Liputan6.com, Jakarta - Pada umumnya, pelaksanaan haji yang sempurna membutuhkan waktu 4 sampai 5 hari di Tanah Suci dengan menjalankan syariatnya.
Tetapi bagaimana dengan haji kilat? Bagaimana pelaksanaanya? Dikutip dalam buku 100 Tanya-Jawab Haji karya Dr Yusuf Al-Qaradhawi, pelaksanaan haji kilat ini dimulai hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijah).
Baca Juga
Kemudian berangkat dan bermalam di Mina, lalu mendirikan salat lima waktu di sana. Lalu pada tanggal 9 Dzulhijah pergi ke Arafah guna melaksanakan wukuf seraya berdoa, berzikir, bertahlil, bertakbir, dan bertalbiyah sampai terbenam matahari.
Advertisement
"Selanjutnya pergi ke Muzdalifah, lalu ke Mina untuk bermalam di sana sampai tengah malam, lalu pada pagi harinya (tanggal 10 Dzulhijah) ia (jemaah haji) pergi ke Mina untuk melontar jumrah Aqabah," tulis Yusuf dalam bukunya.
Setelah itu, jemaah haji tersebut pergi ke Makkah untuk melaksanakan tawaf ifadah pada hari An-nahr (tanggal 10 Dzulhijah).
"Selanjutnya ia berangkat untuk melontar jumrah pada hari raya pertama (tanggal 10 Dzulhijah), hari keduanya (tanggal 11 Dzulhijah), dan ketiganya (tanggal 12 Dzulhijah)," kata Yusuf.
Allah berfirman :
فَمَن تَعَجَّلَ فِى يَوۡمَيۡنِ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِ
"Dan barang siapa ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya," dikutip dari Al-Baqarah ayat 203.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tidak Berdosa
Pada hari ketiga hari raya (tanggal 13 Dzulhijah), seperti pendapat Imam Abu Hanifah, boleh-boleh saja melontar jumrah sejak pagi lalu pulang ke Tanah Air.
Dengan demikian, rampunglah ibadah hajinya. Orang yang bersangkutan tersebut tidak perlu merasa dosa jika melakukan itu.
Seorang jemaah haji juga boleh langsung pergi ke Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah, sehingga cukup baginya 4 hari saja untuk berhaji.
(Desti Gusrina)
Advertisement