Apa Itu White Day? Kenali Tradisi Manis Balasan Cinta di Jepang dan Korea Selatan

Pelajari semua tentang White Day, tradisi unik di Jepang dan Korea Selatan yang menjadi balasan Valentine's Day. Temukan perbedaan perayaannya di kedua negara!

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 08 Agu 2024, 19:15 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2024, 19:15 WIB
Tradisi White Day. Credit: Pexels/Tùng Sơn
Tradisi White Day. Credit: Pexels/Tùng Sơn

Liputan6.com, Jakarta Pernahkah Anda mendengar tentang White Day? Jika Anda mengira bahwa perayaan cinta hanya ada pada Hari Valentine, maka Anda perlu mengenal tradisi unik yang berasal dari Jepang ini. White Day, yang jatuh tepat sebulan setelah Hari Valentine, adalah kesempatan bagi para pria untuk membalas ungkapan kasih sayang yang mereka terima sebelumnya.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi asal-usul White Day, bagaimana perayaannya di Jepang sebagai negara asal, serta bagaimana tradisi ini diadopsi dan dimodifikasi di Korea Selatan. Kita juga akan membahas perbedaan antara perayaan White Day di kedua negara tersebut, serta dampaknya terhadap budaya dan ekonomi setempat.

Siap untuk menyelami dunia manis White Day? Mari kita mulai perjalanan kita dalam memahami tradisi romantis yang unik ini, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (8/8/2024).

Lahirnya Tradisi White Day di Jepang

White Day pertama kali muncul di Jepang pada tahun 1978. Kemunculannya tidak lepas dari peran industri permen dan cokelat yang melihat peluang bisnis dari tradisi Valentine's Day di Jepang. Berbeda dengan negara-negara Barat, di Jepang, Valentine's Day dirayakan dengan para wanita yang memberikan cokelat kepada pria.

Melihat kesempatan ini, industri konfeksi Jepang menciptakan White Day sebagai "hari balasan" bagi para pria untuk membalas pemberian yang mereka terima pada Valentine's Day. Nama "White Day" sendiri berasal dari warna putih marshmallow, yang awalnya menjadi hadiah utama pada perayaan ini.

Ada dua teori utama mengenai asal-usul White Day:

  1. Teori Industri Permen: Teori ini menyatakan bahwa industri permen Jepang sengaja menciptakan White Day untuk meningkatkan penjualan mereka. Dengan adanya White Day, mereka bisa menjual produk-produk khusus untuk para pria yang ingin membalas pemberian Valentine's Day.
  2. Teori Surat Pembaca: Teori kedua berasal dari sebuah surat yang ditulis ke majalah wanita pada tahun 1977. Dalam surat tersebut, seorang wanita mengeluhkan kurangnya hadiah yang diterima wanita pada Valentine's Day. Surat ini kemudian dibaca oleh seorang eksekutif toko konfeksi Ishimura Manseido di Kyushu, yang terinspirasi untuk menjual marshmallow berisi cokelat sebagai hadiah balasan pada tanggal 14 Maret.

Terlepas dari teori mana yang benar, White Day telah menjadi tradisi yang mengakar di Jepang dan kemudian menyebar ke negara-negara Asia Timur lainnya, termasuk Korea Selatan.

Perayaan White Day di Jepang

Ilustrasi Valentine
Ilustrasi Valentine. (Gambar oleh Karolina Grabowska dari Pixabay)

Tradisi Pemberian Hadiah

Di Jepang, White Day menjadi kesempatan bagi para pria untuk membalas pemberian yang mereka terima pada Valentine's Day. Tradisi ini melibatkan beberapa jenis pemberian, yang masing-masing memiliki makna tersendiri:

  1. Marshmallow: Awalnya menjadi hadiah utama White Day, namun kini maknanya telah berubah. Memberikan marshmallow bisa diartikan sebagai penolakan, karena sifatnya yang cepat meleleh.
  2. Cokelat Putih: Menjadi hadiah populer karena sesuai dengan nama "White Day". Cokelat putih melambangkan kemurnian dan cinta yang tulus.
  3. Permen Keras: Memberikan permen keras bisa diartikan sebagai pengakuan cinta, karena permen ini bertahan lama di mulut, melambangkan keinginan untuk hubungan yang langgeng.
  4. Kue Kering: Biasanya diberikan sebagai tanda ingin tetap berteman. Ini bisa menjadi cara halus untuk menolak perasaan romantis.
  5. Perhiasan atau Aksesori: Untuk hubungan yang lebih serius, pria mungkin memberikan hadiah seperti jam tangan atau perhiasan.

Konsep "Sanbai Gaeshi"

Salah satu aspek unik dari White Day di Jepang adalah konsep "sanbai gaeshi" atau "pengembalian tiga kali lipat". Menurut tradisi ini, pria diharapkan memberikan hadiah yang nilainya dua hingga tiga kali lipat dari apa yang mereka terima pada Valentine's Day.

Konsep ini mencerminkan budaya "okaeshi" atau "memberi dan menerima" yang kuat di Jepang. Mengabaikan tradisi ini bisa dianggap tidak sopan dalam budaya Jepang.

Perayaan di Tempat Kerja

Di lingkungan kerja Jepang, White Day juga dirayakan dengan cara yang unik. Biasanya, para pria di kantor akan mengumpulkan uang untuk membeli satu kotak cokelat besar yang akan diberikan kepada seluruh staf wanita. Ini menjadi cara untuk menghargai rekan kerja tanpa membuat situasi menjadi terlalu personal.

White Day di Korea Selatan

Ilustrasi kata-kata ucapan, Hari Valentine
Ilustrasi kata-kata ucapan, Hari Valentine. (Photo by Paweł Czerwiński on Unsplash)

Adopsi dan Adaptasi Tradisi

Korea Selatan mengadopsi tradisi White Day dari Jepang, namun dengan beberapa perbedaan dan adaptasi yang mencerminkan budaya Korea. Seperti di Jepang, White Day di Korea Selatan juga dirayakan pada tanggal 14 Maret.

Perbedaan dengan Perayaan di Jepang

Meskipun konsep dasarnya sama, ada beberapa perbedaan dalam cara Korea Selatan merayakan White Day:

  1. Jenis Hadiah: Sementara di Jepang hadiah tradisional adalah cokelat putih atau marshmallow, di Korea Selatan jenis hadiah lebih bervariasi. Permen, cokelat (tidak harus putih), bunga, dan bahkan barang-barang seperti kosmetik atau aksesori menjadi pilihan populer.
  2. Tekanan Sosial: Di Korea Selatan, tekanan sosial untuk merayakan White Day mungkin tidak sekuat di Jepang. Namun, masih ada ekspektasi bahwa pria akan membalas pemberian Valentine's Day.
  3. Perayaan di Tempat Kerja: Meskipun ada perayaan di tempat kerja, skala dan formalitasnya mungkin tidak sebesar di Jepang. Di Korea Selatan, perayaan cenderung lebih personal.
  4. Konsep "Sanbai Gaeshi": Meskipun ada ekspektasi untuk memberikan hadiah yang lebih bernilai, konsep "tiga kali lipat" tidak sekaku di Jepang.

Pengaruh Budaya Pop Korea

Budaya pop Korea, termasuk K-drama dan K-pop, memiliki pengaruh besar dalam membentuk persepsi dan perayaan White Day di Korea Selatan. Banyak drama Korea yang menggambarkan adegan romantis terkait White Day, yang kemudian mempengaruhi ekspektasi dan cara perayaan di masyarakat.

Dampak White Day terhadap Ekonomi dan Budaya

Jumlah Perempuan Jepang Beli Cokelat Valentine untuk Diri Sendiri Bertambah 3 Kali Lipat
Cokelat Valentine. (dok. Sara Cervera/Unsplash)

Pengaruh Ekonomi

White Day memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik di Jepang maupun Korea Selatan:

  1. Peningkatan Penjualan Ritel: Menjelang White Day, terjadi lonjakan penjualan cokelat, permen, dan hadiah-hadiah lainnya. Toko-toko dan pusat perbelanjaan sering kali membuat display khusus untuk White Day.
  2. Inovasi Produk: Perusahaan-perusahaan konfeksi dan hadiah berlomba-lomba menciptakan produk-produk khusus untuk White Day, mendorong inovasi dalam industri ini.
  3. Dampak pada Industri Terkait: Selain industri makanan manis, White Day juga berdampak pada industri lain seperti bunga, aksesori, dan kartu ucapan.

Perubahan Budaya

White Day juga membawa perubahan dalam dinamika sosial dan budaya:

  1. Evolusi Hubungan Gender: Tradisi ini mencerminkan dan sekaligus mempengaruhi perubahan dalam hubungan gender di masyarakat Jepang dan Korea Selatan.
  2. Tekanan Sosial: Ada perdebatan tentang tekanan sosial yang muncul dari ekspektasi untuk berpartisipasi dalam tradisi ini, terutama di tempat kerja.
  3. Globalisasi Budaya: Penyebaran White Day ke negara-negara lain di Asia menunjukkan bagaimana tradisi budaya dapat menyebar dan diadaptasi lintas negara.

Tren Terkini dan Masa Depan White Day

[Fimela] Cokelat Valentine
Ilsutrasi Cokelat Valentine | unsplash.com

Perubahan Sikap

Dalam beberapa tahun terakhir, ada perubahan sikap terhadap White Day, terutama di kalangan generasi muda:

  1. Penolakan terhadap "Forced Giving": Banyak orang, terutama wanita, mulai menolak praktik pemberian hadiah yang terasa dipaksakan, terutama dalam konteks tempat kerja.
  2. Fokus pada Makna Personal: Ada pergeseran fokus dari nilai material hadiah ke makna personal di baliknya.
  3. Kesetaraan Gender: Beberapa pasangan memilih untuk merayakan kedua hari (Valentine's Day dan White Day) bersama-sama, mencerminkan pandangan yang lebih setara tentang hubungan.

Inovasi dalam Perayaan

Cara merayakan White Day terus berevolusi:

  1. Pengalaman daripada Barang: Ada tren untuk memberikan pengalaman (seperti tiket konser atau perjalanan) daripada barang fisik.
  2. Perayaan Digital: Dengan meningkatnya penggunaan media sosial dan teknologi digital, banyak orang merayakan White Day secara online, misalnya melalui ucapan di media sosial atau hadiah digital.
  3. Keberlanjutan: Ada peningkatan kesadaran tentang dampak lingkungan dari konsumsi berlebihan, mendorong pilihan hadiah yang lebih ramah lingkungan.

White Day, yang berawal sebagai strategi pemasaran di Jepang, telah berkembang menjadi tradisi budaya yang signifikan di Asia Timur. Perayaan ini mencerminkan kompleksitas hubungan modern, dinamika gender, dan pengaruh globalisasi terhadap tradisi lokal.

Baik di Jepang maupun Korea Selatan, White Day terus berevolusi, mencerminkan perubahan sikap masyarakat terhadap cinta, hubungan, dan ekspresi kasih sayang. Meskipun ada kritik tentang komersialisasi dan tekanan sosial, White Day tetap menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang sebagai kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan menghargai orang-orang yang mereka sayangi.

Terlepas dari bagaimana Anda memilih untuk merayakannya, White Day mengingatkan kita akan pentingnya timbal balik dalam hubungan dan keindahan dalam mengekspresikan kasih sayang, baik itu melalui hadiah materi maupun gestur sederhana penuh makna.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya