Liputan6.com, Semarang - Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said merupakan bagian dari walisongo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 M dari keluarga bangsawan Tuban.
Setiap Walisongo memiliki caranya masing-masing dalam menyebarkan agama Islam, termasuk Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga cenderung memanfaatkan seni dan budaya sebagai metode dakwahnya.
Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan cara-cara lain juga dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Misalnya, Sunan Kalijaga pernah menyamar sebagai seorang penjual rumput untuk mengingatkan Bupati Semarang kedua bernama Pangeran Mangkubumi atau Ki Ageng Pandanaran.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip berbagai sumber, dikisahkan sekitar abad ke-16 M ada seorang bupati bernama Pangeran Mangkubumi atau Ki Ageng Pandanaran. Ia melanjutkan ayahandanya yang memerintah di wilayah Semarang, Jawa Tengah.
Awalnya, Ki Ageng Pandanaran rajin dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti pengajian, mengembangkan pondok pesantren, dan lain sebagainya yang membuat hidup rakyatnya makmur serta sejahtera.
Namanya juga manusia, sifatnya dapat berubah. Demikian juga dengan Ki Ageng Pandanaran. Sosoknya nyaris berubah 180 derajat dari biasanya. Ia berubah menjadi sosok yang sombong dan kikir.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penyamaran Sunan Kalijaga
Sebagai wali Allah yang memiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga berniat untuk mengingatkan Ki Ageng Pandanaran. Sunan Kalijaga lantas menyamar menjadi seorang penjual rumput dan sembari menasehatinya.
“Maaf, Tuan! Sebaiknya Tuan segera kembali ke jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT!” kata Sunan Kalijaga seperti dikutip dari Historia.id, Sabtu (27/8/2022).
“Hai, tukang rumput! Apa maksudmu menyuruhku kembali ke jalan yang benar? Memang kamu siapa, sudah berani menceramahiku?” tanya Ki Ageng Pandanaran.
“Maaf, Tuan! Saya hanyalah penjual rumput yang miskin. Hamba melihat Tuan sudah terlalu jauh terlena dalam kebahagiaan dunia. Saya hanya ingin memperingatkan Tuan agar tidak melupakan kebahagiaan akhirat. Sebab, kebahagiaan yang abadi adalah kebahagiaan akhirat,” tembal Sunan Kalijaga.
Nasehat yang diberikan Sunan Kalijaga ketika menyamar menjadi penjual rumput bukan malah membuat Ki Ageng Pandanaran sadar. Bupati Semarang kedua ini marah dan mengusir penjual rumput itu.
Sang penjual rumput itu tak bosan-bosan menasehati Ki Ageng Pandanaran. Meskipun Ki Ageng Pandanaran tidak menerimanya.
“Wahai Bupati yang angkuh dan sombong! Ketahuilah, harta yang kamu miliki tidak ada artinya dibandingkan dengan harta yang aku miliki,” ujar penjual rumput itu.
“Hai, tukang rumput! Kamu jangan mengada-ada! Buktikan kepadaku jika kamu memang orang kaya!” seru Ki Ageng Pandanaran.
Advertisement
Berguru ke Sunan Kalijaga
Tidak ingin sifat tidak terpuji Ki Ageng Pandanaran menjadi-jadi. Sunan Kalijaga akhirnya menunjukkan karomahnya dengan mencangkul sebidang tanah.
Setiap bongkahan tanah yang dicangkul Sunan Kalijaga berubah menjadi emas. Saat itu juga Ki Ageng Pandanaran mulai sadar bahwa sosok penjual rumput itu bukan orang sembarangan.
”Hai, penjual rumput! Siapa kamu sebenarnya?” tanya Ki Ageng Pandanaran penasaran.
Penjual rumput itu mengungkap sosok sebenarnya. Tentu saja Ki Ageng Pandanaran sangat terkejut ketika penjual rumput itu adalah Sunan Kalijaga.
Ia pun segera bersujud dan bertobat. Ki Ageng Pandanaran ingin diangkat menjadi murid Sunan Kalijaga.
“Baiklah, Ki Ageng! Jika kamu benar-benar mau bertaubat, saya bersedia menerimamu menjadi muridku. Besok pagi-pagi, datanglah ke Gunung Jabalkat! Saya akan menunggumu di sana. Tapi ingat, jangan sekali-kali membawa harta benda sedikit pun!” kata Sunan Kalijaga mengingatkan.
Singkat cerita, Ki Ageng Pandanaran beserta istrinya berangkat ke Gunung Jabalkat. Di sana mereka berguru ke Sunan Kalijaga.
Berkat kecerdasan dan kegigihannya menimba ilmu agama, Ki Ageng Pandanaran mendapat tugas menyiarkan agama Islam di daerah Gunung Jabalkat. Namanya kemudian dikenal dengan Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.