Â
Liputan6.com, Jakarta Saat ini, jutaan rakyat Indonesia menantikan gebrakan dari Patrick Kluivert. Sebagai pelatih baru pilihan PSSI, ia memikul tanggung jawab besar untuk membawa Timnas Indonesia menembus Piala Dunia 2026.
Advertisement
Baca Juga
Meskipun tantangannya berat, mantan penyerang tajam Barcelona ini siap mengubah mimpi menjadi kenyataan. Kami bertekad mencapai target yang telah ditetapkan. Itulah fokus utama saya di sini, ujar Kluivert ketika diperkenalkan secara resmi sebagai pelatih Skuad Garuda pada Minggu, 12 Januari 2025.
Advertisement
Untuk bisa langsung melaju ke final, Patrick Kluivert harus memenangkan tiga pertandingan penting di Grup C pada ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Pada bulan Maret mendatang, Timnas akan menghadapi dua laga krusial: tandang ke Australia pada 20 Maret 2025 dan lima hari kemudian menjamu Bahrain di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Kemudian, pada 5 Juni, di tempat yang sama, Jay Idzes dan rekan-rekan akan menantang China.
Â
Posisi Timnas Indonesia
Saat ini, Timnas Indonesia berada di posisi ketiga klasemen dengan koleksi enam poin dari satu kemenangan, tiga hasil imbang, dan dua kekalahan.
Jika berhasil mengumpulkan sembilan poin dari tiga laga tersebut, peluang Indonesia untuk lolos langsung ke Piala Dunia 2026 semakin terbuka lebar, dengan kemungkinan finis sebagai runner-up.
"Setiap pertandingan ini seperti final bagi kami," ungkap Patrick Kluivert.
Meskipun ada keraguan terhadap kemampuan Kluivert, mengingat rekam jejaknya saat memimpin Curaçao, Ajax U-19, dan klub kurang dikenal Adana Demirspor tidak terlalu mengesankan, namun ia layak diberi kesempatan.
Tidak ada yang tahu, mungkin saja keberuntungan akan berpihak pada pria kelahiran 1 Juli 1976 ini, seperti tiga pelatih asal Belanda lainnya yang pernah mencatatkan sejarah manis di Asia.
Advertisement
1. Guus Hiddink
Banyak yang berpendapat bahwa tak ada pelatih asing lain yang bisa membawa tim dari Asia ke semifinal Piala Dunia seperti yang dilakukan Guus Hiddink.
Guus Hiddink membuat dunia terkesima ketika secara mengejutkan ia memimpin Tim Nasional Korea Selatan melaju hingga semifinal Piala Dunia 2002.
Andai saja saat itu mereka berhasil mengalahkan Jerman di semifinal, mungkin saja Taegeuk Warriors-lah yang akan meraih gelar juara. Sayangnya, pasukan Guus Hiddink harus puas dengan kekalahan tipis 0-1 dari Der Panzer.
Setelah kekalahan melawan Jerman, Korea Selatan juga harus mengakui keunggulan Turki dalam perebutan tempat ketiga.
Pencapaian luar biasa ini membuat rakyat Korea Selatan bangga, terharu, dan seolah tak percaya, seakan mereka sedang bermimpi di siang bolong.
Keberhasilan Guus Hiddink membawa Korea Selatan melampaui batas ekspektasi menjadikan pelatih yang kini berusia 78 tahun ini bak 'dewa'. Ia begitu dihormati dan dicintai, bahkan hingga saat ini.
2. Jan Mastenbroek
Pada masa ketika Indonesia masih dikenal sebagai Hindia Belanda, negara ini mencatat sejarah sebagai negara Asia pertama yang merasakan kerasnya kompetisi Piala Dunia. Momen bersejarah ini terjadi pada tahun 1938, saat turnamen sepak bola terbesar di dunia digelar di Prancis.
Tim Hindia Belanda dipimpin oleh Jan Mastenbroek, yang dipercaya sebagai pelatih handal. Ia membawa timnya yang terdiri dari bakat-bakat lokal terbaik seperti Achmad Nawir, seorang mahasiswa kedokteran di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), Sutan Anwar dari VIOS Batavia, Suvarte Soedamardji dari HBS Soerabaja, Isaac Pattiwael dari VV Jong Ambon Tjimahi, dan Frans Alfred Meeng dari SVVB Batavia.
Pada masa itu, sistem pertandingan adalah kalah sekali langsung tersingkir. Tim asuhan Jan Mastenbroek langsung berhadapan dengan Hungaria, yang saat itu merupakan salah satu tim terkuat di dunia. Sayangnya, Achmad Nawir dan rekan-rekannya harus mengakui keunggulan Hungaria dengan skor telak 0-6.
Meskipun demikian, penampilan tim Hindia Belanda berhasil menarik perhatian dunia. "Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda sungguh brilian," demikian pujian yang tercantum dalam laporan koran Prancis, L'Equipe, edisi 6 Juni 1938.
Advertisement
3. Wiel Coerver
Ia dijuluki The Albert Einstein of Football. Metode kepelatihannya yang tak biasa membuat Wiel Coerver dijuluki seperti itu. Inilah yang membuatnya mendapatkan julukan tersebut. Anjas Asmara, salah satu legenda sepak bola Indonesia, menganggap Wiel Coerver sebagai salah satu pelatih terbaik yang pernah memimpin tim nasional Indonesia.
Meskipun masa kepelatihannya di Skuad Garuda tidak lama, yaitu dari tahun 1975 hingga 1976 dan kemudian kembali pada tahun 1979, Wiel Coerver berhasil meletakkan fondasi sepak bola modern di Indonesia. Fondasi ini kemudian dilanjutkan oleh pelatih-pelatih seperti Sinyo Aliandoe, Harry Tjong, dan Bertje Matulapelwa.
Di bawah arahan Wiel Coerver, Timnas Indonesia berhasil mencapai final SEA Games 1979, meskipun akhirnya kalah melalui adu penalti melawan Thailand. Ini merupakan salah satu dari dua kekalahan pahit yang dialami Coerver bersama Timnas Indonesia, setelah sebelumnya pada 26 Februari 1976, mereka juga kalah dalam adu penalti melawan Korea Utara yang menggagalkan impian Indonesia untuk berlaga di Olimpiade Montreal 1976.
Namun demikian, Wiel Coerver tetap memiliki tempat istimewa di hati rakyat Indonesia, terutama bagi para pemain yang pernah dibimbingnya. Pengaruhnya dalam sepak bola Indonesia masih dikenang hingga saat ini.