Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Kamis resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan pimpinan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang.
"ICC dengan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua individu, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024," demikian pernyataan ICC, dikutip Antara.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Tanggal 20 Mei yang disebut dalam pernyataan itu merujuk pada tanggal di mana jaksa ICC mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap mereka.
Dengan demikian, ICC menolak argumen Israel yang menyatakan bahwa pengadilan tersebut tak memiliki yurisdiksi untuk memerintahkan penangkapan Netanyahu dan Gallant.
Terkait kejahatan mereka, ICC menemukan dasar yang wajar untuk meyakini bahwa kedua orang tersebut bertanggung jawab atas tindak kejahatan perang dalam bentuk "memanfaatkan kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang meliputi pembunuhan, penyiksaan, dan tindakan tak manusiawi lainnya".
"ICC juga menemukan dasar yang wajar untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant masing-masing bertanggung jawab secara pidana sebagai penguasa sipil untuk kejahatan perang dalam bentuk secara sengaja mengarahkan serangan terhadap populasi sipil," demikian menurut ICC.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Italia Siap Tangkap Benjamin Netanyahu dan Gallant
Menteri Pertahanan Italia, Guido Crosetto, pada Kamis (21/11) menyampaikan keberatan terhadap surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk kepala pemerintahan Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant.
Namun, ia menegaskan bahwa Italia wajib melaksanakan perintah tersebut jika kedua tokoh itu memasuki wilayah Italia.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan televisi, Crosetto mengatakan bahwa meskipun ia menganggap keputusan ICC tersebut "keliru," tetapi sebagai negara penandatangan Statuta Roma, Italia harus mematuhi hukum internasional.
"Karena kita adalah pihak yang terikat dengan ICC, jika Netanyahu dan Gallant datang ke Italia, kita harus menangkap mereka. Ini bukan keputusan politik, melainkan pelaksanaan legislasi internasional," ujarnya.
Sebelumnya pada Kamis, ICC mengumumkan secara resmi bahwa telah dikeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant atas tuduhan kejahatan perang di wilayah Palestina, termasuk Gaza.
Surat perintah ini dikeluarkan di tengah serangan besar-besaran Israel di Gaza yang telah memasuki tahun kedua di wilayah tersebut.
Konflik tersebut telah menewaskan sekitar 44.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 103.000 lainnya.
Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani, menyampaikan sikap berhati-hati.
"Kami akan meninjau isi keputusan tersebut dan alasan di baliknya," kata Tajani, seraya menekankan bahwa ICC seharusnya menjalankan peran hukum murni tanpa pengaruh politik.
"Bersama dengan sekutu kami, kami akan menilai perkembangan yang terjadi dan menentukan tindakan serta langkah selanjutnya," tambahnya.
Pernyataan Tajani memicu kecaman dari oposisi Gerakan Lima Bintang (M5S). Para anggota parlemen M5S menyebut komentar Tajani sebagai "mengejutkan dan memalukan."
Dalam pernyataan bersama, anggota M5S menyoroti bahwa kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, telah menegaskan bahwa keputusan ICC bersifat mengikat bagi negara-negara anggota Uni Eropa.
Advertisement