Liputan6.com, Jakarta - KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, yang lebih dikenal sebagai Abah Guru Sekumpul, adalah sosok ulama besar yang sangat dihormati di Kalimantan Selatan, dan Indonesia.
Namun, tidak banyak yang tahu bahwa nama aslinya bukanlah Muhammad Zaini. Abah Guru Sekumpul lahir dengan nama Ahmad Kusyairi, namun namanya kemudian diubah karena sebuah isyarat illahi yang diterima dalam sebuah mimpi.
Advertisement
Dikutip dari kanal YouTube @karomahislam pada Sabtu (24/08/3034), kisah pergantian nama Abah Guru Sekumpul ini merupakan salah satu dari sekian banyak karomah yang dimilikinya.
Advertisement
Kejadian ini tercatat dalam buku "100 Karamah dan Kemuliaan Abah Guru Sekumpul," yang menceritakan bahwa pada suatu malam, Abah Guru Sekumpul bermimpi bertemu dengan dua pemuda berwajah tampan yang mengaku sebagai Sayidina Hasan dan Sayidina Husain, cucu Rasulullah SAW.
Dalam mimpi tersebut, Abah Guru Sekumpul terlibat dalam sebuah perbincangan yang mendalam dengan kedua pemuda tersebut.
Di akhir perbincangan, Sayidina Hasan dan Sayidina Husain memberikan gelar "Zainal Abidin" kepada Abah Guru Sekumpul.
Tidak hanya itu, mereka juga memasangkan jubah dan selendang kepada Abah Guru, sebuah simbol kehormatan dan kebesaran.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Akhirnya Namanya Diubah
Setelah terbangun dari mimpinya, Abah Guru menceritakan pengalaman tersebut kepada sang ayah. Mendengar cerita tersebut, sang ayah merasa bahwa mimpi itu adalah sebuah isyarat dari Allah.
Atas dasar itulah, sang ayah kemudian memutuskan untuk mengubah nama Ahmad Kusyairi menjadi Muhammad Zaini, sebagai bentuk penghormatan terhadap mimpi yang dialami oleh putranya.
Menariknya, sebelum pergantian nama tersebut, seorang ulama besar, Tuan Guru Marzuki, datang ke kediaman Abah Guru Sekumpul pada pagi hari.
Tuan Guru Marzuki tanpa diduga mengatakan, "Kamu sekarang bernama Zainal Abidin, ya?" Mendengar ucapan itu, Abah Guru hanya bisa tersenyum. Ternyata, mimpi yang sangat pribadi itu diketahui oleh Tuan Guru Marzuki, seolah-olah beliau telah diberi petunjuk dari Allah tentang peristiwa tersebut.
Kisah ini semakin memperkuat keyakinan banyak orang tentang kedekatan Abah Guru Sekumpul dengan Allah SWT dan keistimewaan yang dimilikinya.
Nama baru yang diberikan kepada Abah Guru Sekumpul ini tidak hanya sekadar nama, tetapi juga membawa makna yang dalam dan berkaitan dengan gelar kehormatan yang diberikan langsung oleh cucu Rasulullah dalam mimpi tersebut.
Perubahan nama ini juga menjadi salah satu bukti karamah Abah Guru Sekumpul, yang menjadi salah satu tokoh ulama paling dihormati di Kalimantan Selatan.
Advertisement
Bentuk Kedekatan dengan Allah SWT
Banyak orang yang meyakini bahwa karamah yang dimiliki oleh Abah Guru adalah bentuk dari kedekatan spiritualnya dengan Allah SWT dan kecintaannya yang mendalam terhadap Rasulullah dan keluarganya.
Seiring berjalannya waktu, nama Muhammad Zaini bin Abdul Ghani menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat, tidak hanya di Kalimantan Selatan tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
Banyak yang percaya bahwa nama baru ini membawa keberkahan dan kemuliaan yang lebih besar dalam perjalanan hidup dan dakwah Abah Guru Sekumpul.
Kisah pergantian nama ini juga mengajarkan kepada umat Muslim tentang pentingnya memperhatikan isyarat-isyarat ilahi yang mungkin datang dalam bentuk mimpi atau petunjuk lainnya.
Dalam hal ini, Abah Guru Sekumpul menunjukkan ketawadukan dan ketaatan yang tinggi dengan menerima dan menghormati isyarat tersebut.
Meskipun kisah ini sudah lama terjadi, namun hingga kini masih menjadi salah satu cerita yang sering dibagikan oleh para murid dan pengikut Abah Guru Sekumpul.
Kisah ini juga menjadi bagian dari warisan spiritual yang ditinggalkan oleh Abah Guru, yang terus hidup dalam hati umat Muslim, khususnya di Kalimantan Selatan.
Kisah ini menunjukkan bahwa nama seseorang tidak hanya sekadar identitas, tetapi juga bisa menjadi simbol dari perjalanan spiritual dan kedekatan seseorang dengan Tuhannya.
Pergantian nama Abah Guru Sekumpul menjadi Muhammad Zaini adalah salah satu contoh nyata dari hal tersebut.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul