Liputan6.com, Danau Toba Tradisi kuliner Batak semakin didalami, semakin banyak yang belum dipahami. Kaya rasa, kaya bumbu, dan kaya ragam warna. Pada Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba 2016 (KKPDT 2016) di Parapat Simalungun (20 Agustus) dan Balige Tobasa (21 Agustus), banyak kuliner khas yang mulai terekspose. Itu menunjukkan kekayaan budaya yang lama tersimpan di Tana Batak. Ada Sambal Andaliman, Naniura, dan kini masakan.
“Kuliner adalah bagian dari karya budaya yang diturunkan dari tradisi panjang kehidupan masyarakat. Tidak dibuat dengan sim salabim tiba-tiba jadi. Budaya adalah kekayaan yang tak akan pernah habis. Juga menjadi harta berharga bagi bangsa Indonesia yang bisa membawa kemakmuran masyarakat melalui Cultural Industry. Makanan Batak termasuk punya sejarah yang amat panjang,” kata Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI, di Jakarta.
Baca Juga
Ketua Akademi Gastronomi Indonesia, Vita Datau Messakh, membenarkan pernyataan Menpar Arief Yahya di atas. Dia teringat dengan perjalanan ke Danau Toba beberapa waktu silam, yang membawa cerita di balik makanan adat Batak, yakni Ikan Arsik atau bahasa aslinya disebut Na Niarsik.
Advertisement
Ikan Arsik adalah kuliner tradisional khas Toba yang kaya dengan bumbu dan rempah. Makanan ini kaya akan cita rasa tinggi, tetap sehat dan alami, tidak mengandung MSG.
Penamaan makanan Batak sebagian besar didasarkan pada proses memasak. Na Niarsik berarti di-marsik-kan atau dikeringkan. Dengan kata lain, Dekke Na Niarsik, ikan yang dimasak terus-menerus sampai kuahnya kering, bumbunya menyerap ke ikan mas tersebut. Jika proses memasak benar, Na Niarsik dapat bertahan dua hari tanpa basi. Selain Na Niarsik, masakan khas Batak lain yang dinamakan berdasarkan proses memasaknya antara lain Na Tinombur, Na Niura, dan Na Nigota.
Menurut Vita Datau, Na Niarsik adalah makanan yang menjadi bagian dari adat Batak yang memiliki cerita dari mulai kelahiran, perkawinan, hingga meninggal. Na Niarsik itu penting dalam upacara adat Batak, terkait dengan siklus kehidupan. Angka ganjil mempunyai arti sendiri dalam acara adat hantaran Ikan Arsik di mana jumlah ikan mempunyai makna.
“Satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah. Tiga ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru mempunyai anak. Lima ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru mempunyai cucu. Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak. Itu adat mereka,” ungkap Vita Datau yang juga Ketua Tim Percepatan Wisata Kuliner dan Belanja Kemenpar.
Konon, di dalam memberikan Na Niarsik ini ada aturan yang perlu dipatuhi. Tidak sembarang orang bisa memberikan Na Niarsik. Hanya hula-hula atau kerabat dari pihak istri saja yang boleh memberikan, baik itu orang tua kandung, saudara laki-laki pihak istri, atau komunitas marga pihak istri. “Karena kuatnya budaya di makanan ini maka pemilihan ikan mas atau dekke juga sangat khusus, yang terbaik ikan mas berwarna merah,” ujarnya.
Bumbu Na Niarsik, kata Vita, sangat kaya dan beragam. Ada 16 macam bumbu dari andaliman, bunga kecombrang dan bawang Batak, yang menjadi masakan spesial itu. Cara mengolahnya seperti masakan ikan pada umumnya. Setelah dibersihkan dan dicuci, ikan segar dilumuri jeruk untuk membuang bau amisnya. Setelah bersih perut ikan, diisi dengan Lokio atau bawang Batak dan kacang panjang. Proses masaknya sendiri adalah menyatukan ikan dengan semua bumbu-bumbu hingga masak dan menjadi sedikit mengering. Karena itu istilahnya, ikan dimasak kering.
Sepintas, arsik ini seperti ikan masak bumbu kuning yang ditemui hampir di berbagai daerah di Indonesia. Tetapi soal rasa, Na Niarsik mempunyai tekstur dan rasa yang berbeda. “Ada pengaruh andaliman, kecombrang dan bawang Batak yang memberikan cita rasa khas dan hanya ditemui di tanah Batak,” jelas dia.
“Cerita di balik Na Niarsik adalah kekayaan budaya kuliner yang bisa dikatakan sebagai kekayaan gastronomi Indonesia. Gastronomi adalah sebuah ilmu dan seni yang mempelajari kebiasaan makan makanan baik di lokasi atau daerah tertentu,” ujar Vita Datau.
#PesonaIndonesia (*)