Liputan6.com, Yogyakarta - Strategi dagang perusahaan farmasi dikuliti satu per satu dan dibongkar habis dalam buku berjudul Nicotine War. Buku yang ditulis oleh Wanda Hamilton ini bukan sekadar buku perang, melainkan politik pengetahuan.
Menurut Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanta, buku ini membedah dan mengungkap secara gambling politik dagang farmasi dalam berbisnis nikotin. Artinya, Nicotiana Tobacum L, telah menjadi arena pertarungan kuasa yang akan senantiasa mengkonsolidasikan berbagai strategi yang kompleks melalui perlengkapan, manuver, teknik dan mekanisme tertentu.
“Ada relasi kuasa pengetahuan di sini, ada pertarungan politik yang keras,” ujarnya, dalam bedah buku Nicotine War: Membedah Siasat Korporasi Farmasi Jualan Nikotin, di UC UGM, Jumat (4/3/2022).
Advertisement
Baca Juga
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat wajb menjaga agar kebenaran tidak dikorbankan, menjaga kedaulatan bangsa dan negara, termasuk kedaulatan hukum.
Sementara, Koordinator Nasional Komunitas Kretek (2010-2016), Abhisam Demosa menilai perusahaan farmasi ingin merebut dan mematenkan nikotin tetapi tidak bisa. Sehingga mereka memproduksi Nicotine Replacement Therapy (NRT).
“Nikotin itu alami, tidak bisa dipatenkan, jadi dibuat lah senyawa mirip nikotin,” ucapnya dalam bedah buku.
Ia tidak memungkiri, kretek sejak dulu telah digerogoti oleh pihak asing. Padahal kretek adalah kedaulatan bangsa Indonesia.
Bahkan, 90 persen produksi kretek dari dalam negeri dan diproduksi oleh masyarakat negeri sendiri, sehingga akar kebudayaannya juga sangat kuat.
Pegiat buku sekaligus arsiparis Muhidin M Dahlan mengkategorikan Nicotine War sebagai buku perang. Ia mengungkapkan, semula merokok adalah akvitas yang normal, namun seiring waktu berubah menjadi pembinasaan manusia, penyebab kemiskinan dan memperluas pengangguran.
Ia berpendapat, kampanye perang terhadap rokok berdampak serius terhadap regulasi dan penyempitan ruang Industri Hasil Tembakau.
“Sudah terbukti, bagaimana peraturan-peraturan yang eksesif yang diterbitkan oleh pemangku kebijakan syarat akan kepentingan," tuturnya.