Liputan6.com, Jakarta Tampil dengan Booth Kapal Phinisi yang megah di ajang Malaysia International Dive Expo (MIDE) 2017 yang berlokasi i Dewan Tun Razak Hall 1, Putra World Trade Centre menjadi salah satu bukti akselerasi cepat Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan hal tersebut ternyata memantik komentar industri diving.
Menteri Pariwisata Arief Yahya memang sudah menetapkan standart paviliun pameran yang berskala besar.
Baca Juga
Kemenpar Edarkan Surat Jelang Libur Nataru 2024/2025, Minta Pemda Bersiap Hadapi Skenario Terburuk di Musim Liburan
Target Kunjungan Wisman 2025 Naik Jadi 17--19 Juta Orang, Pariwisata Berkualitas Tetap Jadi Fokus Utama
Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 10 Persen di Masa Libur Nataru Selama 16 Hari, Berlaku Mulai Kapan?
"Harus menggunakan desain Kapal Phinisi, karena itu menjadi identitas Indonesia yang sudah mendunia. Dan harus keren, jangan pernah tampil kalau hanya memalukan Indonesia," kata Arief Yahya.
Advertisement
Karena pariwisata itu menjual image, kesan, impression. Sedangkan pameran adalah membuat kesan. PRÂ itu promise atau janji produk kepada customers. Ketika produk sudah sesuai dengan janji, maka akan menghasilkan reputation.
"Nah, kalau sudah tampil di mancanegara, kita harus juara!" jelas Arief Yahya.
Wajar jika sepanjang 2016, Wonderful Indonesia juara 46 kali event dari 22 negara. Sebuah reputasi yang konsisten terjaga, dan tidak pernah henti untuk juara.
"Kemenangan itu direncanakan, dan atraksi Indonesia itu secara alamiah memang sudah indah, hebat dan juara dunia!" kata dia.
"Sungguh sangat terasa percepatan yang dilakukan Kemenpar, saya menyaksikan sendiri sebelumnya berada di luar industri dan kini sudah berada di dalam bisnis industri diving, semua action Kemenpar terasa dan penampilan khusus untuk pameran booth Indonesia kini berwibawa," ujar Salah Satu Petinggi Industri Dive Indonesia, Julio Cicero.
Wanita yang juga bermukim di Malaysia itu bangga sebagai orang Indonesia yang ada di Malaysia, karena Booth Indonesia dengan ikon Kapal Phinisinya berada di depan persis di pintu masuk.
"Terpampang besar dan paling besar dan panjang, bahkan mengalahkan Philipina yang juga ikut tampil di Malaysia ini," kata wanita berhijab itu.
Kemenpar tampil dengan 20 industri. Bahkan ada 11 industri lainnya yang tampil di luar booth resmi Kemenpar. Paviliun Indonesia berada di Hall 1 Dewan Tun Razak, PWTC No. Booth 901-910 (90 sqm). Pameran yang diusung oleh Asdep Pengembangan Pasar Asia Tenggara Kemenpar itu membawa industri-industri potensial yang sudah punya jam terbang di urusan alam bawah laut.
Deputi Minister of Ministry of Tourism and Culture Malaysia YB Datuk Mas Ermieyati Binti Samsudin juga menyampaikan apresiasinya untuk Indonesia. Kata dia, pameran terbesar di Malaysia itu kini boothnya semakin penuh dan diisi oleh Indonesia.
"Terima kasih Indonesia, Wow puluhan Industri dibawa pemerintah Indonesia ke acara kita ini, berikan tepuk tangan untuk Indonesia," ujar Ermieyati disambut tepuk tangan meriah dalam sambutan resminya.
Guna menjaga kualitas pameran, Kemenpar juga dikawal ketat oleh Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari (TPPWB) yang diwakiliki oleh Ketua Bidang III Wisata Bawah Air TPPWB Cipto Aji Gunawan dan Sekretaris TPPWB Ratna Suranti. Tidak jarang Cipto dan Ratna memberikan saran, kritik, masukan membangun, kepada industri dan semua elemen terkait Kemenpar selain juga berpromosi memberikan presentasi kepada para pengunjung yang datang ke acara tersebut.
"Adanya tim percepatan yang dibuat oleh pemerintah, membuat kami termotivasi, ini momentum kami untuk semakin semangat," ujar Julio yang mengaku mendapatkan 8 pax dan RM 8 Ribu di transaksi hari pertama MIDE 2017.
Asdep Pengembangan Pasar Asia Tenggara Kemenpar Rizki Handayani didampingi Kepala Bidang Pameran Dusep Mulya selalu menekankan kepada timnya agar merekap semua angka dan perkiraan pendapatan agar semua berjalan terdata dan terhitung potensi wisatawan mancanegara.
Dalam pameran tersebut, imbuh Dusep, dari sisi finansial pun mendapatkan progres yang baik. Transaksi di hari pertama pameran alam bawah laut terbesar di Malaysia itu adalah yang potensial Rp 2.237.760.000 dan transaksi realnya adalah Rp 64.566.000. Dari transaksi yang potensial, ada 232 pax, sementara yang real ada 17 pax. Rata-rata yang real pengunjung memilih destinasi Aceh, Manado, dan Bali.
Ketua Bidang III Wisata Bawah Air TPPWB Cipto Aji Gunawan yang juga didampingi Sekretaris TPPWB Ratna Suranti berharap kepada semua industri dive harus memiliki SDM yang profesional, menghormati aturan dan standard operasional untuk wisata alam bawah laut, dan tentunya menyambut wisatawan dengan profesional.
"Sambil kita terus berharap dan mendorong agar banyak penerbangan yang terkoneksi ke destinasi-destinasi yang memiliki potensi alam bawah laut," kata pria yang biasa disapa Cipto.
Cipto menambahkan, saat ini ada tiga Hub bandara sebagai tempat transit ke tempat-tempat destinasi unggulan alam bawah laut, yakni Manado, Bali dan Makassar. Jika dari Bandara di Makassar bisa langsung ke Raja Ampat, Ambon dan Wakatobi, jika dari Bali bisa ke Labuan Bajo dan Alor dan sebagainya, jika ke Manado bisa ke Raja Ampat, Gorontalo dan Lembeh.
"Namun dari Malaysia belum ada penerbangan langsung ke Manado, jika ada penerbangan langsung ke Manado maka akan semakin mudah wisman ke seluruh destinasi unggulan alam bawah laut kita, ini terus dijajaki oleh Kementerian dan semoga ada maskapai yang mau," ujar Cipto.
Pria asli Pekalongan itu juga berharap kepada pihak terkait harus ada tindakan tegas kepada pihak-pihak yang merusak terumbu karang, harus ada efek jera kepada nelayan yang mencari ikan dengan menggunakan Bom Ikan, dan tentunya adalah sadar lingkungan di setiap destinasi alam bawah laut kita.
"Sumber daya manusia di tempat destinasi juga harus terus ditingkatkan karena itu yang akan membuat wisatawan nyaman dan puas, setelah ada penerbangan langsung, terumbu karang dan pantai kita bersih, SDM kita siap, maka kita akan jadi raja alam bawah laut di belahan dunia manapun," katanya.
(*)