Profil Almas Tsaqibbirru: Penggugat UU Pemilu dan Cawapres Gibran

Siapa Almas Tsaqibbirru?

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 06 Sep 2024, 13:15 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2024, 13:15 WIB
Almas Tsaqibbirru
Almas Tsaqibbirru merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) yang gugatannya dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).(Liputan6.com/Fajar Abrori) 

Liputan6.com, Jakarta Almas Tsaqibbirru Re A menjadi sorotan publik setelah mengajukan gugatan yang berdampak signifikan terhadap proses Pemilu 2024. Lahir di Surakarta pada 26 Mei 2000, Almas Tsaqibbirru kini berusia 24 tahun. Sebagai lulusan Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru telah terlibat dalam beberapa gugatan hukum yang menarik perhatian nasional.

Almas Tsaqibbirru menempuh pendidikan tinggi di Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Surakarta (Unsa). Ia memulai kuliah pada semester Ganjil 2019 dan menyelesaikan studinya dalam waktu 4 tahun atau 8 semester. Setelah lulus, Almas Tsaqibbirru meraih gelar Sarjana Hukum (S.H.) dari Unsa.

Nama Almas Tsaqibbirru menjadi dikenal luas setelah ia mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini berkaitan dengan syarat usia capres-cawapres, sebuah isu yang krusial menjelang Pemilu 2024. Hasil dari gugatan ini membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres, meskipun belum berusia 40 tahun.

Lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi seputar Almas Tsaqibbirru, pada Jumat (6/9/2024).

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Almas Tsaqibbirru, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) yang bikin MK mengabulkan sebagian gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia capres-cawapres.
Almas Tsaqibbirru, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) yang bikin MK mengabulkan sebagian gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia capres-cawapres hingga bisa loloskan Gibran Rakabuming Raka maju jadi bakal cawapres. (Instagram @almas.tsaqibirru)

Almas Tsaqibbirru lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 26 Mei 2000. Ia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Surakarta (Unsa) dan memilih Program Studi Ilmu Hukum sebagai bidang yang ditekuninya. Almas memulai studinya pada semester Ganjil tahun 2019 dan menjalani masa studi selama 4 tahun atau 8 semester. Setelah menyelesaikan studinya, Almas berhasil meraih gelar Sarjana Hukum (S.H.) dari Universitas Surakarta.

Almas Tsaqibbirru merupakan putra dari Boyamin Saiman, seorang tokoh yang menjabat sebagai Koordinator Masyarakat Anti-korupsi Indonesia (MAKI). Peran Boyamin sebagai aktivis anti-korupsi memberikan lingkungan keluarga yang dekat dengan dunia hukum dan penegakan keadilan.

Gugatan Terhadap UU Pemilu

Almas Tsaqibbirru mengajukan judicial review atau uji materi atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini secara spesifik menyasar ketentuan mengenai syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Almas menggugat melalui kantor advokat dan konsultan hukum yang berafiliasi dengan Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (PBH Peka), Surakarta. Ia didampingi oleh empat kuasa hukum yang terdiri dari Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, Georgius Limart Siahaan, dan Dwi Nurdiansyah Santoso.

Gugatan Almas, yang teregister dengan nomor 90/PUU-XXI/2023, dikabulkan oleh MK. Melalui putusan tersebut, Mahkamah mengubah syarat pencalonan capres-cawapres, yaitu menurunkan batas usia minimal menjadi 40 tahun atau berdasarkan pengalaman sebagai kepala daerah. Putusan ini membuka peluang bagi kepala daerah yang belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai capres atau cawapres.

Gugatan Terhadap Gibran Rakabuming Raka

Pada 22 Januari 2024, Almas Tsaqibbirru mengajukan gugatan pertama terhadap Gibran Rakabuming Raka di Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor perkara 2/Pdt.G.S/2024/PN Skt. Gugatan ini terkait dengan dugaan wanprestasi yang menurut Almas menyebabkan kerugian sebesar Rp10 juta. Ia meminta Majelis Hakim untuk memerintahkan Gibran membayar kompensasi Rp10 juta dan menambahkan denda keterlambatan sebesar Rp1 juta per hari.

Namun, gugatan pertama ini ditolak oleh Majelis Hakim. Tidak berhenti di situ, Almas mengajukan gugatan kedua terhadap Gibran pada 29 Januari 2024, dengan nomor perkara 25/Pdt.G/2024/PN Skt. Meskipun gugatan kedua ini juga berkaitan dengan dugaan wanprestasi, detail lebih lanjut mengenai gugatan ini belum diungkapkan ke publik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya