Liputan6.com, Jakarta - Semenjak belia, kita terus dimotivasi untuk belajar dan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Salah satu jargon yang kerap diperdengarkan adalah 'hadis' mengenai belajar walau sampai negeri China, untuk menggambarkan luas dan jauhnya pencarian ilmu.
Baca Juga
Advertisement
Hadis tersebut yakni
اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”
Jargon yang ada dalam perkataan ini kerap digunakan sebagai motivasi, dan terkadang bersanding dengan dalil mengenai kewajiban belajar atau menuntut ilmu, semenjak dilahirkan hingga datangnya kematian.
Pertanyaan yang terkadang muncul adalah kenapa yang disebut China. Ada pula pertanyaan, seberapa derajat kesahihan hadis tersebut?
Simak Video Pilihan Ini:
Penjelasan Derajat Hadits
Mengutip laman rumaysho.com, mayoritas ulama pakar hadis menilai bahwa hadits ini adalah hadits dho’if (lemah) dilihat dari banyak jalan.
Syaikh Isma’il bin Muhammad Al ‘Ajlawaniy rahimahullah telah membahas panjang lebar mengenai derajat hadis ini dalam kitabnya ‘Mengungkap kesamaran dan menghilangkan kerancuan terhadap hadis-hadis yang sudah terkenal dan dikatakan sebagai perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam’ pada index huruf hamzah dan tho’. Dalam kitab beliau tersebut, beliau mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Khotib Al Baghdadi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ad Dailamiy dan selainnya, dari Anas radhiyallahu ‘anhu.
Lalu beliau menegaskan lemahnya (dho’ifnya) riwayat ini. Dinukil pula dari Ibnu Hibban –pemilik kitab Shohih-, beliau menyebutkan tentang batilnya hadits ini. Sebagaimana pula hal ini dinukil dari Ibnul Jauziy, beliau memasukkan hadits ini dalam Mawdhu’at (kumpulan hadits palsu).
Dinukil dari Al Mizziy bahwa hadits ini memiliki banyak jalan, sehingga bisa naik ke derajat hasan.
Adz Dzahabiy mengumpulkan riwayat hadits ini dari banyak jalan. Beliau mengatakan bahwa sebagian riwayat hadits ini ada yang lemah (wahiyah) dan sebagian lagi dinilai baik (sholih).
Dengan demikian semakin jelaslah bagi para penuntut ilmu mengenai status hadits ini. Mayoritas ulama menilai hadits ini sebagai hadits dho’if (lemah). Ibnu Hibban menilai hadits ini adalah hadits yang bathil. Sedangkan Ibnul Jauziy menilai bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu).
Adapun perkataan Al Mizziy yang mengatakan bahwa hadits ini bisa diangkat hingga derajat hasan karena dilihat dari banyak jalan, pendapat ini tidaklah bagus (kurang tepat). Alasannya, karena banyak jalur dari hadits ini dipenuhi oleh orang-orang pendusta, yang dituduh dusta, suka memalsukan hadits dan semacamnya. Sehingga hadits ini tidak mungkin bisa terangkat sampai derajat hasan.
Advertisement
Seandainya Hadits Ini Sahih
Adapun Al Hafizh Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan bahwa sebagian jalan dari hadis ini ada yang sholih (dinilai baik). Maka kita terlebih dahulu melacak jalur yang dikatakan sholih ini sampai jelas status dari periwayat-periwayat dalam hadits ini. Namun dalam kasus semacam ini, penilaian negatif terhadap hadits ini (jarh) lebih didahulukan daripada penilaian positif (ta’dil) dan penilaian dho’if terhadap hadis lebih harus didahulukan daripada penilaian shohih sampai ada kejelasan shohihnya hadits ini dari sisi sanadnya. Dan syarat hadits dikatakan shohih adalah semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat). Inilah syarat-syarat yang dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab Mustholah Hadits (memahami ilmu hadits).
Seandainya Hadits Ini Shohih
Seandainya hadits ini shohih, maka ini tidak menunjukkan kemuliaan negeri China dan juga tidak menunjukkan kemuliaan masyarakat China. Karena maksud dari ‘Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China’ –seandainya hadis ini shohih- adalah cuma sekedar motivasi untuk menuntut ilmu agama walaupun sangat jauh tempatnya. Karena menuntut ilmu agama sangat urgen sekali. Kebaikan di dunia dan akhirat bisa diperoleh dengan mengilmui agama ini dan mengamalkannya.
Dan tidak dimaksudkan sama sekali dalam hadis ini mengenai keutamaan negeri China. Namun, karena negeri China adalah negeri yang sangat jauh sekali dari negeri Arab sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan dengan negeri tersebut. Tetapi perlu diingat sekali lagi, ini jika hadits tadi adalah hadits yang shohih. Penjelasan ini kami rasa sudah sangat jelas dan gamblang bagi yang betul-betul merenungkannya. Wallahua'lam. [Sumber: Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 22/233-234, Asy Syamilah via rumaysho.com]
Keterangan:
Hadits shohih adalah hadist yang memenuhi syarat: semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat).
Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat shohih di atas, namun ada kekurangan dari sisi dhobith (kuatnya hafalan).
Hadits dho’if (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih seperti sanadnya terputus, menyelisihi riwayat yang lebih kuat (lebih shohih) dan memiliki illah (cacat).
--
Tim Rembulan