Memahami Undang-Undang THR, Panduan Lengkap Hak dan Kewajiban Pemberian Tunjangan Hari Raya

Pelajari ketentuan lengkap tentang Undang-Undang THR terbaru, termasuk besaran, waktu pembayaran, sanksi, dan hak-hak pekerja. Pahami aturan pemberian THR sesuai regulasi yang berlaku.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 01 Feb 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2025, 14:00 WIB
Good News Today: Jajanan Buka Puasa, Makanan Sehat, THR PNS
Ilustrasi THR. (via: istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha kepada pekerja/buruh menjelang hari raya keagamaan. Kebijakan ini telah diatur secara rinci dalam berbagai regulasi untuk memastikan kesejahteraan pekerja dan memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

Undang-undang THR di Indonesia mengalami beberapa perubahan seiring waktu, dengan penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasi berbagai kondisi kerja dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja. Aturan terbaru mengenai THR tertuang dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan diperkuat dengan berbagai peraturan turunannya.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang undang-undang THR, mulai dari dasar hukum, besaran THR, waktu pembayaran, hingga sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan yang berlaku, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Sabtu (1/2/2025).

Dasar Hukum Pemberian THR

Regulasi tentang Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia telah mengalami beberapa kali penyempurnaan untuk mengakomodasi dinamika hubungan industrial dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja. Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum dalam pemberian THR.

Dasar hukum utama pemberian THR adalah UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, khususnya pada Pasal 81 angka 28 yang merevisi Pasal 88E UU Ketenagakerjaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa THR merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan. Ketentuan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur secara detail tentang tata cara pemberian THR keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Untuk implementasi terkini, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024. Surat edaran ini memberikan panduan teknis dan menegaskan kembali kewajiban pemberian THR secara penuh tanpa cicilan, dengan tenggat waktu maksimal 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Selain regulasi di atas, pemberian THR juga mengacu pada berbagai peraturan turunan lainnya seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan dan Permenaker Nomor 20/2016 tentang tata cara pemberian sanksi administratif. Peraturan-peraturan ini saling melengkapi untuk memastikan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam pemberian THR.

Rangkaian regulasi ini membentuk kerangka hukum yang komprehensif dalam pengaturan THR di Indonesia. Dengan adanya landasan hukum yang jelas, baik pengusaha maupun pekerja memiliki acuan yang pasti mengenai hak dan kewajiban terkait pemberian THR, serta konsekuensi hukum yang mungkin timbul jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku.

Ketentuan Umum Pemberian THR

Ilustrasi THR.
Ilustrasi THR. (Liputan6.com)... Selengkapnya

Ketentuan umum pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) telah diatur secara rinci dalam berbagai regulasi untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dan pekerja. Aturan ini mencakup berbagai aspek mulai dari kriteria penerima, besaran THR, hingga mekanisme perhitungannya.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, setiap pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapatkan THR. Ketentuan ini berlaku universal, baik bagi pekerja tetap maupun pekerja tidak tetap, termasuk mereka yang bekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Prinsip ini menegaskan bahwa THR adalah hak dasar pekerja yang tidak dapat diabaikan.

Untuk pekerja yang telah memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih, mereka berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji penuh. Komponen gaji yang diperhitungkan dalam THR meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja. Besaran ini mencerminkan prinsip proporsionalitas dan keadilan dalam pemberian THR.

Sementara itu, bagi pekerja dengan masa kerja antara 1 hingga 12 bulan, THR diberikan secara proporsional menggunakan rumus perhitungan: masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan gaji. Misalnya, jika seorang pekerja telah bekerja selama 6 bulan dengan gaji Rp5.000.000, maka THR yang diterima adalah: (6/12) × Rp5.000.000 = Rp2.500.000. Perhitungan ini memastikan pemberian THR yang adil sesuai dengan masa pengabdian pekerja.

Peraturan juga mengatur bahwa perusahaan yang memiliki ketentuan pemberian THR lebih baik dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), wajib memberikan THR sesuai kesepakatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi THR bersifat standar minimal, di mana perusahaan dapat memberikan THR lebih besar dari ketentuan dasar yang berlaku.

Pemahaman terhadap ketentuan umum pemberian THR ini sangat penting bagi kedua belah pihak. Bagi pengusaha, ini menjadi panduan dalam memenuhi kewajiban hukumnya, sementara bagi pekerja, pemahaman ini membantu memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kejelasan aturan ini juga membantu mencegah terjadinya perselisihan industrial terkait pemberian THR.

Waktu dan Mekanisme Pembayaran

Ilustrasi THR
Ilustrasi THR. (Image by 8photo on Freepik)... Selengkapnya

Aspek penting dalam pemberian THR adalah waktu dan mekanisme pembayarannya. Regulasi yang ada telah mengatur secara detail tentang kedua hal ini untuk memastikan pekerja dapat menerima haknya tepat waktu dan sesuai ketentuan. Berikut adalah ketentuan lengkap terkait waktu dan mekanisme pembayaran THR:

1. Jadwal Pembayaran THR

THR wajib dibayarkan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan yang bersangkutan. Ketentuan ini berlaku universal untuk semua perayaan keagamaan, termasuk Idul Fitri bagi pekerja Muslim, Natal bagi pekerja Kristiani, Waisak bagi pekerja Buddha, dan Nyepi bagi pekerja Hindu. Pembatasan waktu ini dimaksudkan agar pekerja dapat memanfaatkan THR untuk persiapan perayaan hari raya.

2. Sistem Pembayaran

Pembayaran THR harus dilakukan secara penuh dalam satu kali pembayaran. Peraturan secara tegas melarang sistem pembayaran THR secara bertahap atau dicicil. Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa THR keagamaan wajib dibayarkan penuh tanpa dicicil untuk melindungi kepentingan pekerja dalam memenuhi kebutuhan hari raya.

3. Mekanisme Transfer

Pembayaran THR dapat dilakukan melalui transfer bank atau pembayaran tunai sesuai dengan sistem penggajian yang berlaku di perusahaan. Perusahaan wajib memberikan bukti pembayaran THR yang mencantumkan rincian perhitungan besaran THR yang diterima pekerja. Transparansi ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memudahkan verifikasi jika terjadi perselisihan.

4. Sanksi Keterlambatan

Perusahaan yang terlambat atau tidak membayar THR akan dikenakan sanksi administratif berupa:

  • Denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan
  • Sanksi administratif berupa teguran tertulis
  • Pembatasan kegiatan usaha
  • Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
  • Pembekuan kegiatan usaha

5. Monitoring dan Pengawasan

Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan di daerah melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan pembayaran THR. Pengawasan ini meliputi:

  • Pemeriksaan dokumen pembayaran THR
  • Verifikasi laporan pengaduan pekerja
  • Inspeksi langsung ke perusahaan jika diperlukan

Ketentuan waktu dan mekanisme pembayaran THR yang jelas ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Bagi pekerja, ketentuan ini menjamin hak mereka untuk menerima THR tepat waktu dan sesuai perhitungan. Sedangkan bagi pengusaha, aturan ini memberikan kerangka kerja yang jelas dalam memenuhi kewajiban pembayaran THR, sekaligus konsekuensi yang harus ditanggung jika terjadi pelanggaran.

Pengawasan dan Perlindungan

demo-thr-130805b.jpg
Ilustrasi Demo THR... Selengkapnya

Untuk memastikan implementasi regulasi THR berjalan efektif, pemerintah telah menyiapkan berbagai mekanisme pengawasan dan perlindungan bagi pekerja. Sistem ini dirancang untuk mencegah pelanggaran dan menyelesaikan perselisihan terkait pembayaran THR secara adil dan efisien.

Kementerian Ketenagakerjaan secara rutin membuka Posko THR menjelang hari raya keagamaan. Posko ini menyediakan layanan konsultasi dan menerima pengaduan terkait THR melalui berbagai platform, termasuk website poskothr.kemnaker.go.id, call center 1500-630, dan WhatsApp di nomor 08119521151. Fasilitas ini memudahkan pekerja untuk mendapatkan informasi dan mengajukan keluhan jika terjadi masalah dalam penerimaan THR.

Di tingkat daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diwajibkan membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran. Satgas ini bertugas melakukan pengawasan dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan pembayaran THR di wilayahnya. Mereka juga berwenang melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan yang diduga melanggar ketentuan pembayaran THR.

Jika terjadi perselisihan terkait THR, mekanisme penyelesaian dilakukan secara bertahap. Langkah pertama adalah pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat, yang kemudian akan memfasilitasi proses mediasi antara pengusaha dan pekerja. Jika mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, kasus dapat dibawa ke pengadilan hubungan industrial sebagai upaya hukum terakhir.

Pengusaha yang terbukti melanggar ketentuan pembayaran THR akan dikenakan sanksi bertingkat. Dimulai dari denda administratif sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan, sanksi dapat meningkat menjadi pembatasan kegiatan usaha jika pelanggaran berlanjut. Pengenaan sanksi ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi finansial perusahaan yang dibuktikan dengan laporan keuangan dua tahun terakhir.

Sistem pengawasan dan perlindungan ini tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme penegakan hukum, tetapi juga sebagai upaya preventif untuk mencegah pelanggaran. Keberadaan posko pengaduan dan tim pengawas di lapangan memberikan efek deterrence bagi perusahaan sekaligus memberikan rasa aman bagi pekerja bahwa hak-hak mereka terlindungi oleh hukum.

Keberhasilan sistem ini bergantung pada partisipasi aktif semua pihak. Pekerja perlu proaktif melaporkan pelanggaran, pengusaha harus mematuhi regulasi, dan pemerintah wajib menjalankan fungsi pengawasan secara konsisten. Dengan kolaborasi yang baik, implementasi regulasi THR dapat berjalan efektif demi terciptanya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.

Undang-undang THR memberikan kerangka hukum yang jelas untuk melindungi hak pekerja dan memberikan panduan bagi pengusaha dalam memenuhi kewajibannya. Pemahaman yang baik tentang regulasi ini penting bagi kedua belah pihak untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.

Bagi pekerja, penting untuk memahami hak-hak terkait THR dan mekanisme pengaduan jika terjadi pelanggaran. Sementara bagi pengusaha, kepatuhan terhadap undang-undang THR tidak hanya menghindari sanksi tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya