Membedah Fiqih Siyasah Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

"Fakta bahwa Mbah Hasyim mengutus putranya ikut rapat-rapat BPUPKI itu menunjukkan bahwa beliau ridha dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara nasional, bukan negara khilafah. Ini fiqih siyasah kita,"

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Des 2022, 20:30 WIB
Diterbitkan 18 Des 2022, 20:30 WIB
Pendiri NU sekaligus Rais Akbar, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. (Foto: Istimewa via NU Online)
Pendiri NU sekaligus Rais Akbar, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. (Foto: Istimewa via NU Online)

Liputan6.com, Kebumen - Indonesia adalah negara yang sah dipandang dari kacamata fiqih dan agama. Hal ini ditegaskan Ketua Lakpesdam PBNU H Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) saat menjadi pembicara dalam Halaqah Fiqih Peradaban Jelang 1 Abad NU bertema “Fiqih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru”.

Kendati demikian, menurut Gus Ulil ada saja kelompok-kelompok tertentu yang mempersoalkan tentang keberadaan Indonesia dengan sistem yang sudah diterapkan puluhan tahun lamanya.

Gus Ulil kemudian menyampaikan bahwa Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari juga telah menegaskan bahwa Indonesia ini negara yang sah dari sudut fiqih juga dari pandangan agama.

"Saya selalu mengatakan Mbah Hasyim Asy'ari itu dengan mengutus putranya Kiai Wahid Hasyim ikut dalam rapat BPUPKI untuk persiapan berdirinya negara Indonesia. Tindakan Mbah Hasyim itu maknanya beliau ridha dengan berdirinya Negara Indonesia," ujarnya di Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen, Jawa Tengah, dikutip dari laman NU, Sabtu (17/12/2022).

Lebih lanjut Gus Ulil mengatakan, jika Kekhalifahan Turki Utsmani yang runtuh pada tahun 1923 masih bisa dipakai, masih valid, dan masih relevan, maka sudah pasti Mbah Hasyim Asy'ari tidak akan mengutus putranya untuk ikut rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

"Fakta bahwa Mbah Hasyim mengutus putranya ikut rapat-rapat BPUPKI itu menunjukkan bahwa beliau ridha dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara nasional, bukan negara khilafah. Ini fiqih siyasah kita," tegas Gus Ulil.

Bukti lain keridhaan Mbah Hasyim Asy'ari adalah dengan mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad, bahwa membela negara dari serangan sekutu hukumnya fardu 'ain bagi orang-orang yang tinggal dalam radius 85 kilo, Muslim yang tinggal dalam radius itu fardu 'ain mempertahankan Republik Indonesia sebagai negara nasional.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Fiqih Siyasah NU pada Muktamar ke-27 Situbondo

"Kemudian pada tahun 1984 dalam Muktamar NU yang ke-27 di Situbondo kita merumuskan menerima Pancasila sebagai ideologi kita. Inilah fiqih siyasah kita," imbuh pria yang merupakan menantu dari KH Mustofa Bisri ini.

Menurut Gus Ulil yang menarik dari dulu hingga sekarang bahwa yang memiliki ide negara Islam atau negara khilafah itu bukan dari kalangan santri. Misalnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pencetus Negara Islam Indonesia (NII), itu merupakan orang didikan Belanda, tidak pernah mondok.

"Fakta sejarah seperti itu sebetulnya menunjukan bahwa ulama-ulama kita yang mewarisi tradisi Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah, punya cara untuk menerapkan Islam yang lebih sesuai, dengan kondisi yang berbeda-beda. Karena itu Islam Ahlussunnah wal Jamaah ini di manapun mereka bisa hidup di dalam sistem yang berbeda-beda. Inilah salah satu ciri khas Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah yang sudah menjadi ciri kita dari dulu," pungkasnya.

Sementara itu Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh menceritakan tentang Muktamar NU di Situbondo, saat itu beberapa kiai curhat kepada Mbah Imran Hamzah terkait Pak Harto memaksakan NU asasnya adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar.

"Saya dapat cerita dari Gus Baqoh, dan Gus Amin. Nah, beliau jawabnya enteng, ngapain kamu ribut-ribut, Pancasila itu milik kita, mau dikembalikan kok tidak mau gimana," ungkap KH Ubaidillah Shodaqoh.

Kemudian Mbah Imran Hamzah mengatakan bahwa apabila bisa mengamalkan sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, dan sila kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bisa jadi wali.

"Ngapain kita masih mempermasalahkan Indonesia dengan dasar Pancasila, wong Pancasila itu milik kita, dan Pancasila jangan ditanya apakah bertentangan dengan Al-Qur'an. Bahkan nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila, itu terkandung di dalam Al-Qur'an. Nilai-nilai Pancasila itu dari kandungan Al-Qur'an," pungkasnya.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya