Liputan6.com, Jakarta - Di bulan Ramadhan tak sedikit orang yang shalat isya tapi makmum ke imam tarawih. Artinya, shalat fardhu makmum pada imam shalat sunnah.
Menurut pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, Ustaz Sunnatullah, praktik shalat seperti ini sangat lumrah terjadi. Baik di perkampungan maupun di perkotaan. Baik dilakukan orang tua maupun pemuda.
Baca Juga
"Faktornya bisa berbeda-beda. Terkadang memang keterlambatan jamaah untuk datang ke masjid, hingga shalat isya dan shalat sunah tarawih dilaksanakan," kata Ustaz Sunnatullah mengutip NU Online, Selasa (4/4/2023).
Advertisement
"Terkadang ada juga yang memang sengaja berangkat akhir karena malas untuk mengikuti pelaksanaan shalat tarawih dengan sempurna hingga 20 rakaat," tambahnya.
Orang-orang yang terlambat ini pada umumnya langsung shalat Isya dengan bermakmum pada imam sholat tarawih. Praktiknya, mereka takbiratul ihram setelah takbiratul ihramnya imam shalat tarawih. Mengikuti semua gerakan imam, sebagaimana makmum pada umumnya. Selanjutnya ketika imam salam, berdiri untuk meneruskan dua rakaat shalat isya hingga sempurna.
Tokoh Islam Sayyid Abdullah Al-Hadrami pernah ditanya terkait hal ini. Ia menjawab bahwa seseorang yang mengerjakan sholat isya dengan bermakmum pada shalat sunah tarawih hukumnya sah-sah saja menurut ulama mazhab Syafi’iyah.
Diperbolehkan dalam Mazhab Syafi’i
Sayyid Abdullah Al-Hadrami dalam kitabnya menyebutkan:
إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ فِي رَمَضَانَ لِصَلاَةِ الْعِشَاءِ وَلَمْ يَجِدْ جَمَاعَةً عَلَيْهِ أَنْ يَدْخُلَ فِي جَمَاعَةِ التَّرَاوِيْحِ بِنِيَةِ الْعِشَاءِ، فَاِذَا سَلَّمَ الْاِمَامُ قَامَ لِاِتْمَامِ مَا عَلَيْهِ، فَهَلْ هَذَا جَائِزٌ؟ الجواب: نَعَمْ إِنَّ هَذَا جَائِزٌ فِي مَذْهَبِنَا وَمَذْهَبِ أَحْمَدَ
Artinya: “Jika seseorang masuk ke dalam masjid di bulan Ramadhan untuk mengerjakan shalat isya, namun di dalamnya tidak ada jamaah isya, kemudian ia berjamaah dengan jamaah shalat tarawih dengan niat shalat Isya. Ketika imam salam, ia berdiri untuk menyempurnakan (rakaat) yang tersisa. Apakah praktik ini diperbolehkan? Sayyid Abdulah manjawab: ‘Iya, praktik ini diperbolehkan (sah) dalam mazhab Syafi’i dan mazhab Imam Ahmad bin Hanbal'.” (Abdullah, Al-Wajiz fi Ahkamis Shiyam wa Ma’ahu Fatawa Ramadhan, [Daru Hadramaut: 2011], halaman 109).
Advertisement
Boleh Makmum pada Sholat Sunah Asal Gerakannya Sama
Secara umum, orang yang hendak shalat fardhu, baik shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya, atau subuh, dalam mazhab Syafi’i diperbolehkan bermakmum kepada imam shalat sunah. Baik shalat sunah tarawih, dhuha, tahajud, dan lainnya, selain shalat gerhana dan shalat jenazah, karena keduanya berbeda gerakan dengan shalat pada umumnya.
Kebolehan ini berlandaskan salah satu hadits Rasulullah SAW, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi, yaitu:
وَيَجُوْزُ أَنْ يَأْتَمَّ الْمُفْتَرِضُ بِالْمُتَنَفِّلِ لِمَا رَوَي جَابِرُ أَنَّ مُعَاذًا كَانَ يُصَلِّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ عِشَاءَ الْاَخِرَةِ ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فِي بَنِي سَلَمَةَ فَيُصَلِّي بِهِمْ هِيَ لَهُ تَطَوُّعٌ وَلَهُمْ فَرِيْضَةُ الْعِشَاءِ
Artinya: “Boleh seseorang yang hendak shalat fardhu bermakmum pada orang yang shalat sunnah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra, bahwa Muadz ra pernah melakukan shalat Isya di akhir waktu bersama Rasulullah SAW, Kemudian ia mendatangi kaumnya di Bani Salamah, lantas Nabi SAW menjadi imam shalat bersama mereka. Shalat itu bagi Nabi adalah sunah, dan bagi mereka merupakan shalat Isya fardhu.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Fikr], juz IV, halaman 269).
Jika Gerakan Tak Sama, Maka Tidak Sah
Namun perlu diingat, keabsahan berjamaah antara shalat sunah dengan shalat fardhu harus sama dalam gerakannya. Seperti berjamaah antara shalat isya dengan shalat tarawih.
Jika tidak sama, maka shalatnya tidak sah. Seperti berjamaah antara shalat fardhu dengan shalat sunah gerhana matahari. Ini tidak sah karena keduanya memiliki gerakan yang berbeda. (Abdullah, 110).
Simpulannya, hukum shalat isya seseorang yang bermakmum pada imam shalat sunah tarawih sebagaimana yang lumrah terjadi di bulan Ramadhan menurut mazhab Syafi’i hukumnya sah, berdasarkan hadits riwayat Jabir bin Abdullah ra di atas.
Advertisement