Mengenal Balimau, Ritual Unik Sambut Ramadan di Sumatera Barat

Setiap hari terakhir bulan Sya'ban, banyak daerah di Sumatera Barat melakukan prosesi Balimau sebagai ungkapan gembira menyambut Ramadan.

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 02 Jun 2021, 22:22 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2021, 22:22 WIB
Prosesi Balimau di Sumatera Barat menyambut datangnya Ramadan. (Photo by Yuka Fainka/Xinhua)
Prosesi Balimau di Sumatera Barat menyambut datangnya Ramadan. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap hari terakhir bulan Sya'ban, banyak daerah di Sumatera Barat melakukan prosesi Balimau. Ritual itu dilakukan sebagai ungkapan gembira menyambut datangnya Ramadan.

Balimau dilaksanakan dengan berbagai tradisi, yang tetap mengacu pada adat Basandi Syarak. Di Kabupaten Pesisir Selatan, Balimau digelar berbeda dengan yang dilakukan di banyak tempat di Sumatera Barat.

Sebagian masyarakat Pesisir Selatan dan anak-anak muda pergi bermandi-mandi ke sungai, bercampur baur. Balimau diartikan sebagai acara mandi-mandi di tempat pemandian umum, seperti dikutip dari laman resmi Kabupaten Pesisir Selatan, Rabu (2/6/2021).  

Pada masing-masing daerah di Pesisir Selatan, istilah Balimau dikenal dengan beberapa sebutan. Ada yang menyebut Balimau Paga, Balimau Turun ke Air, dan Ptang Balimau. Meski begitu, prinsipnya Balimau tetap sama yakni proses puncak pembersihan diri dari apa yang telah dilakukan selama bulan Sya'ban untuk memasuki bulan suci Ramadan.

Saat ritual berlangsung, para penghulu, ninik mamak, cadiak pandai, dan masyarakat hadir di suatu tanah lapang di pinggir sungai setelah shalat Ashar. Tiap kaum atau suku membawa satu atau dua 'bawaan' limau yang dihiasi dengan tradisi suku masing masing.

Pada setiap bawaan akan diberi tanda, bahwa limau tersebut merupakan bawaan dari suku masing masing. Limau yang dibawa bukanlah yang aneh-aneh, tapi tetap dalam konteks limau keseharian kita, yakni asam limau purut atau asam biasa, yang sudah direndam dalam suatu wadah, bunga rampai dan dauh-daunan pengharum, serta bedak beras.

Bawaan ini di arak dari masjid besar di nagari menuju pinggir sungai tempat berlangsungnya acara. Dan biasanya diiiringi dengan talempong dan berbagai kesenian anak nagari, tanda gembira menyambut datangnya Ramadan.

 
 

Ptang Balimau

Prosesi Balimau di Sumatera Barat menyambut datangnya Ramadan. (Photo by Yuka Fainka/Xinhua)
Prosesi Balimau di Sumatera Barat menyambut datangnya Ramadan. (Photo by Yuka Fainka/Xinhua)

Di Inderapura Kecamatan Pancung Soal, di bekas ibu kota kerajaan Inderapura tempo dulu, prosesi Balimau disebut Ptang Balimau. Acara itu dilakukan dengan proses budaya yang menampilkan berbagai kekayaan ritual dan pusaka bekas kerajaan. Sangat meriah.

Berbagai lapisan masyarakat turun dan ikut menyaksikan dan sekaligus ikut Balimau. Ada banyak undangan dari luar daerah, terutama daerah-daerah bekas bagian dari kerajaan Indrapura masa lalu, seperti dari Muko-moku, Kerinci, dan Sungaipenuh.

Pada acara Ptang Balimau ini hadir semua unsur kerajaan. Penghulu yakni Rangkayo nan duopuluh memakai pakaian kebesaran, para imam kerajaan, bundo kanduang, dubalang kerajaan. Pihak yang mewakili keturunan kerajaan memakai pakaian kebesaran raja tempo dulu dilengkapi tombak jangguik tinggi, diarak dengan menggunakan talempong, rabana, dan puput khas kerajaan. Dalam hal ini, karena Raja di kerajaan Inderapura tidak hanya sebagai kepala negara dan pemerintahan tetapi juga sebagai kalifatullah, pengayom dan pembela agama Islam sebagai agama kerajaan.

Di dahului bawaan bundo kanduang dari masing-masing suku, puput khas kerajaan dan pukulan beduk. Sedangkan di belakang raja berbaris rapi para rangkayo nan duo puluh, prajurit kerajaan, pengawal kerajaan, dan masyarakat umun.

 

 

Makan Bajamba

Prosesi Balimau di Sumatera Barat menyambut datangnya Ramadan. (Photo by Yuka Fainka/Xinhua)
Prosesi Balimau di Sumatera Barat menyambut datangnya Ramadan. (Photo by Yuka Fainka/Xinhua)

Prosesi ini dimulai dengan makan bajamba di pelataran mesjid agung kerajaan, masjid yang dibangun pada tahun 1517 yang lalu, oleh Raja-Raja Inderapura. Mesjid ini masih megah dan terawat hingga saat ini. Semua rangkayo, raja, keluarga raja, undangan dan masyarakat makan bersama terlebih dulu, dengan bersila, yakni 'duduk sama randah, tagak samo tinggi'.

Setelah selesai makan dilanjutkan dengan pelepasan prosesi oleh imam kerajaan: berbaris, berjalan menuju pelabuhan Muarasakai. Sesampai di pelabuhan dilakukan upacara yang didahului dengan tampilan berbagai acara kesenian masa lalu yang terpelihara hingga saat ini.

Pada prosesi ini ditampikan pepatah petitih khas Inderapura, penampilan tari kain yang legendaris itu, tari betan, tari sikambang, tari babui, dan tari dindin. Tari-tari ini tidak atau jarang dikenal dalam tari tradisi minangkabau di tempat lain. Ini pertanda bahwa kerajaan Inderapura kaya dengan tradisi yang tidak ada di tempat lain di Sumatera Barat.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya