Liputan6.com, Jakarta - Menikah dalam Islam dianggap sebagai suatu proses yang sangat dihormati dan ditegakkan sebagai salah satu prinsip dasar dalam ajaran agama. Pernikahan dilihat sebagai suatu ikatan yang sah antara seorang pria dan seorang wanita, yang dilandasi oleh cinta, saling pengertian, dan komitmen untuk bersama dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga yang kokoh dan harmonis, serta untuk melanjutkan keturunan dalam rangka memperkuat umat.
Proses pernikahan dalam Islam melibatkan berbagai tahapan. Pertama-tama, calon pengantin dan keluarga keduanya harus menyetujui pernikahan tersebut. Selanjutnya, diawali dengan akad nikah, yang merupakan pernyataan resmi dari kedua belah pihak untuk bersatu dalam ikatan pernikahan.
Advertisement
Akad nikah dilakukan di hadapan seorang wali yang sah, biasanya ayah atau wali yang ditunjuk, serta beberapa saksi yang hadir. Setelah itu, dilakukan walimah, yaitu perayaan sederhana untuk mengumumkan pernikahan kepada masyarakat.
Baca Juga
Islam menekankan pentingnya saling menghormati, menyayangi, dan membantu satu sama lain di dalam pernikahan. Al-Qur'an dan Hadis memberikan petunjuk tentang hak dan kewajiban pasangan suami istri, serta memberikan panduan etika dalam berumah tangga.
Pernikahan dalam Islam bukan hanya sekadar ikatan fisik, tetapi juga ikatan spiritual yang memperkaya kehidupan pasangan dan menjalani pernikahan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab yang diemban.
Lalu bagaimana jika ada kasus seseorang menikah namun dilandasi untuk bercerai? Apakah kasus seperti ini ada? banyak kasusnya, seperti misalnya kawin kontrak.
Simak Video Pilihan Ini:
Ada Ulama yang Menyebutkan Nikah Ini Boleh
Menukil Hidayatullah.com, ada sebuah kasus, seorang laki-laki Mesir yang sudah mempunyai istri dan anak pergi ke Negara Arab Saudi untuk bekerja selama dua tahun. Untuk menghindari perzinaan, akhirnya dia menikah dengan wanita yang berasal dari Filipina yang kebetulan juga mempunyai kontrak kerja di negara tersebut.
Laki-laki Mesir tersebut ketika menikah, ada niat dalam dirinya, jika telah selesai kontrak kerjanya di Arab Saudi, maka istrinya yang dari Filipina tersebut akan diceraikan, boleh jadi istrinya yang dari Filipina tersebut mengetahui niat tersebut, boleh jadi juga dia tidak mengetahuinya.
Bagaimana hukum pernikahan tersebut menurut pandangan Islam ?
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menikah dengan niat cerai, sebagaimana dalam kasus di atas.
Pendapat Pertama menyatakan bahwa nikah dengan niat cerai hukumnya boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Berkata Imam Al–Zurqani dari madzhab Maliki di dalam Syarh al-Muwatho’, “Dan mereka sepakat bahwasanya siapa yang menikah secara mutlak, sedangkan dia berniat untuk tidak bersamanya (istrinya) kecuali sebatas waktu yang dia niatkan, maka hal itu dibolehkan dan bukan merupakan nikah mut’ah,“
Berkata Imam Nawawi dari Madzhab Syafi’i di dalam Syarh Shohih Muslim (9/182): “Berkata al Qadhi: “Mereka sepakat bahwa seseorang yang menikah dengan akad nikah mutlak (akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya), tetapi di dalam hatinya ada niat untuk tidak bersama istrinya kecuali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan niatnya, maka nikah tersebut sah, dan bukan termasuk nikah mut’ah.”
Berkata Ibnu Qudamah dari Madzhab Hambali di dalam al-Mughni (7/537) : “Jika seseorang menikahi perempuan tanpa ada syarat, hanya saja di dalam hatinya ada niat untuk menceraikan setelah satu bulan , atau menceraikannya jika dia telah menyelesaikan pekerjaannya di kota ini, maka jika seperti itu, maka pernikahannya tetap sah menurut pendapat mayoritas ulama, kecuali Al Auza’i yang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk nikah mut’ah. Tetapi pendapat yang benar bahwa hal tersebut tidaklah apa-apa, dan niat tersebut tidak berpengaruh.”
Mereka beralasan bahwa pernikahan tersebut telah memenuhi syarat dan rukunnya, sehingga secara lahir hukumnya sah. Adapun hati dan niat diserahkan urusannya kepada Allah SWT, selama itu tidak tertulis di dalam akad nikah.
Karena, barangkali calon suami ada niat untuk menceraikannya, tapi ternyata setelah menikah dia senang dan merasa cocok dengan istrinya tersebut, atau karena pertimbangan lain, sehingga dia tidak jadi menceraikannya.
Advertisement
Ada Ulama yang Menyebutkan Nikah Ini Haram
Pendapat Kedua menyatakan bahwa nikah dengan niat cerai hukumnya haram.
Ini adalah pendapat Madzhab Ahmad dalam riwayat yang masyhur dan pendapat Imam Auza’i, serta al-Majma’ al-Fiqh al-Islami, Rabithah al-Ulama al-Islami pada pertemuannya yang ke- 18 yang diadakan di Makkah pada tanggal 10-14 Rabi’ul Awal 1427 H / 8-12 April 2006 M.
Maksud dari haram di sini adalah tidak boleh dilakukan, tetapi jika seseorang tetap melakukannya, maka ia berdosa, karena di dalamnya mengandung unsur penipuan, tetapi walaupun begitu pernikahan tersebut tetap sah, sedang niatnya batil dan niat tersebut harus diurungkan.
Mereka beralasan bahwa tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketenangan, kasih sayang, dan ketentraman, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang mau berfikir.” (QS: Ar-Rum : 21).
Menikah dengan niat cerai telah menyalahi tujuan dari pernikahan sebagaimana yang tersebut pada ayat di atas.
Selain itu, bahwa pada dasarnya kehormatan (kemaluan) seorang wanita adalah haram, kecuali melalui pernikahaan yang sah prosesnya dan benar maksudnya. Di dalam pernikahan yang ada niat untuk menceraikan istrinya adalah pernikahan yang maksudnya sudah tidak benar dahulu, sehingga menjadi tidak boleh.
Ini sesuai dengan hukum nikah muhalil, yaitu pernikahan dengan maksud hanya ingin menghalalkan wanita yang telah diceraikan suaminya tiga kali, dan suami ingin kembali lagi kepada istri tersebut, tetapi syaratnya dia harus dinikahi oleh lelaki lain dan keduanya telah melakukan hubungan suami istri, setelah itu istri itu diceraikan, agar suami yang pertama bisa menikahinya kembali.
Pernikahan semacam ini hukumnya haram, karena niatnya tidak benar, yaitu hanya sekedar untuk menghalalkan wanita tersebut. Kalau nikah muhalil diharamkan, maka begitu juga halnya dengan menikah dengan niat cerai. Niat dalam masalah ini sangat berpengaruh di dalam pernikahan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung kepada niatnya.” (HR. Bukhari).
Ada Ulama yang Menyebutkan Nikah Ini Boleh tapi Makruh
Pendapat ketiga menyatakan bahwa nikah dengan niat cerai hukumnya boleh tapi makruh.
Ini pendapat Abul Khair al-Imrani dan Ibnu Taimiyah, sebagaimana di dalam Majmu’ Fatawa: 32/107-108, tetapi di tempat lain Ibnu Taimiyah berpendapat boleh Majmu’ Fatawa: 32/ 147.
Berkata Abu al al Khoir al Imran yang wafat pada tahun 558 H, di dalam bukunya al-Bayan, (Dar al Minhaj): 9/ 279: “Jika ia menikahinya dan berniat di dalam hatinya akan hal tersebut (yaitu ingin menceraikannya), kemudian ia menikahinya dengan pernikahan mutlak, maka hal tersebut makruh, tetapi tetap sah. “ (Bisa dirujuk pula dalam Mujib al Muthi’i, Takmilah al-Majmu’ : 17/ 352).
Kalau dikatakan nikah ini seperti nikah mut’ah, maka penyamaan seperti ini tidak benar, karena keduanya ada perbedaan yang sangat menyolok di antaranya :
Pertama nikah mut’ah menyebutkan syarat tersebut di dalam akad pernikahan, sedang nikah ini (nikah dengan niat talak) tidak disebutkan.
Kedua nikah mut’ah tidak ada perceraian dan tidak ada masa iddah, jika masanya habis, pernikahan tersebut dengan sendirinya bubar. Sedang dalam nikah ini ada perceraian dan ada iddahnya juga, sebagaimana pernikahan pada umumnya.
Ketiga nikah mut’ah jika masa kontraknya habis, maka pernikahan tersebut harus dibubarkan. Kalau keduanya ingin melangsungkan pernikahannya lagi, harus dengan akad baru. Sedang dalam pernikahan dengan niat cerai, bisa jadi tidak terjadi perceraian sebagaimana diniatkan, bahkan mungkin berlangsung terus sebagaimana pernikahan pada umumnya.
Dari keterangan di atas, bahwa menikah dengan niat cerai hukumnya boleh menurut pendapat mayoritas ulama, tetapi makruh, maka sebaiknya ditinggalkan.
Maksud dari boleh dan sah di sini adalah bahwa hasil dari pernikahan tersebut diakui oleh Islam, yaitu anak yang lahir dari pernikahan tersebut adalah anak yang sah dan dinisbatkan kepada orang tuanya, suami diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, jika salah satu dari kedua orangtuanya meninggal dunia, maka anak-anaknya berhak mendapatkan warisan darinya, dan hal-hal lainnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement