Mengenang Buya Syafii, Jejak Panjang Pejuang Humanisme dan Keberagaman

Cendekiawan Ahmad Syafii Maarif bukan hanya pemikir dengan gagasan-gagasan kritis, melainkan juga aktivis yang terus memperjuangkan agar Indonesia menjadi semakin adil, damai, dan menerima keberagaman

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Nov 2022, 10:30 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2022, 10:30 WIB
20160418-Simposium-Nasional-Jakarta-Faizal-Fanani
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif memberikan paparan dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Jakarta, Senin (18/4). Simposium bertujuan merekonsuliasi kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Solo - Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Dr Johanes Haryatmoko mengatakan cendekiawan Ahmad Syafii Maarif atau populer dengan panggilan Buya Syafii Maarif bukan hanya pemikir dengan gagasan-gagasan kritis, melainkan juga aktivis yang terus memperjuangkan agar Indonesia menjadi semakin adil, damai, dan menerima keberagaman.

"Maka, tidak mengherankan bahwa di dalam tulisannya, Buya Syafii tidak berhenti pada wacana teoritis, namun selalu resah memikirkan bagaimana tindak lanjutnya," ujar Romo Haryatmoko, sapaan akrab Johanes Haryatmoko, sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, dikutip Antara.

Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif: Islam, Kebinekaan dan Keadilan Sosial pada sesi diskusi ketiga bertajuk Al Quran, Pancasila dan Keadilan Sosial, di Kampus I Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jawa Tengah, Sabtu (12/11).

Pandangan senada disampaikan pula oleh narasumber lainnya, yakni Kepala Organisasi Riset Ilmu Sosial dan Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Dr Ahmad Najib Burhani.

Menurut Najib, sosok Buya Syafii dapat digambarkan dengan dua kata, yaitu humanisme dan moralitas.

Ia mengatakan Buya Syafii mengartikan humanisme dengan perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan. Dalam konteks kehidupan di Indonesia, ujar dia lagi, Buya Syafii sering mengatakan bahwa sila kelima Pancasila belum diimplementasikan secara baik di Indonesia.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Islam yang Membumi

Untuk mengatasi persoalan itu, sebagaimana yang disampaikan oleh Koordinator Dialog dengan Muslim di Jesuit Conference of Asia Pacific Dr Gregorius Soetomo, Buya Syafii berpandangan bahwa sudah sepatutnya seorang Muslim mewujudkan keadilan bagi seluruh umat manusia.

Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan Islam sebagai ajaran yang membumi dan memberikan efek sosial yang nyata, sehingga isu-isu dan permasalahan seperti ketidakadilan menjadi keprihatinan Islam.

Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif diikuti oleh 100 orang peserta dari berbagai daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka, di antaranya, terdiri atas peserta Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif (SKK-ASM) periode tahun 2022, para peneliti muda yang merupakan alumni Program Maarif Fellowship dan alumni SKK-ASM, serta para kader intelektual dan aktivis lintas agama.

Direktur Program Maarif Institute Moh. Shofan menyampaikan kegiatan tersebut menghadirkan empat sesi diskusi untuk mengkaji dan merefleksikan kembali gagasan-gagasan kebangsaan Buya Syafii.

Empat diskusi tersebut mengangkat tema, Inklusivitas, Kesetaraan dan Persaudaraan Lintas Batas; Arabisme, Lokalitas, dan Kosmopolitanisme Islam; Al Quran, Pancasila dan Keadilan Sosial; serta Tantangan Intoleransi dan Politik Identitas di Indonesia: Meneruskan Legacy Perjuangan Ahmad Syafii Maarif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya