Liputan6.com, Banyumas - Tahun 2022 berlalu dan sebentar lagi mayoritas warga dunia merayakan tahun baru 2023. Biasanya, momen ini dirayakan besar-besaran, terkecuali dua tahun terakhir, lantaran pandemi Covid-19.
Kali ini tahun baru diperkirakan akan dirayakan lebih meriah mengingat pelonggaran PPKM Covid-19. Melandainya jumlah pasien dan penularan Covid-19 disusul kemudian dengan makin terbukanya beragam kegiatan masyarakat yang melibatkan massa dalam jumlah masif.
Meski tampak lazim bagi masyarakat Indonesia, bagaimana sebenarnya hukum merayakan tahun baru Masehi dalam perspektif Islam. Bolehkah kita merayakannya dengan seremonial-seremonial meriah nan mewah, seperti lazimnya yang terjadi saat ini?
Advertisement
Baca Juga
Menjawab pertanyaan itu, ada tulisan menarik dari Parmiyatun, di website bogor-kota.muhammadiyah.or.id, dengan judul "Detik-detik Pergantian Tahun Baru Masehi dalam Pandangan Islam', dimuat pada 27 Desember 2015.
Parmiyatun menukil hadis dan ayat Al-Qur'an sebagai pijakan untuk memandang perayaan tahun baru Masehi ini.
Menurut Parmiyatun, momen pergantian tahun baru masehi atau miladiyah begitu sangat dinantikan oleh sebagian besar umat manusia. Mereka menyambutnya dengan berpesta pora, pawai atau jalan-jalan keliling kota, meniup terompet, membunyikan klakson, dan lain-lain saat detik-detik terakhir pergantian tahun baru masehi atau miladiyah. Seakan momen tahun baru merupakan momen istimewa yang tak boleh terlewatkan. Lalu, bagaimana pandangan menurut kaca mata syar’i dalam hal ini ? Benarkah tahun baru harus kita sambut dengan spesial?
Semisal saling mengucakan ucapan selamat, lewat lisan, SMS, WA, BBM atau tulisan yang kita tulis di kartu ucapan tahun baru. Sedemikian istimewakah makna tahun baru bagi umat manusia.
Al Imam Ibnu Tammiyah radhiaallahu anhu menyatakan “Adapun mengucakan selamat terhadap syiar-syiar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka hukumnya haram”. Menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar mereka dan puasa mereka, seperti mengucapkan semoga hari besar ini diberkahi atau ucapan semisalnya dalam rangka hari besar tersebut.
Sedang Umar bin Khatab RA berkata, terkait dengan momentum tahun baru Masehi atau hari-hari besar lain yang merupakan hari-hari besar orang-orang Yahudi dan Nasrani:
“Janganlah kalian mengunjungi kaum Musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka,” (HR. Al Baihaqi, no: 18640)
“Hindariah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka,” (HR.Ibid.no:18641)
Saksikan Video Pilihan Ini:
Melihat Tahun Baru dalam Perspektif Lain
Dari ke dua hadis tersebut, jelaslah sudah kalau mengucapkan selamat atau ikut serta dalam merayakan hari-hari besar kaum musyirikin (Tahun Barun, Natal, Valentine, dll) hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam. Karena momen tahun baru atau momen-momen lainnya merupakan pencampuradukan antara Al Haq dan kebathilan yang lebih banyak mudharatnya ketimbang sisi positifnya.
Sebagai umat Islam tentunya kita harus konsekwen terhadap keyakinan/akidah yang kita anut, karena sesungguhnya merayakan momen tahun baru ini bukanlah budaya Islam, jadi janganlah sekali-kali terpengaruh dan mengadopsinya menjadi bagian dari budaya kaum muslimin.
“Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (QS. Al-Baqarah : 109)
Coba perhatikan ayat tersebut! Sesungguhnya momen tahun baru itu salah satu tipu muslihat orang-orang musyirikin untuk menyesatkan kaum muslimin dari jalan kebenaran, jalan yang penuh dengan cahaya rahmat dan karunia-Nya. Karena sejatinya, kaum musyirikin itu mengetahui kalau agama Islam itu agama yang rahmatan lil ‘alamin, sehingga hati mereka menjadi dengki, dan mereka berusaha mengembalikan keyakinan kaum muslimin kepada kekafiran agar jauh dari cahaya Allah.
“Hai orang-orang yang beriman jika kamu mentaati orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan mengembalikanmu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang merugi.”(QS.Ali Imron : 149)
Apakah kita mau menjadi orang-orang yang merugi? Tentunya, tak ada seorangpun di antara kita yang ingin menjadi orang yang merugi dan amal ibadahnya tertolak oleh Allah SwT. Kalau demikian mari kita bersama-sama bersiaga dalam menghalau datangnya budaya kaum musyirikin yang mereka proklamirkan lewat liberalisme, modernitas dan premisivisme budaya.
Pada momentum tahun baru hendaknya kita isi dengan dzikir dan takhmid kepada Allah, karena ini jauh lebih baik ketimbang merayakannya dengan berpesta pora. Melakukan taffakur panjang sangat dianjurkan sebagai bahan renungan dan cermin terhadap eksistensi kita dalam menjalankan dan menegakan syariat Islam selama setahun.
Mencoba mengingat balik amalan ibadah yang telah kita lakukan selama ini, sudah baikkah kuantitas dan kualitas ibadah kita? Berapa umur kita sekarang? Masihkah kita bisa menikmati kehidupan untuk satu tahun yang akan datang? Karena setiap waktu bergulir, maka jatah hidup kita pun berkurang. Seperti perkataan Iman Sofyan Tsauri
“Sesungguhnya aku sangat menginginkan satu tahun saja dari seluruh usiaku, seperti Ibnu Mubarak. Tapi aku tak mampu melakukannya bahkan dalam tiga hari sekalipun.”(Nuzhatul udhala,2/655)
Hidup di dunia hanya selayang pandang, ia begitu singkat, sesingkat kilat. Sehingga kita harus memanfaatkan waktu yang ada dengan seefisien mungkin untuk beribadah, karena itulah hakekat hidup manusia di dunia. Untuk melakukan amal sholeh dan beribadah kepada Allah SwT. Bahkan Rasulullah pun bersabda terkait dengan umur manusia, “Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun.” (HR Turmudzi)
Jadi, mari kita bersama-sama memanfaatkan waktu yang tersisa dan meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita kepada Allah SwT. Menjadikan momentum tahun baru untuk mengingat mati.
(sumber:http://bogor-kota.muhammadiyah.or.id/en/artikel-detik-detik-pergantian-tahun-baru-masehi-dalam-pandangan-islam-detail-538.html).
Advertisement
Tahun Baru Kegiatan Islami
Umat Islam sebaiknya memodifikasi acara tahun baru sesuai tuntunan Islam. Misalnya, dengan menggelar kegiatan-kegiatan yang lebih baik dan produktif.
Bendahara Umum, Pengurus Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas mengatakan, saat in banyak orang Indonesia di beberapa daerah yang mengalami musibah dan berada di bawah garis kemiskinan. Sehingga pihaknya tidak menganjurkan umat Islam menghamburkan uangnya hanya untuk sekedar merayakan tahun baru masehi.
"Pergantian tahun baru dirayakan secara sederhana saja, apalagi mengingat masih banyak dari saudara-saudara kita yang sebangsa dan setanah air yg hidup di bawah garis kemikinan,"kata Anwar, Senin 15 Desember 2014.
Oleh karena itu, PP Muhammadiyah menganggap agar masyarakat muslim Indonesia tidak perlu merayakan tahun baru masehi secara meriah. Tapi, menggunakan waktu tersebut dengan bijak.
Tim Rembulan