Tradisi Larung Sesaji, Ungkapan Rasa Syukur Warga Pesisir Pantai di Blitar

Tradisi Upacara Larung Sesaji merupakan upacara turun temurun yang dilakukan oleh warga pesisir pantai selatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jul 2022, 07:10 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2022, 07:00 WIB
Tradisi Larung Sesaji, Ungkapan Rasa Syukur Warga Pesisir Pantai di Blitar
Upacara tradisi Larung Sesaji di Blitar Jawa Timur. Foto (IG Informasiblitar)

Liputan6.com, Jakarta Banyak daerah di Indonesia yang masih kental dalam menjalankan porsesi adat tradisi turun-menurun sejak dahulu kala.

Biasanya hal tersebut masih sangat dihormati oleh warga sekitar yang menjalankan tradisi tersebut. Salah satunya adalah Kota Blitar, Jawa Timur, yang melakukan upacara larung sesaji.

Tradisi upacara larung sesaji merupakan upacara turun-temurun yang dilakukan oleh warga pesisir pantai selatan. Khususnya Pantai Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar. 

Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram atau 1 Suro. Pada masa pandemi, tradisi ini dijalankan secara sederhana dan tertutup untuk menghindari bahaya Covid-19. 

Jalannya acara ini akan dibuka dengan doa (ujub) yang dipimpin oleh ketua adat. Berisi ungkapan ungkapan rasa syukur dan bahagia atas hasil laut yang diperoleh selama setahun.

Serta harapan agar memperoleh hasil yang baik dan terhindar dari musibah. Biasanya kegiatan ini dihadiri oleh Bupati Blitar, dan beberapa kepala Organisasi Perangkat Daerah atau ODP, kadang juga dihadiri oleh Pemerintah Kabupaten Blitar. 

Menurut Bupati Blitar yang biasa disebut Mbak Rini, tradisi sedekah laut ini harus dilestarikan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat dan nelayan kepada Tuhan atas limpahan hasil ikan selama satu tahun.

Selain itu, larung sesaji sudah ditetapkan menjadi Warisan Budata Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian dan Kebudayaan RI. 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Atmo Wijoyo

Oleh karena itu, keberadaannya tetap harus dilestarikan dan dijaga. Konon tradisi larung sesaji yang juga disebut sebagai larungan ini dilakukan oleh Atmaja atau Atmo Wijoyo, salah satu prajurit dari Mataram yang merupakan anak buah Pangeran Diponegoro. 

Atmaja melarikan diri ke Pantai Tambakrejo dan melakukan tasyakuran yang kemudian dikenal sebagai larung sesaji.

Selain itu, tradisi ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan bahwa manusia tidak hidup sendiri, namun berdampingan dengan hal gaib, dan alam semesta. 

Sebelum upacara ini dilaksanakan biasanya malam hari akan diadakan Pegelaran Wayang. Kemudian paginya akan dibuka oleh Bupati dan dilakukan acara penyerahan selendang kepada juru kunci.

Tradisi larungan ini dilakukan bergantian antara Pantai Tambakrejo dan Pantai Serang. Pembukaan tradisi tersebut ditandai dengan bunyi gong yang kemudian akan dibacakan sejarah dan tujuan larung sesaji.

Dikisahkan, dahulu kala ada seorang prajurit yang berlari mencari tempat perlindungan, salah satunya adalah Ki Atmo Wijoyo anak buah Pangeran Diponegoro yang melarikan diri setelah Pangeran Diponegoro diperbudak oleh Belanda.

Saat itu banyak sekali anak buahnya yang berlindung dengan kembali bermasyarakat. Ada juga yang melanjutkan perang, dan ada juga yang kabur ke hutan belantara yang ujungnya laut, yaitu Ki Atmo Wijoyo.

Penulis: Aisyah Salma Izzatunnisa

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya