Liputan6.com, Jakarta - Fenomena alam seringkali mengajarkan manusia untuk lebih sadar akan nikmat yang telah diberikan. Dalam salah satu ceramahnya, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menyampaikan pentingnya menyadari kebesaran Allah melalui fenomena alam yang terjadi di sekitar kita.
Gus Baha mengajak umat untuk tidak menganggap remeh nikmat sederhana, seperti bumi yang stabil di bawah pijakan.
Advertisement
Dalam ceramah yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @gusbaha-n8f, Gus Baha menekankan pentingnya membaca doa-doa dalam sholat dengan penuh penghayatan.
Advertisement
Ia mencontohkan doa "Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi'ta min syain ba'du" sebagai bentuk pengakuan terhadap keagungan Allah.
“Minimal Engkau dzat yang layak dipuji, dan pujian ini memenuhi langit dan bumi,” ujar Gus Baha.
Gus Baha mengaitkan hal tersebut dengan fenomena alam seperti likuifaksi. Ia menggambarkan bagaimana manusia seringkali menganggap biasa hal-hal sederhana seperti pijakan tanah yang kokoh.
“Coba tanyakan kepada orang yang pernah mengalami likuifaksi di Sulawesi, mereka melihat bumi yang bisa diinjak tanpa ambles itu luar biasa,” ungkapnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Bumi Tenang Ini Sudah Nikmat Luar Biasa
Likuifaksi merupakan fenomena alam yang terjadi ketika tanah kehilangan kekuatannya dan berubah seperti cairan. Fenomena ini biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori pada lapisan tanah akibat getaran atau beban siklis, seperti gempa bumi.
Dalam peristiwa likuifaksi, tanah yang jenuh air kehilangan daya dukungnya sehingga menyebabkan bangunan, pohon, dan infrastruktur dapat tenggelam atau bergeser. Hal ini menunjukkan betapa rentannya manusia di hadapan kekuasaan alam yang tak terkendali.
Menurut para ahli, bahaya likuifaksi dapat dikurangi melalui beberapa langkah, seperti mengidentifikasi area yang berpotensi mengalami likuifaksi, menggunakan pondasi yang sesuai, serta memperbaiki struktur tanah yang rentan. Namun, langkah-langkah tersebut tidak sepenuhnya menghilangkan risiko, terutama di wilayah seperti Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu negara yang rentan terhadap bencana likuifaksi karena posisinya berada di kawasan Cincin Api Pasifik. Salah satu peristiwa likuifaksi yang mencuri perhatian dunia terjadi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada tahun 2018. Tragedi tersebut menjadi pengingat nyata akan dampak dahsyat likuifaksi.
Gus Baha mengajak umat untuk merenungi nikmat yang sering terlewatkan. “Sampean enggak ngalami itu sehingga lewat bumi ya biasa saja. Coba kalau ngalami gempa atau likuifaksi, baru terasa bahwa bumi yang tenang ini adalah nikmat luar biasa,” tegasnya.
Ia menambahkan, manusia kerap kali baru mengakui nikmat setelah mengalami hal-hal buruk. Padahal, nikmat itu hadir setiap hari, bahkan dalam hal sederhana seperti stabilitas tanah di bawah pijakan.
Advertisement
Sadari Nikmat Tanpa Harus Nunggu Kejadian Luar Biasa
Ceramah Gus Baha mengingatkan umat agar lebih menghargai nikmat Allah yang sering tidak disadari. Ia mengajak untuk merenung dan menghayati doa-doa dalam sholat sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
Pentingnya kesadaran akan nikmat Allah, lanjut Gus Baha, harus terus ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengakui kebesaran Allah melalui alam adalah salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya.
Fenomena seperti likuifaksi tidak hanya menjadi pelajaran bagi ilmu pengetahuan, tetapi juga pengingat spiritual untuk manusia. Stabilitas bumi yang dianggap biasa ternyata adalah nikmat yang luar biasa, dan ini seharusnya menjadi alasan untuk terus bersyukur.
Gus Baha menutup ceramahnya dengan mengajak umat untuk tidak menunggu kejadian luar biasa agar bisa bersyukur. “Masa kamu nunggu digituin baru sadar nikmat?” ujarnya dengan nada yang penuh pengajaran.
Ceramah ini menjadi pengingat betapa pentingnya menyadari nikmat Allah dalam segala aspek kehidupan. Bumi yang kokoh, udara yang segar, hingga kesehatan yang dimiliki adalah anugerah yang tidak ternilai.
Dengan memahami hal ini, diharapkan umat dapat lebih khusyuk dalam beribadah dan senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan, baik yang kecil maupun yang besar.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul