Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap polisi di bandara internasional Manila, setelah tiba dari Hong Kong pada Selasa 11 Maret 2025. Penangkapan Duterte rupanya atas perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Pengadilan tersebut dilaporkan sedang menyelidiki dugaan pembunuhan besar-besaran yang terjadi di bawah kepemimpinan Duterte selama perang melawan narkoba. ICC memulai penyelidikan terhadap pembunuhan terkait narkoba di bawah pemerintahan Duterte sejak 1 November 2011, ketika dia masih menjabat sebagai wali kota Davao, hingga 16 Maret 2019, sebagai kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Advertisement
Baca Juga
Duterte menarik Filipina dari Statuta Roma pada tahun 2019, sebuah langkah yang menurut aktivis hak asasi manusia bertujuan untuk menghindari pertanggungjawaban atas pembunuhan tersebut.
Lalu apa itu ICC?
Dikutip dari berbagai sumber, Mahkamah Pidana Internasional (ICC), adalah pengadilan pidana internasional permanen pertama di dunia. ICC bermarkas di Den Haag, Belanda.
ICC didirikan berdasarkan Statuta Roma yang diadopsi pada 17 Juli 1998 dan mulai berlaku pada 1 Juli 2002. ICC memiliki yurisdiksi atas individu yang diduga melakukan kejahatan paling serius yang menjadi perhatian komunitas internasional, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
Tujuan utama ICC adalah mewujudkan keadilan global, mengakhiri impunitas bagi pelaku kejahatan internasional, membantu menghentikan konflik, dan mencegah kejahatan di masa depan. ICC melengkapi, bukan menggantikan, sistem peradilan nasional. Perlu dipahami bahwa ICC berbeda dengan Mahkamah Internasional (ICJ); ICJ menangani sengketa antar negara, sementara ICC mengadili individu.
Bahasa resmi ICC adalah Inggris dan Prancis. Struktur ICC terdiri dari beberapa organ utama, termasuk Presidium, Divisi Kehakiman, Kantor Jaksa, dan Kepegawaian.
Statuta Roma mendefinisikan syarat keanggotaan dan prosedur operasional ICC. Hingga Maret 2025, banyak negara telah meratifikasi Statuta Roma, namun keanggotaan tidak otomatis. Keberhasilan ICC sangat bergantung pada kerja sama dan dukungan negara-negara anggota.
Tantangan yang dihadapi ICC termasuk kendala yurisdiksi, keterbatasan sumber daya, dan kritik atas keberpihakan. Meskipun demikian, ICC tetap menjadi lembaga penting dalam sistem peradilan internasional, berperan dalam menegakkan akuntabilitas bagi pelaku kejahatan serius yang mengancam perdamaian dunia.
Duterte Diterbangkan ke Den Haag untuk Hadapi Tuduhan ICC atas Perang Narkoba Mematikan
Sebuah pesawat yang membawa Rodrigo Duterte meninggalkan Manila menuju Den Haag pada Selasa (11/3/2025), setelah penangkapan sang mantan presiden berdasarkan surat perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Menurut ICC, Duterte yang berusia 79 tahun menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan. Operasi pemberantasan narkoba yang digencarkannya diduga menewaskan puluhan ribu orang yang kebanyakan pria miskin dan sering tanpa bukti keterlibatan narkoba.
Seorang juru bicara ICC mengonfirmasi surat perintah penangkapan pada Selasa dan mengatakan bahwa sidang awal akan dijadwalkan setelah Duterte berada dalam tahanan pengadilan.
Sementara para pendukungnya menyebut penangkapan itu "tidak sah", reaksi dari mereka yang menentang perang narkoba Duterte justru penuh sukacita.
Salah satu kelompok yang mendukung para ibu yang kehilangan anggota keluarganya dalam operasi pemberantasan narkoba menyebut penangkapan ini sebagai "perkembangan yang sangat disambut baik".
"Para ibu yang suami dan anaknya tewas karena perang narkoba sangat bahagia karena mereka telah menunggu ini untuk waktu yang sangat lama," kata Rubilyn Litao, koordinator Rise Up for Life and for Rights, kepada AFP.
Sementara itu, organisasi non-pemerintah di Filipina yang bergerak dalam isu hak asasi manusia, Karapatan, mengatakan bahwa penangkapan ini sudah lama tertunda.
Human Rights Watch menyatakan bahwa penangkapan ini adalah langkah penting untuk pertanggungjawaban di Filipina.
Namun, China memperingatkan ICC agar tidak melakukan "politisasi" dan "standar ganda" dalam kasus Duterte, dengan mengatakan bahwa mereka "secara ketat memantau perkembangan situasi".
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement
