Liputan6.com, Jakarta - "Ada anggota Transisi "kegesitan" datangi beberapa menteri, eselon I dan dirut BUMN. Ada aturannya, bukan kewajiban pemerintah," kicau Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam dalam akun Twitter-nya @dipoalam49‎.
Sebelum berkicau di dunia maya, Dipo sebelumnya pada Senin 1 September 2014 menerbitkan Surat Edaran No. SE-10/Seskab/IX/2014 mengenai Koordinasi dan Komunikasi dengan Tim Transisi Presiden Terpilih Periode 2014-2019.
Baca Juga
Surat edaran bertanggal 1 September 2014 yang ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) itu berisi himbauan agar koordinasi dan komunikasi dari Tim Transisi bentukan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) kepada Menteri dan Pimpinan Lembaga anggota Kabinet Indonesia Bersatu II dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Koordinator dan Menteri Sekretaris Negara.
Advertisement
Sekilas ciutan dan surat edaran itu mengungkapkan ada keberatan atau kekecewaan dari pihak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), khususnya Dipo Alam, terkait upaya Tim Transisi yang ingin berkoordinasi dengan pemerintahan saat ini sbelum SBY meninggalkan kursi kepresidenannya 20 Oktober mendatang.
Ciutan yang dibuat pada Rabu 3 September 2014 dan surat edaran ditembuskan ke Presiden SBY, Wakil Presiden Boediono, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menko Polhukam Djoko Suyanto, dan Menko Perekonomian Chaerul Tanjung kontan membuat Tim Transisi bereaksi, tak terkecuali Jokowi.
Menyadari adanya keberatan dari Pemerintahan SBY, dari kantornya di Balaikota DKI Jakarta, Jokowi yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI, tak membantah kalau Tim Transisinya dianggap bekerja terlalu cepat dan gesit dalam berkoordinasi.
"Ya mungkin terlalu lincah. Mungkin..." kata Jokowi, Jumat 5 September 2014. Kendati demikian, mantan Walikota Solo itu tak mau menyalahkan langkah Tim Transisinya. Jokowi menilai tim yang dipimpin Rini Soemarno itu mungkin karena terlalu semangat bekerja, sehingga muncul kesan mengintervensi dan menabrak prosedur yang berlaku.
"Saya kan lapangannya nggak tahu. Mungkin di lapangan terlalu semangat, gesit, dan lincah. Saya kan nggak ngerti. Sehingga karena terlalu semangat, mungkin saja. Tanyanya ke hal-hal yang tak perlu. Itu mungkin saja. Saya nggak ngerti," ucap Jokowi.
Meski mengaku tak tahu menahu bagaimana sepak terjang timnya di lapangan untuk berkoordinasi dengan pemerintahan SBY, Jokowi tetap meminta agar Tim Transisi tidak dipersulit dalam pekerjaan mereka. Alasannya, timnya memiliki waktu yang singkat untuk mengurus transisi pemerintahan.
Pada kesempatan ini, Jokowi yang mengatakan tidak merasa dihambat oleh munculnya aturan tersebut, mengungkapkan bahwa dia belum mendapatkan aduan dari Tim Transisi terkait koordinasi dan prosedur berkomunikasi dengan menteri di kabinet SBY-Boediono.
"Kalau izin, ya kita nanti minta izin. Jangan dibuat sulitlah. Kalau harus izin ke Menkopolkam ya saya izin, terus izin ke Pak Dipo Alam ya saya minta izin," ujar Jokowi usai menghadiri acara refleksi 3 tahun MP3EI di JCC, Senayan, Jakarta.
Sebenarnya, ujar Jokowi, dia tidak terlalu memikirkan aturan baru yang dibuat Seskab itu karena dia sebelumnya sudah membuat kesepakatan dengan SBY, sehingga Tim Transisi akan tetap berkoordinasi untuk mempersiapkan transisi kementerian hingga jelang pelantikan dia sebagai presiden pada 20 Oktober mendatang.
"Ini kan sudah ketemu, kemarin sudah ketemu Wapres, hari ini mau ketemu dengan Menko Perekonomian, nunggu urut-urutannya seperti itu. Selama ini ndak ada masalah," ‎ucap Jokowi.
"Tadi Pak Presiden SBY juga sudah menyampaikan, saya kira ingin ketemu lagi. Artinya ini berjalan, kami juga akan ketemu lagi. ‎Dari kita sendiri pun biasa saja (tidak merasa dihambat)," ‎ucap Jokowi.
Tak hanya Jokowi, Wasekjen PDIP Hasto Kristanto yang juga deputi Tim Transisi bereaksi atas pernyataan dan surat edaran yang dikeluarkan Seskab.
Di Rumah Transisi, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, sehari setelah keluarnya surat edaran dan setelah bertemu Wapres Boediono, Hasto mengatakan Tim Transisi akan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Perekonomian Chaerul Tanjung, dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.
"Wapres mempersilakan Tim Transisi sesuai arahan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk berkoordinasi dengan Menkopolhukam, Mensesneg, dan Menko Perekonomian," ungkap Hasto.
Kerisauan Pemerintahan SBY terkait langkah gesit tim untuk berkoordinasi beralasan. Pasalnya, seperti tertulis di Twitter Dipo, anggota Transisi tak hanya mendatangi menteri, tapi juga pejabat eselon I dan dirut BUMN. Bahkan diduga ada menteri yang sudah menjalin komunikasi dengan orang-orang di pemerintahan mendatang.
"Ada, ada (menjalin komunikasi), kalau tidak, saya tidak bikin surat edaran. Kan perlu ditertibkan. Kalau malah jalan sendiri-sendiri, tiba-tiba datang orang. Ini bukan case. Memang banyak penipuan-penipuan bisa terjadi. Jangan kegesitan, ada yang kegesitan," ujar Dipo.
Seharusnya lanjut Dipo, komunikasi oleh pembantu presiden yang masih tergabung dalam Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dengan Tim Transisi Jokowi dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan.
"Ada 3 menteri yang ditugaskan adalah Menko Polhukam, Menko Perekonomian, dan Mensesneg. Jadi mesti ada aturannya, jangan jalan-jalan sendiri," kata Dipo. "Ini bukan pemerintah bersama, tidak ada yang namanya pemerintah bersama. Jadi jangan jalan sendiri-sendiri," lanjut dia.
Soal adanya anggapan tentang pemerintah bersama telah diungkapkan oleh Presiden SBY. Presiden mengatakan tidak ada yang namanya pemerintahan bersama.
"Satu hal saya ingin meluruskan anggapan sekarang ini sebagai masa pemerintahan bersama, itu tidak ada sebetulnya. Pemerintahan sekarang adalah pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II hasil bentukan 2009. Jadi sampai dengan 20 Oktober 2014, segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan kita, saya yang bertanggung jawab," tandas SBY, Jumat (5/9/2014).
Karena itu, ujar SBY, pemerintahannya akan terus berupaya membantu pemerintahan mendatang yang dipimpin Jokowi-JK. "Agar beliau pada saatnya nanti siap untuk menjalankan tugas sebagai Presiden kita yang baru memimpin pemerintahan, pemerintahan yang baru pula," ujar SBY di Kantor Presiden.
Oknum Tak Bertanggung Jawab
Benarkah ada anggota Tim Transisi yang begitu gesit mendekati menteri-menteri di Pemerintahan SBY untuk berkoordinasi sehingga terkesan melanggar rambu-rambu?
Deputi Tim Transisi yang membidangi Infrastruktur, Perumahan Rakyat, dan Transportasi Publik Akbar Faisal menegaskan, tidak ada anggota Tim Transisi yang bergerak sendiri-sendiri menemui para menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
"Kalau mekanismenya itu tidak ada bergerak sendiri-sendiri, kalau Rumah Transisi yang ini. Entah kalau ada yang menamakan dirinya Tim Transisi yang lain. Kalau di sini jelas ada mekanisme penyuratan," kata Akbar di Rumah Transisi, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 5 September 2014.
Akbar menambahkan, Tim Transisi baru bergerak berkoordinasi dengan kementerian setelah Presiden SBY memberikan izin. Hingga saat ini, ujar Akbar, Tim Transisi baru mengajukan undangan untuk berkoordinasi dengan Menko Polhukam, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Koordinator Perekonomian.
"Kami berkoordinasi dengan tiga menteri itu. Kami menjalani itu sesuai yang diminta. Kami meminta waktu untuk bertemu dengan menko itu saja," jelas Akbar.
Deputi Bidang Arsitektur Kabinet Tim Transisi Andi Widjajanto juga menegaskan, Tim Transisi belum pernah bertemu menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Tim Transisi dijadwalkan bertemu Chaerul Tanjung pada Jumat 5 September 2014. Namun karena ada kendala teknis dari kedua pihak, pertemuan ditunda hingga Senin 8 September 2014 pekan depan. Menurut Andi, hingga kini Tim Transisi masih menyesuaikan jadwal yang rencananya dilakukan pekan depan.
"Kami masih menunggu pertemuan antara Menko dengan Kantor Transisi. Menteri Koordinator Perekonomian Chaerul Tanjung sedang dijadwalkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto itu Senin atau Selasa minggu depan," ujar Andi.
Pada kesempatan ini, Andi meminta maaf bila ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang menggunakan nama Tim Transisi Jokowi-JK untuk mendekati para menteri di Pemerintahan SBY.
"Dari Kantor Transisi minta maaf kalau ada pihak-pihak yang entah bagaimana menggunakan nama transisi, dan nama Jokowi-JK untuk langsung interaksi dengan mereka," kata Andi.
Kendati sempat membuat resah, namun ciutan dan surat edaran itu nyatanya membantu membuat semuanya menjadi jelas. Tim Transisi akhirnya mengetahui ada Tim Transisi gadungan yang mengirim surat ke beberapa kementerian teknis SBY.
Meski keberadaan Tim Transisi abal-abal itu tak mengganggu aktivitas Tim Transisi, namun Andi meminta maaf terkait kemunculan Tim Transisi gadungan itu. Terlebih mereka sudah membawa nama Jokowi-JK untuk kepentingan mereka.
"Kami dari Kantor Tim Transisi minta maaf ke Pemerintah jika memang ada pihak-pihak yang menggunakan nama Transisi, menggunakan nama Jokowi, menggunakan nama Pak JK untuk langsung berinteraksi dengan masyarakat," ujar Andi.
Dia menjelaskan, tim Transisi memiliki mekanisme tersendiri setiap berkomunikasi, terlebih dengan pemerintahan SBY. Semua tercatat dengan resmi, lengkap dengan surat rekomendasi. "Kami dari Kantor Transisi prosedurnya jelas," tukas Andi.
"1 Ada surat mandat, 2 hanya kepala staf dan para deputi, dan 3 permintaannya resmi dengan kop surat Kantor Transisi, di bawahnya ada tanda tangan kepala staf deputi dengan cap dari Kantor Transisi. Dengan itu maka permintaannya di luar tanggung jawab dari Kantor Transisi," pungkas Andi. (Riz)