Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Irman mengaku, kedatangannya untuk mendiskusikan Undang-undang (UU) MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3) bersama pimpinan KPK.
Apalagi belakangan muncul kabar bahwa terdapat sejumlah poin dalam UU yang baru saja disahkan DPR saat hari pencoblosan Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 lalu tersebut. UU itu dianggap tidak mendukung terciptanya pemerintahan bersih.
"Agenda kami ini diskusi dengan pimpinan KPK mengenai UU MD3 yang kami lihat semangat untuk good governance-nya kurang," ujar Irman di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/7/2014).
Irman menjelaskan, salah satu poin yang menjadi fokus dan akan dibahas bersama KPK menyangkut pasal yang memberi peluang kepada anggota DPR memperoleh hak istimewa di hadapan hukum. Dalam hal ini anggota DPR mesti mendapat izin Dewan Kehormatan DPR (sebelumnya bernama Badan Kehormatan DPR).
Karena itu, Irman melihat, poin tersebut harus digarisbawahi sebab terkesan bertolak belakang dengan asas equality before the law atau persamaan semua orang di mata hukum.
"Hal-hal yang berkaitan yang melanggar pasal konstitusi adalah Pasal 27 ayat 1 dimana dikatakan di sana setiap warga negara sama di muka hukum dan pemerintahan tanpa kecuali. Jadi kalau ada anggota dewan diberikan hak yang kecuali berarti kan tidak equality before the law," kata Irman yang sempat mengikuti konvensi capres Partai Demokrat ini.
Hal yang juga akan dibahas, kata Irman, yaitu menyangkut kesetaraan hubungan DPD, dan DPR dalam pembahasan dan pengajuan UU itu. Sebab, politisi Partai Demokrat itu juga menyesalkan soal DPD yang tidak pernah dilibatkan mengenai pembahasan UU MD3.
Terkait hal ini, Irman mengaku pihaknya sudah membentuk tim investigasi. Dia menambahkan, langkah selanjutnya yang dipersiapkan adalah mengajukan judicial review atau uji materi atas UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami juga sudah menyiapkan sengketa kewenangan," ucap Irman.
Di dalam UU MD3 itu juga menyetujui, pimpinan DPR dipilih dan ditentukan oleh setiap anggota DPR berdasarkan partai politik. Ini berarti partai pemenang Pileg 2014 lalu, yakni PDIP yang mengusung Jokowi-JK tak lantas otomatis bisa menjadi pimpinan DPR. (Mut)