Amalan agar Rezeki Melimpah Tak Pernah Surut dari Syaikh Abu Hasan As-Syadzili

Ini amalan rezeki dari Syaikh Abu Hasan As-Syadzili yang menyebabkan pengamalnya dianugerahi rezeki melimpah dan teka pernah surut.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mei 2024, 04:30 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2024, 04:30 WIB
Syaikh Abu Hasan As-Syadzili (SS: YT Elfiq Chanel)
Syaikh Abu Hasan As-Syadzili (SS: YT Elfiq Chanel)

Liputan6.com, Jakarta - Memiliki rezeki yang melimpah ruah dan tak pernah surut merupakan dambaan semua orang. Tak jarang bagi mereka yang menginginkan kesuksesan dan kaya raya bekerja siang dan malam.

Tentu saja sebagai ikhtiyar batin, membaca amalan berupa doa dan wirid sangat dianjurkan. Terlebih mengamalkan wirid yang diajarkan oleh para kekasih Allah atau yang disebut sebagai waliyullah.

Salah satu amalan pembuka pintu rezeki sebagaimana yang diajarkan oleh salah seorang waliyullah yang juga memiliki derajat sultanul awaliya atau rajanya para wali sebagaimana Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, yaitu Syaikh Abu Hasan As-Syadzili.

Dalam salah satu karyanya Syaikh Abu Hasan As-Syadzili mengajarkan wirid yang bukan hanya untuk mendatangkan banyak rezeki, melainkan juga agar terhindar drai kejahatan makhluk, disukai dan dumudahkan segala urusannya oleh Allah SWT.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Ini Amalannya

Ilustrasi Zikir (istockphoto)
Ilustrasi Zikir (istockphoto)

Menukil bincang syariah.com, dalam kitabnya yang berjudul as-Sir al-Jalil (Rahasia Agung), pada bab kelima beliau menyampaikan sebuah amalan agar terhindar dari kejahatan makhluk, dimudahkan rezeki, agar disukai makhluk, dan semua kesempitan hidup dimudahkan oleh Allah.

Berikut keterangan dari Syekh Abu Hasan:

فَالْيَقْرَأْ فِي كُلِّ يَوْمٍ: “حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ” عَدَدَ حُرُوْفِهَا، وَهِيَ أَرْبَعُمِائَةٍ وَخَمْسُوْنَ مَرَّةً، ثُمَّ يَقْرَأُ بَعْدَ ذَلِكَ قَوْلَهُ تَعَالَى: “الَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيْمَانًا وَقَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ” (آل عمران : 173) سَبْعَ مَرَّاتٍ، وَفِي الْمَرَّةِ السَّابِعَةِ يَقُوْلُ: “فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ” (آل عمران : 174). وَمَنْ دَاوَمَ عَلَى ذَلِكَ كَانَ لَهُ سِرٌّ عَجِيْبٌ فِي تَسْهِيْلِ الْعَسِيْرِ

Dari keterangan di atas dapat dijelaskan, amalan tersebut adalah dengan membaca:

 حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ 

Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil 450 X

الَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيْمَانًا وَقَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

Alladziina qaala lahumun naasu innan naasa qad jama’uu lakum fakhsyauhum fazaadahum iimaanaa, wa qaaluu hasbunallahu wani’mal wakiil 7X

فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ 

Fanqalabuu bini’matim minallaahi wa fadllil lam yamsashum suu-uw wat-taba’uu ridlwaanalllahi, wallaahu dzuu fadllin ‘adziim 1X

Menurut Syekh Abu Hasan, siapa saja yang mengamalkan wirid di atas secara istiqamah, akan mendapatkan sirr (rahasia) yang mengagumkan untuk memudahkan segala sesuatu yang sulit.

Rahasia Kalimat Hasbunallah Wani'mal Wakil

Ilustrai- Kafilah pengendara unta di padang pasir. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)
Ilustrai- Kafilah pengendara unta di padang pasir. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)

Kalimat “hasbunallah wa ni’ma al-wakil” ini terdapat dalam Al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 173. Dari segi asbabun nuzulnya, surat Ali Imran ayat 173-174 di atas berhubungan dengan pasukan Nabi Muhammad yang mendapatkan keuntungan besar dari perdagangan mereka, padahal tujuan semula keberangkatan mereka adalah untuk berperang.

Diceritakan dalam Tafsir Shawi dan al-Lubab, ketika Abu Sufyan dan pasukannya akan kembali ke Makkah dari perang Uhud, dia mengadakan kesepakatan dengan Nabi untuk kembali berperang setahun kemudian, tepatnya pada musim Badar Sughra, yaitu musim raya yang diadakan setahun sekali, di mana antar kabilah Arab saling bertemu untuk mengadakan transaksi dagang.

Setelah waktu yang dijanjikan datang, tepatnya tahun keempat Hijriyah pada bulan Sya’ban, Abu Sufyan bersama pasukannya keluar dari Makkah dan sampai ke Marr adz-Dzahran. Tiba-tiba hati Abu Sufyan merasa gentar, takut melanjutkan peperangan, dan kebetulan bertemu dengan Nu’aim bin Mas’ud al-Asyja’i.

Abu Sufyan berkata kepada Nu’aim, “Wahai Nu’aim! Aku telah sepakat dengan Muhammad untuk bertemu pada musim Badar, dan tahun ini adalah tahun paceklik. Aku ingin kesepakatan ini dibatalkan, tetapi yang membatalkan Muhammad, bukan aku. Datanglah ke Madinah, lalu lemahkan semangat pasukan Muhammad agar mereka tidak jadi berangkat. Dan engkau akan mendapatkan hadiah sepuluh unta dariku.”

Peroleh Keuntungan yang Melimpah

Taman Wisata China Bangun Lampu Lalu Lintas Khusus untuk Unta
Ilustrasi barisan unta yang sedang berjalan di gurun pasir. (dok. Unsplash/ Sergey Pesterev)

Nu’aim kemudian pergi ke Madinah, dan mendapati Nabi beserta para sahabat sedang bersiap-siap untuk berangkat perang. Nu’aim berkata pada mereka, “Apa yang sedang kalian lakukan?”

Mereka menjawab, “Kami akan pergi menuju tempat perjanjian kami dengan Abu Sufyan.”

“Kalian tidak akan mampu melawan mereka, mereka telah berkumpul untuk melawan kalian, kalian seharusnya takut pada mereka ”, kata Nu’aim.

Provokasi Nu’ain itu membuat nyali sebagian pasukan merasa ciut. Melihat gelagat itu, Nabi mengatakan, “Sungguh aku akan pergi menemui mereka, walaupun sendiri”.

Sementara para sahabat yang memiliki keteguhan iman, yakin dengan pertolongan Allah, mereka mengatakan, “hasbunallah wa ni’mal wakiil.”

Nabi kemudian berangkat bersama seribu lima ratus pasukan, dan sampailah mereka di Badar. Yaitu sebuah pasar tahunan, tempat berkumpulnya para pedagang Arab selama delapan hari.

Pasukan Nabi kebetulan bertemu dengan musim Badar tersebut, sehingga mereka ikut mengadakan transaksi, memperjualbelikan harta yang mereka miliki. Mereka mendapatkan keuntungan berlimpah, dari uang satu dirham bisa mendapatkan dua dirham.

Sementara, tidak ada satu pun musyrik Makkah yang datang ke tempat itu. Akhirnya mereka pulang ke Madinah dengan membawa keuntungan dan pahala yang besar. Wallahu A’lam.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya