Ananda Sukarlan Suarakan Keprihatinan Politik Melalui Musik

Seperti ini keprihatinan kondisi politik, bila ditunjukkan melalui alunan musik oleh Ananda Sukarlan.

oleh Elizabeth Swanti diperbarui 23 Jan 2017, 09:00 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2017, 09:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Bernada sendu namun terdengar bening dan nyaring, irama lagu ‘Ibu Pertiwi’ mengalun dari tuts piano Fazioli M. Liminal yang dibawakan oleh maestro pianis Ananda Sukarlan di Fagetti Building, Harco Mangga Dua Jakarta. Lagu yang liriknya diciptakan oleh Ismail Marzuki ini menjadi pembuka dalam The Jakarta New Year Concert 2017 yang diselenggarakan oleh Yayasan Musik Sastra Indonesia dan The Grand Piano, Minggu (22/1/2017).

Lagu ‘Ibu Pertiwi’ sendiri sengaja dipilih Ananda Sukarlan untuk menyuarakan keprihatinannya akan kondisi politik di Indonesia saat ini. Iramanya lagu ini diaransemen ulang dalam potongan genre yang berbeda namun dengan dasar musik klasik, menceritakan perbedaan yang ada dalam tatanan masyarakat dunia namun sebenarnya bisa tetap dapat bersatu.

“Perbedaan kini seolah ada jenjangnya, terutama dalam kasus yang sedang dialami oleh Ahok. Lagu ini saya tulis di hari tepat persidangan Ahok,” kata Ananda pada hadirin usai membawakan lagu tersebut.

Berbanding dengan para seniman musik klasik yang seolah menarik diri dari kisruh politik dunia, Ananda Sukarlan termasuk yang lantang ‘menyindir’ kondisi politik Indonesia terutama di media sosial. Namun dalam konser musik kali ini, Ananda merangkum perspektifnya akan perbedaan dan toleransi dalam tema, “Differences Unite.”

Untuk pertama kalinya pula, ia membawakan repertoar ciptaannya yang berjudul ‘December, 2016.’ Lagu tanpa lirik ini, dikatakan oleh Ananda, terilhami saat ia mendengar suara adzan di masjid dekat tempat tinggalnya di Jakarta Selatan menjelang perayaan Natal tahun lalu. Irama ‘December, 2016’ merupakan gabungan dari lagu yang kerap dikumandangkan saat Natal dengan irama yang ‘diterjemahkan’ Ananda dari lantunan adzan.

"Perbedaan itu justru yang membuat musik itu jadi indah. Tuts piano ada hitam dan putih. Harmoni ada mayor dan minor. Itu yang membuat musik lebih berwarna. Pinginnya sih di kehidupan nyata segala perbedaan itu juga menjadikan hidup ini lebih kaya, bukannya malah jadi bahan pertengkaran," kata pianis yang menjadi satu-satunya orang Indonesia yang masuk dalam buku ‘2000 outstanding musicians of the 20th century’ dan ‘The International Who’s Who in Music’ ini menyuarakan keprihatinannya akan isu agama yang semakin melebar beberapa waktu belakangan ini.

‘Suara’ Ananda melalui musik tampaknya bukan hanya dipahami namun juga dinikmati penuh oleh para Duta Besar dan perwakilan kedutaan besar yang mengisi sebagian besar kursi konser tersebut. Ananda Sukarlan menyuarakan ‘elegi’nya dengan jujur, halus, namun lantang. Bahwa perbedaan itu dapat diatasi dengan toleransi.

(Elizabeth Swanti)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya