Liputan6.com, Jakarta Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja (Daker) Bandara menyiapkan kain ihram cadangan untuk jemaah haji Indonesia, utamanya yang lanjut usia (lansia), saat tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi sejumlah kasus, seperti kain ihram terkena najis hingga tertinggal di koper. Sebab, tak sedikit jemaah lansia, karena faktor usia, tidak mampu mengontrol hajat buang air, termasuk saat di pesawat.
Baca Juga
Ini menjadi problem, terutama bagi jemaah haji lansia gelombang kedua yang diimbau sudah memakai ihram sejak berada di embarkasi Tanah Air. Sebab, mereka akan mengambil miqat ihram umrah di atas pesawat saat melintasi wilayah Yalamlam atau ketika mendarat di Bandara Jeddah.
Advertisement
Kepala Seksi Bimbingan Ibadah (Kasi Bimbad) PPIH Arab Saudi Daker Bandara, Khoirun Naim, mengatakan banyak terjadi ketika mendarat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, kain ihram jemaah sudah terkena najis air seni bahkan fesesnya sendiri.
"Banyak jemaah kita yang sakit, yang tua, buang air di pakaian ihramnya, atau tidak pakai sandal. Itu jumlahnya tidak sedikit, banyak," kata Khoirun Naim kepada tim Media Center Haji (MCH) PPIH Arab Saudi di Bandara Jeddah.
"Alhamdulillah di daker bandara sudah disiapkan kain ihram, itu kita ganti di sini," lanjut dia.
Menurut Khoirun, jemaah sakit atau lansia yang kain ihramnya terkena najis karena uzur syar'i, tim Bimbad Daker Bandara siap mendampingi untuk bersuci dan mengganti ihramnya. Bahkan akan dipandu niat umrah bagi jemaah yang belum sempat niat dan ambil miqat di Yalamlam.
"Itu bagian dari uzur syar'i. Jadi bagi mereka, baik yang sudah niat di atas pesawat atau belum untuk memastikan niatnya sudah benar dan ihramnya sudah suci, maka setiba di Bandara Jeddah kami ingatkan untuk bersuci kembali lalu kami pandu untuk melafazkan ulang niat ihramnya," kata Khoirun.
Untuk meringankan, jemaah yang mengalami masalah buang air atau beser diperbolehkan memakai diapers atau popok, tanpa harus membayar dam (denda).
Â
Â
Infeksi Paru-Paru dan Pikun, Dua Kondisi Kesehatan yang Paling Banyak Dialami Jemaah Haji Lansia Indonesia
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Arfik Setyaningsih Sp.PD yang bertugas di KKHI Makkah menyampaikan, perubahan imunitas jemaah haji lansia bisa dipengaruhi oleh penuaan, banyaknya penyakit kronis atau penyakit penyerta serta faktor eksternal seperti stres, kelelahan, dehidrasi, dan penyesuaian iklim.
Hal tersebut menyebabkan jemaah haji lansia di Arab Saudi rentan terkena penyakit, salah satunya infeksi paru-paru. Diketahui, hingga saat ini penyakit infeksi paru menjadi penyebab terbanyak jemaah haji menjalani rawat inap di KKHI Makkah.
Selain itu, Arfik juga menyampaikan, penyakit kronis yang sudah diderita jemaah haji lansia seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru kronis, penyakit jantung, stroke, pikun/demensia, bisa memperburuk kondisi lansia yang mengalami infeksi paru.
"Penanganan infeksi paru pada lansia, dokter geriatri akan berkolaborasi dengan dokter spesialis paru, dan dokter spesialis lainnya jika ada penyakit kronis lain untuk menetapkan tujuan terapi kepada pasien tersebut. Contohnya saat terjadi infeksi paru-paru maka akan kami berikan antibiotik, obat batuk, oksigenasi, dan lain-lain," jelas Arfik.
Gejala Infeksi Paru Tidak Spesifik
Lebih lanjut Arfik menjelaskan, gejala infeksi paru pada lansia tidak spesifik berupa batuk karena masalah perubahan imunitas. Pada lansia keluhan umumnya dapat diawali dengan penurunan nafsu makan, lemas, kurang energik, tidak mau berinteraksi atau menyendiri, sering jatuh, rasa dingin, gangguan kencing, nafas terasa berat, mudah lelah, mendadak lupa bahkan penurunan kesadaran.
"Beberapa pasien lansia yang kami rawat tidak selalu batuk namun hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien terkena infeksi paru-paru," ucap Arfik.
Selain infeksi paru, jemaah haji lansia juga kerap menderita pikun atau penurunan daya ingat, kata Arfik. Kondisi ini sering membuat jemaah haji lansia gelisah, marah-marah hingga mengamuk, tersesat, gangguan tidur, dan ada pula yang menjadi pendiam, menyendiri, serta kebingungan.
"Selain infeksi paru, banyak ditemui kasus jemaah Lansia pikun di Tanah Suci dimana sebelumnya di tanah air tidak mengalami hal ini. Gangguan pikun akut yang dialami jemaah haji, dalam bahasa medis dikenal dengan istilah delirium," tutur Arfik.
Demensia
Ada juga kondisi yang sifatnya kronis yang lebih dikenal dengan istilah demensia. Biasanya penyakit ini sudah lama diidap pasien namun sering tidak dikenali gejalanya oleh keluarga maupun tenaga Kesehatan. Perburukan kondisi sering dialami jemaah haji saat sudah tiba di Tanah Suci.
Dikatakan Arfik, kondisi penurunan daya ingat disebabkan karena jemaah Lansia mengalami disorientasi atau gangguan penyesuaian yang bisa disebabkan oleh perbedaan cuaca yang ekstrem, suasanan pesawat terbang, hotel, masjid dan lingkungan di Tanah Suci, dan orang sekitar seperti tidak adanya pendampingan dari keluarga, gagal adaptasi dengan rombongan kloter.
Selain itu kondisi dehidrasi, gangguan elektrolit, infeksi, gangguan atau kekurangan nutrisi, penyakit kronis yang tidak terkontrol baik, banyaknya konsumsi obat yang tidak tepat indikasinya, gangguan penglihatan dan pendengaran, juga dapat mencetuskan kondisi tersebut. Â
Arfik menekankan jemaah usia lanjut yang mulai pikun harus ada monitoring sendiri. Jemaah haji lansia dengan penurunan daya ingat dan memiliki penyakit penyerta perlu pendampingan yang lebih ketat.Â
"Jemaah haji Lansia yang mulai mengalami penurunan daya ingat, penting untuk selalu didampingi dan dimonitor tersendiri terkait kondisinya serta pemeriksaan dokter ahli," tutur Arfik.
Jemaah haji lansia dengan gangguan penurunan daya ingatan selain pendampingan juga perlu bersosialisasi dan sering diajak bicara agar dapat merangsang stimulasi kognitifnya. Jemaah haji lansia ini juga perlu dihindarkan dengan faktor pemicu karena penurunan daya ingat dapat timbul kembali.
Advertisement