Tradisi Bangunin Sahur di Indonesia, Antara Budaya dan Toleransi

Sejarah dan Perkembangan Tradisi Membangunkan Sahur

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 28 Jan 2025, 14:20 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2025, 14:20 WIB
Tradisi Remaja di Jakarta Membangunkan Sahur
Foto yang diambil pada 19 Mei 2018, para pemuda bernyanyi dan memukul drum berkeliling sekitar lingkungan mereka di Jakarta. Kegiatan tersebut merupakan tradisi selama bulan ramadan membangunkan warga untuk sahur. (AFP PHOTO/BAY ISMOYO)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tradisi bangunin sahur telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bulan Ramadan di Indonesia, menciptakan kenangan dan momen spesial bagi banyak orang. Setiap tahunnya, suara beduk, kentongan, dan seruan "sahur-sahur" menggema di berbagai pelosok negeri, menandai datangnya waktu sahur bagi umat Muslim yang akan menjalankan ibadah puasa. Aktivitas bangunin sahur ini tidak hanya sekadar membangunkan orang untuk makan sahur, tetapi juga menjadi cerminan kebersamaan dan gotong royong masyarakat Indonesia.

Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, tradisi bangunin sahur tetap bertahan meski dengan berbagai adaptasi dan perubahan. Meskipun kini banyak orang telah menggunakan alarm digital di ponsel mereka, kehadiran para pemuda yang berkeliling kampung untuk bangunin sahur masih dapat ditemui di berbagai daerah. Tradisi ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai sosial dan kebersamaan masih dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia.

Namun, seperti halnya tradisi lainnya, praktik bangunin sahur juga menghadapi berbagai tanggapan dari masyarakat. Beberapa pihak menganggapnya sebagai bagian penting dari identitas budaya Ramadan, sementara yang lain merasa perlu adanya penyesuaian agar tidak mengganggu ketenangan publik. Hal ini memunculkan diskusi tentang bagaimana melestarikan tradisi sambil tetap menghormati keberagaman masyarakat.

Lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi seputar tradisi bangunin sahur di Indonesia, pada Selasa (28/1).

Sejarah dan Perkembangan Tradisi Membangunkan Sahur

Tradisi Bangunkan Sahur
Sejumlah anak menggunakan alat musik dari tong sampah untuk membangunkan warga saat sahur di kawasan Mekarsari, Depok, Jawa Barat, Rabu (8/5/2019). Dengan alat seadanya, anak-anak penuh semangat berkeliling membangunkan warga sekitar untuk sahur. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Tradisi membangunkan sahur sebenarnya memiliki akar sejarah yang panjang dan berasal dari Timur Tengah. Menurut catatan sejarah yang tercatat dalam dokumen Kementerian Agama Kuwait dan Mesir, tradisi ini mulai berkembang pesat pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada masa itu, selain seruan muazin, masyarakat juga mengenal penggunaan dentuman meriam sebagai penanda waktu sahur, sebuah praktik yang menjadi populer pada masa Kekhalifahan Mamluk sekitar tahun 865 Hijriah.

Ketika Islam masuk ke Nusantara, tradisi ini kemudian beradaptasi dengan kondisi geografis dan sosial budaya setempat. Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kekayaan budayanya mengembangkan berbagai cara unik untuk membangunkan sahur, disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Hal ini melahirkan beragam tradisi lokal yang memperkaya khazanah budaya Ramadan di Indonesia.

Pada masa lalu, penggunaan suara yang keras dalam membangunkan sahur memiliki alasan praktis. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari hutan-hutan, pemukiman yang berjauhan, dan infrastruktur yang masih terbatas membuat diperlukannya cara-cara khusus untuk memastikan semua umat Muslim dapat bangun untuk sahur. Tradisi ini kemudian berkembang menjadi gerakan kolektif yang mencerminkan semangat sosial dan kebersamaan masyarakat.

 

Ragam Tradisi Membangunkan Sahur di Berbagai Daerah

Indonesia memiliki beragam tradisi unik dalam membangunkan sahur, yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Di Jakarta, tradisi ini dikenal dengan sebutan "ngarak bedug", di mana sekelompok orang berkeliling kampung dengan memainkan bedug. Sementara itu, di Lampung terdapat tradisi "klote'an", dan di Gorontalo dikenal dengan istilah "koko'o". Di daerah Morowali, Sulawesi Tengah, masyarakat mengenal tradisi "denga-dengo".

Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam pelaksanaan tradisi ini. Beberapa menggunakan alat musik tradisional, sementara yang lain mengandalkan teriakan dan nyanyian. Ada pula yang mengkombinasikan berbagai elemen, seperti penggunaan speaker kecil dan alat musik modern, menunjukkan bagaimana tradisi ini terus beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Meskipun cara pelaksanaannya berbeda-beda, semua tradisi ini memiliki tujuan yang sama: membangun semangat kebersamaan dan memastikan umat Muslim dapat menunaikan ibadah sahur. Keberagaman ini menjadi bukti kekayaan budaya Indonesia dan kemampuan masyarakat untuk mempertahankan tradisi sambil beradaptasi dengan perubahan zaman.

Pandangan Masyarakat dan Aspek Toleransi

Dalam perkembangannya, tradisi membangunkan sahur menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Bagi sebagian orang, tradisi ini merupakan bagian tak terpisahkan dari suasana Ramadan yang dirindukan setiap tahunnya. Kenangan akan suara beduk dan teriakan "sahur-sahur" menjadi momen spesial yang menambah kehangatan bulan suci.

Namun, ada pula kelompok masyarakat yang merasa perlu adanya penyesuaian dalam pelaksanaan tradisi ini. Mereka berpendapat bahwa membangunkan sahur sebaiknya dilakukan dengan cara yang lebih santun dan tidak mengganggu ketenangan publik, terutama mengingat keberagaman masyarakat Indonesia yang tidak semuanya beragama Islam.

Para tokoh masyarakat dan pemuka agama juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara melestarikan tradisi dan menghormati hak orang lain. Mereka mengingatkan bahwa toleransi beragama dapat diwujudkan dengan tetap menjalankan ibadah sambil memperhatikan kenyamanan sesama.

Adaptasi Tradisi di Era Modern

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, tradisi membangunkan sahur mengalami berbagai adaptasi. Di era digital ini, banyak umat Muslim telah menggunakan alarm ponsel sebagai cara utama untuk bangun sahur. Namun, hal ini tidak serta-merta menghilangkan tradisi komunal membangunkan sahur yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia.

Beberapa komunitas telah melakukan modifikasi dalam cara membangunkan sahur. Penggunaan speaker portabel, drum band mini, dan alat musik modern menjadi alternatif dari alat-alat tradisional seperti bedug dan kentongan. Adaptasi ini menunjukkan bagaimana tradisi dapat bertahan dengan menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman.

Di beberapa daerah perkotaan, tradisi ini bahkan telah bertransformasi menjadi kegiatan sosial yang lebih terorganisir. Kelompok-kelompok pemuda masjid dan organisasi masyarakat merancang rute dan jadwal khusus untuk membangunkan sahur, dengan mempertimbangkan aspek ketertiban dan kenyamanan warga.

Tips Membangunkan Sahur yang Santun

Untuk menjaga keberlangsungan tradisi sekaligus menghormati keberagaman masyarakat, berikut beberapa tips membangunkan sahur yang santun:

Mengatur Volume dan Intensitas

  • Menghindari suara yang terlalu keras atau memekakkan telinga
  • Membatasi penggunaan alat musik dan pengeras suara
  • Memperhatikan jarak antar rumah saat berkeliling

Memperhatikan Waktu dan Durasi

  • Tidak terlalu awal atau terlalu lama dalam berkeliling
  • Membuat jadwal yang teratur dan konsisten
  • Menghindari berhenti terlalu lama di satu titik

Menghormati Lingkungan Sekitar

  • Mempertimbangkan keberadaan warga non-Muslim
  • Menghindari area yang telah melarang kegiatan membangunkan sahur
  • Berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat

Menjaga Etika dan Sopan Santun

  • Menggunakan kata-kata yang sopan dan tidak berteriak berlebihan
  • Menghindari candaan atau gurauan yang tidak perlu
  • Berpakaian rapi dan sopan saat berkeliling

Nilai-nilai Sosial dalam Tradisi Membangunkan Sahur

Tradisi Bangunkan Sahur
Sejumlah anak menggunakan alat musik dari tong sampah untuk membangunkan warga saat sahur di kawasan Mekarsari, Depok, Jawa Barat, Rabu (8/5/2019). Dengan alat seadanya, anak-anak penuh semangat berkeliling membangunkan warga sekitar untuk sahur. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Di balik tradisi membangunkan sahur, terdapat berbagai nilai sosial yang penting untuk dilestarikan:

1. Gotong Royong dan Kebersamaan

Tradisi ini mencerminkan semangat gotong royong masyarakat Indonesia, di mana sekelompok orang rela berkeliling untuk memastikan tetangga mereka dapat menunaikan ibadah sahur. Hal ini memperkuat ikatan sosial dan rasa kebersamaan dalam komunitas.

2. Kepedulian Sosial

Membangunkan sahur merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama, terutama bagi mereka yang mungkin kesulitan bangun sendiri atau tidak memiliki alarm. Tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia saling memperhatikan dan membantu.

3. Pelestarian Budaya

Melalui tradisi ini, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal tetap terjaga dan diwariskan ke generasi berikutnya. Setiap daerah memiliki cara uniknya sendiri dalam membangunkan sahur, yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia.

4. Toleransi dan Kerukunan

Praktik membangunkan sahur yang memperhatikan kenyamanan semua pihak dapat menjadi wadah pembelajaran tentang toleransi dan kerukunan dalam masyarakat yang beragam.

Tradisi membangunkan sahur merupakan warisan budaya yang patut dilestarikan dengan tetap memperhatikan perkembangan zaman dan keberagaman masyarakat. Adaptasi dan penyesuaian dalam pelaksanaannya menunjukkan bagaimana sebuah tradisi dapat tetap relevan dan bermakna di era modern.

Yang terpenting adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara melestarikan tradisi dan menghormati hak serta kenyamanan orang lain. Dengan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya toleransi, tradisi membangunkan sahur dapat terus menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang mengedepankan keharmonisan dalam keberagaman.

Ke depannya, diperlukan dialog dan kesepakatan bersama antara berbagai pihak untuk memastikan tradisi ini dapat terus berlanjut dengan cara yang menghormati semua elemen masyarakat. Dengan demikian, nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi membangunkan sahur dapat terus memberikan manfaat bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya