Jokowi Diharapkan Susun Kabinet Ramping, Hanya 25 Kementerian

Menurut Anwar, jika pemerintahan Jokowi-JK nanti tidak berubah, nantinya akan tetap ada inefisiensi.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 14 Agu 2014, 05:50 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2014, 05:50 WIB
Ilustrasi Jokowi-JK (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Jokowi-JK (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Perbaikan perlu dilakukan pada susunan kabinet pemerintahan mendatang. Direktur Pusat Kajian Analis Lembaga Administrasi Negara, Anwar Sanusi memberi masukan agar susunan kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendatang lebih ramping.

"Situasi politik membuat jumlah kementerian membengkak. Transaksi politik melatarbelakangi dibentuknya kementerian yang membengkak. Indonesia pernah memiliki kementerian yang efisien,"  kata Anwar di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Anwar mencontohkan, pulau-pulau kecil di Indonesia seringkali menerima overlapping atau tumpang tindih dari kementerian yang ada. Pulau kecil diurus Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara, kalau ada kemiskinan maka ditangani pula oleh Kementerian Sosial.

"Kemudian, pulau kecil biasanya masuk daerah tertinggal. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal juga menangani. Ini overlapping yang luar biasa," terang dia.

Anwar menjelaskan, dalam kabinet yang disusun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II memiliki 34 kementerian. Jumlah kementerian tersebut dinilai hanya dimiliki negara berkembang.

"China yang memiliki 1,3 miliar penduduk hanya memiliki 23 kementerian. Inggris hanya 26 kementerian. Korea Selatan hanya 17 kementerian. Yang memiliki lebih dari 30 kementerian adalah negara-negara yang baru berkembang," papar dia.

"Sebaiknya, kabinet Jokowi-JK mendatang hanya memiliki 25 kementerian," tegas Anwar.

Menurut Anwar, jika pemerintahan Jokowi-JK nanti tidak berubah, nantinya akan tetap ada inefisiensi. Lebih dari itu, kepercayaan publik terhadap pemerintahan akan luntur. Kepentingan politik akan tetap diutamakan nantinya. Tujuan utama pemerintah untuk fokus kesejahteraan rakyat terabaikan.

Sementara Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika membenarkan, selama ini overlapping program pemerintah sering terjadi. Bahkan, overlapping ini sudah direncanakan sejak jauh.

"APBN yang disusun masih belum sepenuhnya mengadopsi anggaran yang paling diprioritaskan," tandas Erani.

Baca juga:

Usai Sidang Pengacara Prabowo-Hatta Nilai KPU Sembunyikan Sesuatu

Sidang Gugatan Pilpres Ditunda Esok Pagi, Peserta Sidang Nyeletuk

Dengar Suara Lantang Saksi, Hakim Ngantuk Jadi Tersentak

(Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya