Liputan6.com, Jakarta - Semarak perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap 17 Agustus identik dengan berbagai perlombaan yang biasanya melibatkan banyak peserta. Khusus di masa pandemi, perlombaan pun dimodifikasi oleh sebagian warga dengan menggelarnya di rumah masing-masing. Salah satunya adalah lomba makan kerupuk.
Persiapan lomba dimulai dengan menggantung deretan kerupuk atau kerupuk aci pada tali rapia yang membentang dengan ketinggian diatur sejajar kepala peserta lomba. Kerupuk yang digunakan biasanya kerupuk putih yang biasa dijual di dalam blek.
Advertisement
Baca Juga
Dalam perlombaan ini, setiap peserta harus beradu cepat menghabiskan kerupuk di hadapannya dengan kedua tangan wajib ditaruh di belakang. Keseruan lomba akan semakin terlihat ketika para peserta mulai kesulitan menggigit kerupuk yang bergoyang-goyang di depan mereka.
Walau terlihat sederhana, tersimpan kisah penderitaan rakyat dalam lomba makan kerupuk tersebut. Sejarawan kuliner dari Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, mengungkapkan bahwa kerupuk merupakan salah satu makanan pelengkap andalan bangsa Indonesia, khususnya pada era 1930-an hingga 1940-an.
Kala itu, penjajahan Belanda serta krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Akibatnya, harga kebutuhan pangan melonjak hingga tak mampu dijangkau masyarakat kalangan menengah ke bawah. Mereka harus bertahan hidup dengan mengonsumsi makanan seadanya. Kerupuk menjadi salah satu penyambung hidup bagi masyarakat lantaran harganya sangat terjangkau.
"Oleh karena itu, kerupuk ini identik dengan makanan kaum rakyat atau makanan rakyat yang dikenal dengan istilah volksvoedsel dalam bahasa Belanda," ujar Fadly kepada Liputan6.com, melalui wawancara telepon, Selasa, 18 Agustus 2020.
Saat itu, kerupuk ada dua jenis, yaitu kerupuk dari bahan baku ikan dan kerupuk berbahan dasar aci (tepung). Di masa krisis tersebut, pabrik tapioka adalah salah satu industri yang mengalami surplus karena banyaknya penggunaan tepung dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, salah satunya untuk pembuatan kerupuk.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Awal Mula Lomba Makan Kerupuk
Penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia itu juga menceritakan bahwa setelah masa kesengsaraan rakyat pascaperang kemerdekaan, yakni periode 1945--1949, Bung Karno menginisiasi serta mendukung diadakannya perlombaan sebagai bentuk selebrasi kemerdekaan, sekitar 1950. Perlombaan ini dijadikan penghiburan bagi rakyat Indonesia yang telah melalui berbagai bentuk penderitaan.
Ide Presiden Soekarno itu kemudian direspons positif masyarakat. Sejak itulah, tradisi lomba makan kerupuk mulai dikenal, berawal dari masyarakat di Pulau Jawa lalu menyebar ke seluruh Nusantara dan menjadi tradisi hingga saat ini.
Kerupuk awalnya dijadikan sebagai simbol keprihatinan akan kesengsaraan rakyat di masa krisis dan peperangan terjadi. Oleh karena itu, perlombaan makan kerupuk dijadikan tradisi perayaan hari kemerdekaan hingga saat ini.
"Jadi bukan hanya sekadar hiburan saja, tetapi di balik hiburan tersebut ada makna lain bahwa kerupuk dianggap sebagai simbol kesengsaraan rakyat yang saat ini banyak dilupakan masyarakat Indonesia," kata Fadly.
Pelaksanaan lomba perayaan hari kemerdekaan di era saat ini tentu berbeda dengan masa awal kemerdekaan. Fadly menyampaikan bahwa dulu perlombaan makan kerupuk hanya digelar oleh warga menengah ke bawah dengan sederhana, tetapi sekarang tradisi ini sudah berkembang ke semua golongan masyarakat.
"Hadiahnya untuk para pemenang pun disesuaikan tentunya disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat," tambahnya. (Brigitta Valencia Bellion)
Advertisement