Liputan6.com, Jakarta - Menjaga kebersihan dari air kencing adalah praktik penting dalam menjaga kesehatan pribadi dan mencegah masalah kesehatan. Secara tradisional, air kencing dibilas dengan air sehingga bisa terbebas dari najis atau beristinja.
Namun, dalam kondisi tertentu, istinja juga bisa dilakukan dengan tisu. Misalnya, saat di pesawat, hotel, atau tempat lain yang tidak memberikan fasilitas air.
Hal lain yang mesti diperhatikan adalah adab buang air kecil. Percikan air kencing itu sungguh berbahaya karena najis dan memengaruhi sah tidaknya ibadah.
Advertisement
Baca Juga
Jangan sampai kelalaian membersihkan air kencing seorang berdosa dan ditimpa siksa.
إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
Artinya: "Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Dan keduanya disiksa bukan karena perkara yang berat. Orang pertama disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencing. Orang kedua disiksa karena dirinya berjalan kesana kemari menebarkan namimah (adu domba)" (HR. Bukhari 216 dan Muslim 292)
Dalam ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa, perkara najis air kencing bukan termasuk perkara yang berat. Maksudnya ialah membersihkan diri dari air kencing merupakan sebuah perkara yang mudah untuk dilakukan sehingga dianggap perkara remeh yang sebetulnya akan menjadi sebuah perkara berat.
Agar terhindar dari azab kubur akibat kelalaian atau ketidaktahuan adab buang air kecil, terdapat beberapa tips yang bisa ditiru yang mana juga pernah dilakukan oleh Rasulullah, melansir bincangsyariah.com.
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Cara yang Bisa Ditiru Agar Terhindar Azab Kubur Gara--gara Air Kencing
Pertama, menjauh dan menutup aurat dari manusia. Biasanya di wc umum laki-laki, pada tempat buang air kecil yang tidak menyediakan sekat pembatas, menyebabkan tidak leluasa menyingkap pakaian agar terhindar dari percikan air seni.
Maka dianjurkan untuk mencari tempat tertutup saat buang air kecil. Sebagaimana yang Rasul lakukan ketika dalam perjalanan, seperti disebutkan dalam sebuah riwayat
Dari Jabir bin Abdillah berkata,
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى
“Kami pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah SAW dan beliau tidak menunaikan hajatnya sampai beliau pergi ke tempat yang tidak kelihatan.” (HR. Ibnu Majah)
Kedua, bagi laki-laki agar memercikkan air ke kemaluan atau celana dikira terkena air seni untuk menghilangkan was-was. Hal ini untuk berhati-hati terhadap percikannya ketika buang air kecil yang bisa menyebabkan najis masih melekat pada diri dan pakaiannya.
Dalam sebuah hadis Ibnu Abbas mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ فَرْجَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali–satu kali membasuh, lalu setelah itu beliau memerciki kemaluannya.” (HR. Ad-Darimi)
Ketiga, tidak kencing di air yang menggenang. Sebab percikan air seni dikhawatirkan akan terciprat ke pakaian. Karenanya Rasul melarang hal itu, sebagai dalam hadis diriwayatkan Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.” (HR. Muslim)
Advertisement
Istinja dengan Air atau Benda Padat
Keempat, hendaknya membersihkan diri dengan air
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى يَسْتَنْجِى بِهِ
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Apabila terpaksa tidak menggunakan air seperti pergi ke hotel atau tempat umum yang tidak menyediakan air maka diperbolehkan membersihkan dengan beberapa benda yang kesat. Dulu Rasul menggunakan tiga batu, sedangkan sekarang bisa menggunakan tisu
إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ ثَلاَثاً
“Jika salah seorang di antara kalian ingin beristijmar (istinja’ dengan batu), maka gunakanlah tiga batu.” (HR. Ahmad).
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul