Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan resmi menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2025. Surat ini ditujukan kepada seluruh Gubernur di Indonesia dan mengatur kewajiban perusahaan dalam membayarkan THR bagi pekerja/buruh di Indonesia, terutama menjelang Hari Raya Idulfitri.
Dalam Surat Edaran ini, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menekankan bahwa THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh oleh pengusaha paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Tidak ada opsi pembayaran THR secara cicilan, dan seluruh perusahaan diminta memberikan perhatian penuh atas ketentuan ini.
Baca Juga
Aturan ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh. Pelaksanaan pemberian THR ini tidak hanya bersifat normatif, tapi juga dikawal melalui pengawasan pemerintah daerah hingga posko pengaduan khusus. Berikut informasinya, dirangkum Liputan6, Minggu (23/3).
Advertisement
THR Wajib Diberikan Tanpa Cicilan dan Tepat Waktu
Pemerintah menegaskan bahwa seluruh perusahaan di Indonesia wajib memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan kepada pekerja atau buruh secara penuh dan tidak dicicil, dengan waktu pembayaran paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan berlangsung sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04.00/III/2025.
Ketentuan waktu pembayaran THR ini bersifat mutlak dan wajib diikuti oleh seluruh perusahaan, tanpa terkecuali, dan apabila dilanggar akan berpotensi menimbulkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.
Pemberian THR ini merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan dalam memenuhi hak pekerja sekaligus menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga pekerja menjelang hari besar keagamaan, serta bagian dari penguatan sistem pengupahan nasional.
"Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja/Buruhmerupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan Pekerja/Buruh dan keluarganya dalammenyambut Hari Raya Keagamaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh diPerusahaan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harusd ilaksanakan oleh peng usaha kepada Pekerja/Buruh." bunyi surat tersebut, mengutip poskothr.kemnaker.go.id.
Advertisement
Siapa Saja yang Berhak Menerima THR?
Pekerja yang berhak menerima THR keagamaan berdasarkan Surat Edaran tersebut mencakup seluruh pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja satu bulan atau lebih secara terus-menerus, terlepas dari status hubungan kerjanya baik perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun waktu tertentu (PKWT).
Bagi pekerja yang memiliki masa kerja selama 12 bulan atau lebih secara terus-menerus, maka besaran THR yang diberikan adalah setara dengan satu bulan upah sesuai dengan jumlah gaji terakhir yang diterima sebelum Hari Raya Keagamaan.
Sementara itu, bagi pekerja dengan masa kerja antara satu hingga dua belas bulan, besaran THR diberikan secara proporsional dengan rumus perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan satu bulan upah, sehingga tetap mencerminkan keadilan dan kesesuaian dengan kontribusi kerja yang telah diberikan.
"THR Keagamaan diberikan kepada: a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secaraterus menerus atau lebih. b. Pekerja/Buruh yang mempunyai Hubungan Kerja dengan Pengusaha berdasarkan pedanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian keriawaktu tertentu." bunyi surat tersebut.
Cara Perhitungan THR Sesuai Masa Kerja dan Sistem Upah
Perhitungan THR disesuaikan dengan jenis hubungan kerja dan sistem pengupahan pekerja, di mana bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun atau lebih, THR dihitung dari satu bulan upah penuh yang diterima selama 12 bulan terakhir secara rata-rata sebelum Hari Raya Keagamaan.
Untuk pekerja harian lepas yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih, maka THR dihitung berdasarkan rata-rata upah harian selama 12 bulan terakhir, sedangkan bagi yang bekerja kurang dari 12 bulan, dihitung dari rata-rata upah selama masa kerja tersebut.
Apabila pekerja dibayar berdasarkan satuan hasil atau sistem borongan, maka perhitungan THR mengikuti rata-rata pendapatan dari hasil kerja selama 12 bulan terakhir, sehingga mencerminkan pendapatan yang layak diterima pekerja menjelang hari raya.
Advertisement
Ketentuan Tambahan Jika THR Lebih Besar dari Perjanjian Kerja
Dalam hal terdapat perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan perusahaan yang menetapkan nilai THR lebih besar dari ketentuan yang ditetapkan pemerintah, maka pengusaha tetap wajib membayar THR sesuai dengan nilai yang lebih besar tersebut.
Hal ini berarti perusahaan yang secara konsisten memberikan THR lebih besar dari satu bulan gaji berdasarkan kebijakan internal atau kesepakatan bersama, tidak dapat menurunkan nilai THR ke tingkat minimal yang ditentukan oleh pemerintah.
Kebijakan ini bertujuan menjaga kontinuitas kesejahteraan pekerja serta memberikan kepastian hukum bahwa hak pekerja yang telah melekat secara kebiasaan atau kesepakatan tidak boleh dikurangi secara sepihak oleh perusahaan.
"Bagi Perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR Keagamaan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, ataukebiasaan, lebih besardari nilaiTHR Keagamaan sebagaimana nomor 3 di atas,maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerjalburuh sesuai denganPerjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, ataukebiasaan tersebut." bunyi poin nomor 6, SE tersebut.
Mekanisme Pengawasan dan Posko THR 2025
Untuk memastikan seluruh perusahaan mematuhi kewajiban pemberian THR sesuai ketentuan, Kementerian Ketenagakerjaan menginstruksikan Gubernur di seluruh Indonesia untuk mendorong perusahaan membayar THR tepat waktu serta membentuk Pos Komando Satgas THR yang terintegrasi melalui laman https://poskothr.kemnaker.go.id.
Selain bertujuan mengawasi pembayaran THR, posko ini juga menjadi sarana pelayanan konsultasi dan penegakan hukum terkait pelanggaran pemberian THR, baik berupa keterlambatan maupun ketidakpatuhan terhadap jumlah yang dibayarkan.
Melalui posko ini, pekerja/buruh dapat menyampaikan keluhan atau aduan jika ditemukan ketidaksesuaian dalam pemberian THR, sementara pemerintah daerah ditugaskan untuk menyampaikan surat edaran ini kepada para bupati, wali kota, dan pemangku kepentingan terkait.
"Untuk mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THRKeagamaan, agar masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten/kotamembentuk Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) KetenagakerjaanPelayanan Konsultasidan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya KeagamaanTahun 2025 yang terintegrasi melalui laman: https://poskothr.kemnaker.go.id/dashboard" tulis SE tersebut lagi.
Isi surat lengkap bisa diakses di sini: Isi Surat SE Menaker Tentang Pelaksanaan Pemberian THR 2025
Advertisement
Pertanyaan dan Jawaban Seputar THR 2025
1. Kapan batas terakhir pembayaran THR 2025?
Paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan (Idulfitri 2025).
2. Apakah THR bisa dicicil oleh perusahaan?
Tidak, THR wajib dibayarkan secara penuh dan tidak boleh dicicil.
3. Siapa saja yang berhak menerima THR?
Seluruh pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan secara terus-menerus.
4. Bagaimana perhitungan THR untuk pekerja harian lepas?
Dihitung berdasarkan rata-rata upah 12 bulan terakhir atau masa kerja jika kurang dari 12 bulan.
5. Apakah perusahaan boleh membayar THR lebih dari 1 bulan gaji?
Boleh, jika hal itu tertuang dalam perjanjian kerja atau kebiasaan perusahaan.
