Jakarta Untuk menjalankan salat, seorang muslim wajib terbebas dari najis. Tidak hanya pada tubuhnya, tapi juga pakaian dan tempat yang digunakan untuk salat.
Kesucian merupakan salah satu syarat diterimanya salat. Jika tidak dalam keadaan demikian, maka seorang muslim harus menyucikan diri dan pakaiannya.
Perintah ini tertera dalam Surat Al Mudatsir ayat 4. " Dan pakaianmu sucikanlah."
Advertisement
Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, mengutip pendapat Ibnu Sirin, menerangkan maksud ayat di atas yaitu menyucikan baju dengan membasuhnya menggunakan air. Berdasarkan tafsir ini, ulama sepakat pakaian untuk salat juga harus suci.
Tetapi, bagaimana jika baju terkena najis yang tidak memungkinkan disucikan, dan justru digunakan untuk salat?
Dikutip dari laman bincangsyariah.com, kita terkadang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan berganti pakaian. Salah satu contohnya saat mudik.
Ketika mudik, baju kita bisa terkena najis. Sementara kita perlu melaksanakan kewajiban salat.
Tentu kita tidak mungkin berganti pakaian. Sedangkan jika harus menunggu sampai rumah, waktu salat bisa terlewat.
Terkait persoalan ini, Imam Nawawi dalam Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab berpendapat lebih baik seseorang tidak menunda salat meski bajunya terkena najis. Sebab, najis bukanlah keadaan yang membuat seseorang boleh menunda salat.
Orang yang bersangkutan tetap wajib salat pada waktunya. Tetapi, dia juga harus mengulang salatnya begitu bisa berganti dengan pakaian suci atau bajunya sudah disucikan.
Sumber: Dream.co.id