Perang, 17 Juta Warga Yaman Kelaparan Selama Ramadan

Menurut UNICEF, lebih dari 2 juta anak Yaman kekurangan gizi akut dan satu anak balita meninggal dunia setiap 10 menit.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 30 Mei 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2017, 10:00 WIB
Seorang warga Yaman beserta anak-anaknya di desa Hazyaz, pinggir kota Sana'a, Yaman. PBB melaporkan bahwa Yaman akan segera dilanda bencana kelaparan terbesar dunia jika masyarakat internasional tidak segera memberikan bantuan humaniter (AP)
Seorang warga Yaman beserta anak-anaknya di desa Hazyaz, pinggir kota Sana'a, Yaman. PBB melaporkan bahwa Yaman akan segera dilanda bencana kelaparan terbesar dunia jika masyarakat internasional tidak segera memberikan bantuan humaniter (AP)

Liputan6.com, Sanaa - Seluruh umat Muslim di dunia turut merasakan sukacita menyambut kehadiran bulan suci Ramadan. Umat muslim pun mempersiapkan makanan yang lezat dan bergizi. Namun, kondisi jauh berbeda dihadapi jutaan orang yang tinggal di Yaman. Mereka terancam kekurangan makanan akibat perang yang terjadi selama dua tahun terakhir.

Dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa (30/5/2017), menurut lembaga bantuan, setidaknya ada 17 juta orang di Yaman yang tidak memiliki ketersediaan makanan. Hal itu telah disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa Yaman mengalami krisis kemanusiaan terbesar di dunia.

Biasanya, kebanyakan orang berbelanja sepanjang bulan Ramadan. Akan tetapi, banyak pemilik toko di Yaman yang mengaku dagangannya tidak terjual selama Ramadan.

"Tahun ini, nilai penjualan sangat rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata Yahya Hubar, pemilik toko di Kota Hodeidah yang merupakan kota kecil di pantai Yaman Barat.

Laporan dari UNICEF yang dirilis pada Desember 2016 menyatakan, lebih dari 2 juta anak kekurangan gizi akut di negara tersebut. Tercatat, satu balita meninggal dunia setiap 10 menit karena mengalami penyakit yang tidak dapat dicegah.

Selain isu pangan, negara tersebut juga menghadapi wabah kolera yang sejauh ini telah menyerang lebih dari 29 ribu orang.

"Situasi ini sangat berat bagi kami, saya tidak memiliki uang. Kebutuhan pokok sangat sulit didapat dan harganya sangat mahal. Setiap barang yang ingin kami beli harganya sangat mahal dan tak mampu untuk kami beli," ujar Nabil Ibrahim, seorang warga Hodeidah.

Tragedi yang Tak Pernah Terjadi 

Banyak yang mengaku, ini adalah Ramadan ketiga yang dihadapi oleh masyarakat Yaman dalam situasi perang. Mayoritas penduduk hanya memiliki akses terbatas untuk memperoleh makanan dan obat-obatan.

Diperkirakan PBB membutuhkan US$ 2,1 miliar untuk memberi bantuan kepada masyarakat Yaman. Sejauh ini, hanya setengah dari jumlah yang telah diajukan untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.

"Masyarakat yang tinggal di Hodeidah hidup dalam situasi yang tragis. Ramadan tiba saat orang-orang sangat menderita karena gaji yang tidak mereka peroleh. Tidak ada aliran listrik, tidak ada pasokan air, cuaca panas ditambah lagi adanya blokade perang yang terjadi," ujar Sadeq Al Saeedi, seorang relawan yang membantu warga Yaman.

Menurut PBB, Yaman sudah menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Konflik yang sedang berlangsung antara pejuang Houthi dan koalisi Arab telah merenggut nyawa lebih dari 10 ribu orang.

Hal ini juga berdampak pada fasilitas kesehatan negara tersebut. Sejumlah rumah sakit dan klinik menjadi aksi pengeboman. Sementara fasilitas umum tersebut harus ditutup karena peperangan.

Awal bulan ini, keadaan darurat diumumkan di ibu kota oposisi Sanaa setelah wabah kolera yang menewaskan puluhan orang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya