4 Amalan Sunnah saat I'tikaf, Kunci Meraih Ibadah yang Sempurna Bulan Ramadhan

Melalui amalan-amalan sunnah saat i'tikaf, seseorang tidak hanya memperoleh pahala yang lebih besar, tetapi juga meraih ibadah yang sempurna dan penuh keberkahan.

oleh Putry Damayanty Diperbarui 23 Mar 2025, 03:20 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2025, 03:20 WIB
Melihat Kebersamaan Umat Muslim Berbuka Puasa Ramadhan di Masjid Istiqlal
"Makan sahur tidak kita siapkan. Kecuali 10 hari terakhir Ramadhan bagi jemaah yang ingin iktikaf, kita siapkan 1.500 boks," ucapnya. (Liputan6 com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - I'tikaf merupakan ibadah yang sangat mulia dan biasanya dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Tujuan utama dari i'tikaf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara menghabiskan waktu dalam beribadah.

Bagi sebagian besar umat Islam, iktikaf menjadi momen yang tepat untuk meluruskan niat, meningkatkan kualitas amalan, dan memfokuskan diri dalam beribadah tanpa gangguan duniawi.

Untuk dapat mengoptimalkan i'tikaf saat Ramadan, ada beberapa hal sunnah yang dapat dikerjakan. Melaksanakan amalan sunnah ini dengan penuh kesungguhan dan ketulusan hati akan dapat membantu kita dalam meraih keutamaanya. 

Dengan mengetahui dan melaksanakan amalan saat i'tikaf, kita tidak hanya akan mendapatkan pahala dari Allah, tetapi juga menghidupkan malam-malan Ramadhan dengan lebih sempurna dan bermakna.

 

Promosi 1

Saksikan Video Pilihan ini:

Hal-hal yang Disunnahkan saat I'tikaf

Intip Muslim Afghanistan Iktikaf Berburu Lailatul Qadar
Seorang Muslim membaca Alquran saat Itikaf di masjid di Kabul, Afghanistan, Selasa (4/5/2021). Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, umat Muslim melakukan Itikaf dengan berzikir, berdoa dan sholat sunnah untuk menantikan malam Lailatul Qadar. (AP Photo/Rahmat Gul)... Selengkapnya

Melansir dari laman NU Online, penjelasan tentang hal-hal yang dianjurkan pada saat i’tikaf dijelaskan dalam berbagai kitab turats, salah satunya seperti yang dijelaskan oeh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab berikut:

قال الشافعي والأصحاب فالأولى للمعتكف الاشتغال بالطاعات من صلاة وتسبيح وذكر وقراءة واشتغال بعلم تعلما وتعليما ومطالعة وكتابة ونحو ذلك ولا كراهة في شئ من ذلك ولا يقال هو خلاف الأولى هذا مذهبنا وبه قال جماعة منهم عطاء والأوزاعي وسعيد بن عبد العزيز

“Imam Syafi’i dan ashab (para pengikutnya) berkata, ‘Hal yang utama bagi orang yang beri’tikaf adalah menyibukkan diri dengan ketaatan dengan melaksanakan shalat, bertasbih, berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan menyibukkan diri dengan ilmu dengan cara belajar, mengajar, membaca, dan menulis serta hal-hal sesamanya. Tidak dihukumi makruh dalam melaksanakan satu pun dari hal-hal di atas, dan tidak bisa disebut sebagai menyalahi hal yang utama (khilaf al-aula). Ketentuan ini merupakan pijakan mazhab kita (mazhab Syafi’i), dan pendapat ini diikuti oleh golongan ulama, seperti Imam ‘Atha, al-Auza’i, Sa’id bin Abdul Aziz” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 528).

Dalam referensi lain, yakni kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Imam as-Syafi’i juga menjelaskan tentang kesunnahan saat melaksanakan i’tikaf:

يستحب للمعتكف الاشتغال بطاعة الله تعالى، كذكر الله تعالى، وقراءة القرآن، ومذاكرة العلم، لأنه أدعى لحصول المقصود من الاعتكاف. الصيام، فإن الاعتكاف مع الصيام أفضل. وأقوى على كسر شهوة النفس وجمع الخاطر وصفاء النفس. أن يكون الاعتكاف في المسجد الجامع، وهو الذي تقام فيه الجمعة. أن لا يتكلم إلا لخير، فلا يشتم، ولا ينطق بغيبة، ونميمة، أو لغو من الكلام

“Disunnahkan bagi orang yang melaksanakan i’tikaf untuk melakukan beberapa hal. Pertama, menyibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan pada Allah, seperti berdzikir, membaca Al-Qur’an dan diskusi keilmuan. Sebab melaksanakan hal-hal ini akan menuntun terhadap maksud dari pelaksanaan i’tikaf.

Mengoptimalkan I'tikaf dengan Memperbanyak Amal Ibadah

Doa Menjemput Lailatul Qadar di Yerusalem
Muslim Palestina memanjatkan doa sambil menunggu Lailatul Qadar di luar Dome of the Rock, kompleks masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, Senin (11/6). Malam ganjil menjadi prioritas muslim beriktikaf untuk mendapat Lailatul Qadar. (AFP/AHMAD GHARABLI)... Selengkapnya

Kedua, berpuasa. Sesungguhnya i’tikaf dalam keadaan berpuasa itu lebih utama dan, kuat dalam memecah syahwat hawa nafsu, dapat memfokuskan pikiran dan menyucikan hati.

Ketiga, melaksanakan i’tikaf di masjid jami’, yakni masjid yang didirikan sholat Jumat.

Keempat, tidak berbicara kecuali perkataan yang baik. Ia tidak diperkenankan untuk mengumpat, menggunjing, adu domba, dan perkataan yang tidak ada gunanya” (Dr. Mushtofa Said al-Khin dan Dr. Mushtofa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Imam as-Syafi’i, juz 2, hal. 108)

Kesunnahan melaksanakan i’tikaf dalam keadaan berpuasa dalam referensi di atas tentu yang dimaksud adalah ketika i’tikaf dilaksanakan pada siang hari. Sehingga dapat kita pahami bahwa i’tikaf di siang hari dalam keadaan berpuasa dipandang lebih utama dibanding i’tikaf di malam hari. Namun, hal demikian tidak berlaku pada i’tikaf yang dilaksanakan pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebab malam-malam tersebut memiliki kekhususan berupa turunnya lailatul qadar. Sehingga i’tikaf pada sepuluh malam ini memiliki keutamaan tersendiri.

Maka sebaiknya bagi orang yang melaksanakan i’tikaf agar memperhatikan terhadap kesunnahan-kesunnahan pada saat i’tikaf yang telah dijelaskan di atas, serta mengamalkannya dengan penuh khidmat dan kekhusyu’an, sebab i’tikaf yang paling utama adalah i’tikaf yang di dalamnya banyak di isi dengan amal ibadah, berdasarkan kaidah “ma kâna aktsara fi’lan kâna aktsara fadlan” (sesuatu yang lebih banyak bentuk perbuatannya maka lebih banyak pula keutamaannya). Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya