Liputan6.com, Jakarta - Nabi Muhammad SAW bukanlah orang yang melulu serius. Layaknya manusia pada umumnya, beliau juga tidak jarang bercanda dan bersenda gurau dengan para sahabatnya dalam momen-momen tertentu.
Meski demikian, kelakar Nabi Muhammad SAW didasarkan kepada hal benar, tidak mengada-ada, dan tidak pernah keluar dari koridor yang hak.
Advertisement
Gurauan yang dibuat Nabi Muhammad bisa merekatkan hubungannya dengan sahabatnya, bukan malah merenggangkan.
Advertisement
Terkadang, ada pesan khusus yang ingin disampaikan beliau di balik candaan yang dilontarkannya kepada seorang sahabatnya. Salah satunya adalah kisah beliau mencandai Zahir bin Haram.
Zahir adalah sahabat Nabi dari pedalaman Arab. Zahir menghabiskan hari-harinya di gurun pasir karena dia memang tinggal di sana. Ia memiliki rupa yang tidak menawan dan daya pikir yang sedikit lemah, alias bodoh.
Kendati demikian, Nabi Muhammad mencintai Zahir, begitupun Zahir.
Baca Juga
Saksikan Video Pilihan ini:
Candaan Nabi kepada Zahir
Suatu ketika, Zahir sedang ada di pasar untuk menjual barang-barangnya. Nabi Muhammad yang ketika itu ada di pasar melihat Zahir. Seketika itu, Nabi Muhammad menangkap Zahir dari belakang tanpa terlihat olehnya.
Zahir berteriak-teriak siapa gerangan yang mendekapnya itu. Setelah menoleh ke belakang, Zahir tahu bahwa yang menangkapnya adalah Nabi Muhammad.
Zahir tidak lagi ‘memberontakkan’ tubuhnya. Malah dia menggunakan kesempatan itu untuk mengeratkan pelukan Nabi Muhammad. Beliau terus mendekap tubuh Zahir dan menawarkan kepada orang-orang di pasar untuk membeli Zahir.
“Wahai manusia, siapa yang mau membeli budak ini (Zahir)?” kata Nabi Muhammad kepada para orang yang ada di pasar. Mendengar perkataan Nabi Muhammad seperti itu, Zahir menjawab kalau dirinya tidak akan laku dijual. Tidak akan ada yang mau membeli dirinya.
“Namun, di sisi Allah engkau ini mahal,” timpal Nabi Muhammad.
Melalui kisah di atas, Nabi Muhammad menegaskan bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa, seperti firman Allah dalam QS. al-Hujurat ayat 13. Rupa, warna kulit, suku, kecerdasan, dan bangsa bukanlah menjadi ukuran kemuliaan seseorang di sisi Allah.
Apa yang dilakukan Nabi Muhammad kepada Zahir merupakan cara beliau bersikap atau memperlakukan sahabatnya. Beliau meninggikan penghargaan kepada mereka. Sehingga sahabatnya menjadi senang dan beliau juga gembira dengan kegembiraan sahabatnya.
Advertisement