas Hidup: BDD dapat menyebabkan penurunan signifikan dalam kualitas hidup penderitanya. Hambatan yang dihadapi dalam menerima dan merasa nyaman dengan penampilan fisik dapat menghambat keterlibatan sosial, aktivitas sehari-hari, dan pengalaman hidup positif secara menyeluruh.
- Kesulitan dalam Hubungan Sosial: Penderita BDD mungkin mengalami kesulitan dalam menjalin dan mempertahankan hubungan sosial. Kecemasan terkait penampilan dapat membuat mereka menghindari situasi sosial, merasa terisolasi, dan kesulitan dalam membangun koneksi dengan orang lain.
- Hambatan Aktivitas Sosial dan Sehari-hari: Kecemasan yang berkaitan dengan penampilan dapat menghambat partisipasi dalam aktivitas sosial dan sehari-hari. Penderita mungkin merasa sulit untuk terlibat dalam kegiatan yang seharusnya memberikan kegembiraan dan keterlibatan sosial.
Aisha Sekar menekankan bahwa BDD adalah kondisi yang tidak hanya mengganggu kesejahteraan emosional individu, tetapi juga dapat menjadi penghambat utama dalam mencapai kualitas hidup yang optimal. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan individu untuk menikmati interaksi sosial, menjalani kehidupan sehari-hari dengan nyaman, dan merasakan kebahagiaan secara keseluruhan.
Kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap individu dengan BDD sangat penting untuk membantu mereka mengatasi dan mengelola dampak negatif yang ditimbulkan oleh gangguan ini.
Â
Advertisement