Liputan6.com, Jakarta Ramadan sebentar lagi tiba. Di bulan mulia ini, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa. Hakikat puasa sering dikaitkan dengan menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga tenggelamnya. Namun jauh dari itu, hakikat puasa memiliki makna luas bagi umat muslim yang menjalaninya.
Puasa tak hanya dapat dilakukan saat bulan Ramadan, melainkan di bulan lain yang disunahkan. Hakikat puasa sudah sepatutnya dipahami bagi umat muslim yang sudah memenuhi syarat berpuasa.
Baca Juga
Top 3 Islami: Golongan yang Dililit Ular Berbisa di Hari Kiamat, Kenapa Umat Islam Perlu Sholat? Ulasan Buya Yahya dan Gus Baha
Ingat, Satu-satunya Amalan yang Dikenang saat Hidup di Dunia Cuma Ini Kata Gus Baha
Penjelasan Soal Wali dan Karomah Menurut Mbah Sholeh Darat Guru Pendiri NU dan Muhammadiyah
Dengan memahami hakikat puasa, seseorang akan dengan ikhlas dan mengetahui tujuannya dalam berpuasa. Selain itu dengan mengetahui hakikat berpuasa, seseorang akan senantiasa menaati rukun dan sunah puasa sehingga puasanya dapat diterima di mata Allah SWT.
Advertisement
Jika kamu ingin memahami lebih hakikat puasa, simak ulasannya seperti Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (7/5/2019).
Simak video menarik berikut ini!
Hakikat Puasa Sesuai Alquran
Hakikat puasa tertuang dalam perintah berpuasa di surat Al Baqarah ayat 183 yang berbunyi:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Surat Al Baqarah ayat 183 ini mengandung banyak makna dan pelajaran mengenai pelaksanaan puasa Ramadan. Hakikat puasa pada ayat ini menjelaskan bahwa tiap orang-orang yang beriman diwajibkan untuk berpuasa semata-mata hanya untuk bertakwa pada Allah.
Advertisement
Hakikat Puasa Tak Hanya Sebatas Menahan Nafsu
Dilansir dari NU Online, Imam Ghazali mengemukakan pendapatnya mengenai hakikat puasa. Menurutnya menjaga nafsu dan syahwat memang sudah cukup bagi ulama fiqh untuk memenuhi syarat sah puasa.
Namun ulama ahli hikmah memaknai sahnya puasa lebih dari itu. Puasa yang sah adalah puasa yang diterima. Puasa yang diterima adalah puasa yang maksudnya tercapai.
Maksud dari pencapaian puasa adalah dengan berakhlak terbaik, akhlak malaikat, akhlak para nabi, terutama Nabi Muhammad SAW. Sejalan dengan makna ini ada sebuah hadits dimana Rasulullah SAW bersabda:
“Lima hal ini bisa membuat puasa seseorang tidak sah: berbohong, menggunjing, mengadu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat.”
Dalam hadis ini berkaitan dengan hakikat puasa untuk membentuk akhlak mulia. Jika seseorang telah melakukan puasa dengan sah, maka ketika ia menghadapi orang lain yang mengajaknya bercekcok atau sekedar menghinanya, ia hanya akan mengatakan pada dirinya “aku sedang berpuasa”. Selanjutnya, ia akan menunjukkan akhlak mulia pada orang tersebut.
Keajaiban Puasa Menurut Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali juga mengingatkan tentang hadis-hadis yang menunjukkan betapa Allah memperlakukan puasa secara spesial. Dalam beberapa versi hadis dikatakan bahwa puasa adalah tameng, dan puasa adalah milik Allah sendiri, serta Allah sendiri lah yang nanti akan secara langsung membalasnya.
Dijelaskan pula oleh Imam Al Ghazali bahwa Allah telah menyediakan satu tempat khusus di surga, yang pintunya bertuliskan Al-Rayyan (kesegaran, kedamaian) dan hanya bisa dimasuki oleh mereka yang ahli berpuasa. Setelah semua ahli berpuasa telah masuk, pintu itu akan tertutup, dikunci, dan tidak membiarkan selain orang yang ahli berpuasa memasukinya.
Advertisement
Menjaga lisan dan perbuatan
Berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus. Berpuasa juga menjaga lisan dari perkataan tidak berfaedah, berdusta, mengumpat, fitnah, perkataan keji dan kasar serta memprovokasi.
Selanjutnya, menurut Al-Ghazali, menjaga lisan dari perkataan sia-sia, berdusta, menggunjing, memfitnah, berkata kotor (keji) dan kasar, serta menebar permusuhan.
Di bulan Ramadan, umat Islam dianjurkan lebih banyak berdiam diri serta tidak berbicara yang tidak berfaedah, memperbanyak zikir dan membaca Al-Qur'an. Inilah puasa lisan (shaum al-lisan). Sederhananya, puasa Ramadan mengisyaratkan kepada kita untuk menjaga ucapan dari perkataan yang buruk, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (al-imsak ‘an al-kalam).
Di samping itu, puasa juga berarti menghindarkan diri dari sesuatu yang haram dan syubhat. Puasa juga berarti menjaga seluruh anggota badan, baik lahir maupun batin, dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, umat Islam tidak dianjurkan makan berlebih-lebihan saat berpuasa.
Pahala Puasa Ramadan
Dalam sebuah hadis, Rasulullah mengungkapkan:
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Makna dari hadis di atas adalah Rasulullah mengatakan bahwa setiap amalan kebaikan manusia akan dilipat gandakan pahalanya 10 kali lipat bahkan hingga 700 kali lipat. Namun, hal ini berbeda dengan amalan puasa.
Pahala dalam puasa tidak dilipat gandakan dengan cara tersebut. Melainkan, pahala pada orang yang berpuasa akan dilipatgandakan menjadi tak terhingga oleh Allah.
Hal ini karena, dalam berpuasa manusia berusaha untuk meninggalkan segalah syahwat karena Allah semata. Allah juga begitu memuliakan orang yang berpuasa sehingga diibaratkan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari bau minyak kasturi.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah di Lathaif Al-Ma’arif mengatakan,
“Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.”
Pahala puasa Ramadan akan lebih berlipat karena bulan ramadhan adalah bulan yang paling mulia. Selain itu Puasa Ramadan juga merupakan puasa yang diwajibkan oleh Allah. Maka dari itu, siapa saja yang menjalankan puasa Ramadan akan mendapatkan pahala yang berlimpah.
Advertisement