Liputan6.com, Yogyakarta - Perjalanan kuliner nasi goreng magelangan memiliki jejak sebagai makanan yang identik dengan Kota Magelang namun justru meraih popularitas di Yogyakarta. Hidangan yang menggabungkan nasi goreng dengan mie kuning ini menjadi makanan jalanan yang bertahan hingga sekarang.
Mengutip dari berbagai sumber, sejarah magelangan berawal dari warung tegal (warteg) di kawasan Magelang pada dekade 1970-an. Para pedagang warteg yang kebanyakan berasal dari Tegal meracik menu gabungan dari sisa nasi dan mi yang tidak habis terjual.
Advertisement
Inovasi sederhana ini kemudian berkembang menjadi menu tersendiri seiring permintaan pelanggan yang terus meningkat. Karakteristik utama magelangan terletak pada penggunaan mie bakmi atau mie ayam yang memiliki tekstur lebih tebal dan kenyal dibanding mie instan.
Advertisement
Baca Juga
Bumbu dasar terdiri dari rempah-rempah seperti bawang putih, bawang merah, cabai, dan seledri. Proses memasaknya menggunakan tungku arang yang menghasilkan aroma smoky pada hidangan.
Penyebaran magelangan ke Yogyakarta terjadi melalui jalur perdagangan antara kedua kota. Pedagang dari Magelang yang berjualan di kawasan sekitar kampus dan pusat keramaian Yogyakarta membawa menu ini.
Mahasiswa dan pekerja malam menjadi konsumen utama yang mendorong popularitas magelangan di kota pelajar tersebut. Berbeda dengan nasi goreng ruwet dari Semarang atau nasi goreng mawut dari Solo yang menggunakan bihun, magelangan konsisten dengan penggunaan mie kuning tebal.
Kubis yang dicacah halus dan suwiran ayam menjadi pelengkap standar dalam hidangan ini. Telur yang digoreng setengah matang dengan pinggiran yang garing menjadi ciri khas penyajiannya.
Perkembangan magelangan merupakan dinamika sosial ekonomi masyarakat urban. Dari makanan sisa yang diolah ulang, kini magelangan hadir di berbagai segmen, mulai dari warung pinggir jalan hingga restoran. Harga yang terjangkau dan porsi yang mengenyangkan menjadikan magelangan sebagai pilihan makanan bagi banyak orang.
Adaptasi magelangan terhadap selera lokal menghasilkan beragam variasi. Di Yogyakarta, magelangan cenderung memiliki rasa manis gurih karena pengaruh masakan Jawa. Sementara di kota asalnya, Magelang, hidangan ini mempertahankan cita rasa kaldu yang kuat dengan sentuhan pedas yang lebih dominan.
Penulis: Ade Yofi Faidzun