Jangan Lewatkan Sarapan Bila Tak Ingin Otak Kosong

Otak kosong bukan hanya istilah. Hal itu bisa benar-benar terjadi jika anak melewatkan sarapan di pagi hari.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 25 Jan 2019, 06:01 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2019, 06:01 WIB
Jangan Lewatkan Sarapan Bila Tak Ingin Otak Kosong
Guru Besar Pangan dan Gizi IPB, Ali Khomsan berbicara pentingnya sarapan dalam Kick Off Koko Olimpiade 2019. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Otak kosong ternyata bukan hanya istilah semata. Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Ali Khomsan mengatakan otak kosong bisa benar-benar terjadi bila tubuh kekurangan gizi kronis. Salah satu penyebabnya adalah melewatkan sarapan.

"Bila anak kurang gizi dalam jangka pendek, berat badannya kurang. Agak lama, tingginya kurang. Lebih jauh lagi, otaknya bisa kosong," tutur Ali dalam kick off Koko Olimpiade 2019 di Jakarta, Selasa, 22 Januari 2019.

Otak kosong yang dimaksud adalah saraf-saraf sinaps tidak terhubung dengan baik. Menurut Ali, otak yang baik adalah yang memiliki rangkaian saraf yang rumit. Bila tak penuh, otak akan lama memproses informasi.

Untuk bisa menyambungkan sel-sel saraf, otak membutuhkan energi dan oksigen yang memadai. Salah satu pemenuhannya terdapat dalam sarapan. Ali menerangkan konsumsi sarapan memenuhi 30 persen kebutuhan gizi harian.

Bila tak dipenuhi, tubuh akan mencari pelampiasan pada siang dan malam hari. Tentunya, makanan yang diasup bakal didominasi karbohidrat karena tubuh butuh energi dalam waktu cepat.

"Usia anak hingga 2 tahun itu adalah masa emasnya. The point of no return. Kalau kurang gizi terjadi di bawah usia 2 tahun, akan sulit mengejarnya karena otak anak pada masa itu sudah 98 persen dari otak orang dewasa," jelasnya.

Ali menerangkan dari sederet gaya hidup pola Barat, orang Indonesia patut mencontoh gaya sarapan mereka. Pasalnya, jenis makanan yang dikonsumsi beraneka ragam meski porsinya tak terlalu banyak.

"Mereka biasanya sarapan sereal, susu, ada kacang-kacangan, buah, dan yoghurt. Semua gizi yang diperlukan tubuh lengkap," tuturnya.

Mengakali Ketergantungan Nasi

Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Sementara, berdasarkan hasil studi, seperempat anak Indonesia sarapan hanya karbohidrat. Padahal, karbohidrat akan lebih cepat diproses sehingga energi menjadi cepat habis.

"Kalau habis, anak akan ngantuk, menguap. Itu tandanya tubuh kekurangan oksigen. Oksigen ini membutuhkan haemoglobin untuk sampai ke otak. Haemoglobin itu membutuhkan zat Fe dan itu harus dipenuhi dari makanan," ujarnya.

Ia menyadari kebanyakan orang Indonesia tak bisa melepaskan ketergantungan dari nasi. Istilah belum makan kalau belum makan nasi benar-benar terpatri di kehidupan kebanyakan orang Indonesia sehari-hari. Nah, hal itu bisa diakali dengan mengganti jenis nasi.

"Gantilah dengan beras merah atau jagung yang lebih banyak kandungan seratnya. Makanan zaman purba yang ternyata lebih baik dari beras yang sudah disosoh," katanya.

Selain itu, pemilihan buah juga harus tepat. Ali menyarankan agar pagi hari sebaiknya mengonsumsi buah tinggi energi seperti pisang, apel, dan pir. Tujuannya agar perut merasa kenyang lebih lama.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya