Liputan6.com, Jakarta - Keyakinan pada hari akhir atau kiamat memberikan motivasi kuat untuk melakukan amal perbuatan baik dan berbuat kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Keyakinan akan balasan dari Allah SWT dan kebahagiaan abadi di surga menjadi dorongan untuk melakukan kebajikan dan berbuat baik kepada sesama.
Di hari akhir, atau kiamat akan ada tiupan sangkakala. Nama ini disebutkan semacam terompet.
Advertisement
Sangkakala biasanya digunakan dalam konteks keagamaan untuk mengumumkan peristiwa-peristiwa penting atau sebagai tanda peringatan akan datangnya kiamat.
Termasuk keimanan terhadap hari akhir adalah beriman dengan tiupan sangkakala kiamat. Ini adalah peristiwa yang sangat mengerikan, yaitu peristiwa pertama kali yang terjadi pada hari kiamat.
Malaikat Israfil meniup sangkakala pada hari kiamat sesuai perintah Allah Ta’ala.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Sangkakala Ditiup Sebanyak Tiga Kali
Mengutip muslim.or.id, diantara permasalahan yang menjadi perselisihan para ulama adalah berapa kali sangkakala ditiup pada hari kiamat kelak. Berikut pendapat para ulama dan argumentasi (dalil) masing-masing pendapat terkait tiupan sangkakala.
Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnul ‘Arabi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan Asy-Syaukani rahimahumullah.
Tiupan pertama, disebut dengan nafkhotul faza’, yaitu tiupan yang menyebabkan kaget, kepanikan, atau terkejutnya seluruh makhluk. Tiupan ini juga menyebabkan perubahan dan rusaknya keteraturan alam dunia. Tiupan pertama ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan mereka semua datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (QS. An-Naml [27]: 87)
Tiupan ke dua, disebut dengan nafkhotu ash-sha’qi, yaitu tiupan yang menyebabkan kematian seluruh makhluk.
Tiupan ke tiga, disebut dengan nafkhotul ba’tsi wan nusyuur, yaitu tiupan dibangkitkannya seluruh makhluk.
Advertisement
Berikut Firman Allah
Tiupan sangkakala ke dua dan ke tiga ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar [39]: 68)
Tiupan ke tiga juga ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ
“Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.” (QS. Yasin [36]: 51)
Sangkakala Ditiup sebanyak Dua Kali
Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Al-Qurthubi dan Ibnu Hajar rahimahumullah.
Tiupan sangkakala yang pertama disebut dengan nafkhotul faza’ wa ash-sha’qi, yaitu tiupan yang menyebabkan terkejutnya seluruh makhluk sehingga menyebabkan kematian mereka.
Menurut ulama yang berpendapat tiupan sebanyak dua kali, nafkhotul faza’ dan nafkhotu ash-sha’qi ini dua hal yang terjadi dalam satu waktu (satu tiupan), bukan dua tiupan yang terpisah. Artinya, mereka terkejut dan kemudian mati karenanya.
Para ulama yang berpendapat dua kali, mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ
“(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam. Tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan ke dua.” (QS. An-Nazi’at [79]: 6-7)
Ketika menjelaskan ayat di atas, Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: هَمًّا النَّفْخَتَانِ الْأُولَى وَالثَّانِيَةُ، وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ وَالْحَسَنُ وَقَتَادَةُ وَالضَّحَّاكُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ
“Ibnu ‘Abbas berkata,’Keduanya adalah tiupan pertama dan ke dua.’ Dan demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, dan yang lainnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/315)
Advertisement
Ini Hadis tentang Tiupan Sangkakala
Mereka juga berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ
“(Jarak) antara dua tiupan adalah empat puluh.” (HR. Bukhari no. 4935)
Di antara dua pendapat tersebut, yang lebih tepat adalah pendapat yang ke dua, bahwa sangkakala ditiup sebanyak dua kali pada hari kiamat. Hal ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang panjang di dalamnya diceritakan,
… ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ، فَلَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا أَصْغَى لِيتًا وَرَفَعَ لِيتًا، قَالَ: وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوطُ حَوْضَ إِبِلِهِ، قَالَ: فَيَصْعَقُ، وَيَصْعَقُ النَّاسُ، ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ – أَوْ قَالَ يُنْزِلُ اللهُ – مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوِ الظِّلُّ – نُعْمَانُ الشَّاكُّ – فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ أُخْرَى، فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ …
“ … Kemudian ditiuplah sangkakala. Tidak ada seorang pun yang mendengarnya kecuali dia memasang pendengarannya dan menjulurkan lehernya. Beliau bersabda,’Maka orang yang pertama kali mendengarnya adalah seseorang yang memperbaiki telaga untuk untanya.’ Beliau berkata,’Dia pun mati, dan orang-orang pun mati.’ Kemudian Allah mengirim –atau beliau berkata,’Menurunkan’- hujan gerimis atau naungan –Nu’man (salah seorang perawi) ragu-ragu- yang darinya Allah menumbuhkan (membangkitkan) jasad-jasad manusia. Kemudian ditiuplah sangkakala yang ke dua, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing) …” (HR. Muslim no. 2940).
Maka di dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa ketika sangkakala ditiup pertama kali dan didengar manusia, maka mereka pun mati. Kemudian ditiuplah sangkakala ke dua kalinya, maka bangkitlah manusia dari kuburnya dan menunggu putusannya masing-masing. Dua tiupan ini juga ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.
Jarak antara Dua Tiupan Sangkakala
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ» قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ شَهْرًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: أَبَيْتُ
“(Jarak) antara dua tiupan adalah empat puluh.” Para sahabat bertanya,”Wahai Abu Hurairah, apakah empat puluh hari?” Abu Hurairah menjawab,”Aku enggan.” Mereka bertanya lagi,”Empat buluh bulan?” Abu Hurairah menjawab,”Aku enggan.” Mereka bertanya lagi,”Empat puluh tahun?” Abu Hurairah menjawab,”Aku enggan.” (HR. Bukhari no. 4935)
Maksudnya, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu enggan untuk menegaskan atau memastikan apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun. Akan tetapi yang pasti adalah bahwa jaraknya empat puluh. Dikatakan juga bahwa jarak dua tiupan ini adalah di antara perkara yang tidak diketahui kecuali Allah Ta’ala.
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
ومعناه امتنعت من تبيينه لأني لا أعلمه فلا أخوض فيه بالرأي
“Maksudnya, aku tidak bisa menjelaskan, karena aku tidak mengetahuinya. Maka aku tidak berbicara tentang hal itu hanya berdasarkan pendapat (logika).” (Fathul Baari, 11/370)
Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat untuk kaum muslimin. Wallahu' Alam.
Penulis: Nugroho Purbo
Advertisement