Cerita Akhir Pekan: Lebaran Asyik Tanpa Mudik

Ada beberapa cara agar Lebaran kali ini tetap asyik, meski adanya larangan mudik.

oleh Komarudin diperbarui 08 Mei 2021, 09:38 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2021, 08:31 WIB
Ilustrasi ucapan Lebaran, Idulfitri
Ilustrasi ucapan Lebaran, Idulfitri. (Photo on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Keinginan banyak orang untuk merayakan Lebaran bersama keluarga di kampung halaman kembali tertunda. Pemerintah kembali mengeluarkan peraturan larangan mudik.

Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran corona Covid-19 yang belum berakhir. Meski sudah ada larangan masih banyak orang yang memaksakan diri untuk mudik.

"Ya, memang dalam kurva normal itu ada yang ekstrem, ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Namun, itu tidak mencerminkan mayoritas dari masyarakat," kata Kabid Komunikasi Publik Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Hery Triyanto, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam, 5 Mei 2021.

Sebelumnya, memang ada sebagian kecil masyarakat, berdasarkan survei Kementerian Perhubungan ada 11 persen pemudik. Namun, setelah adanya regulasi larangan mudik dan ditambah sosialisasi kemudian jumlah itu berubah tinggal tujuh persen.

"Tapi kan tujuh persen itu 18,9 juta populasi yang memang appeal cost untuk mudik, meski mudik sudah dilarang. Mereka menggunakan berbagai cara, modus, dan itu sudah kita ketahui sejak tahun lalu," ungkap Hery.

Oleh karena itu, tahun ini pemerintah membuat persiapan yang lebih matang, meski masih ada kelemahan. Namun, dengan sosialisi yang cukup untuk mengedukasi masyarakat bahwa mereka itu tidak perlu mudik dalam situasi seperti sekarang.

"Secara kumulatif, dalam tiga bulan belakangan ini penularan Covid-19 makin menurun dan positivity juga menurun, bukan dalam level yang terkendali, karena masih ada 12 persen positivity rate, rata-rata," lanjut Hery.

Saat ini, kata Hery, kasus aktif ada 176 ribu, sekarang berubah menjadi 98 ribu. Itu berarti turun lebih dari 45 persen.

"Tapi kalau kita lihat lebih mikro, seperti minggu lalu, misalnya, itu terjadi kenaikan kasus di 19 provinsi, di mana 15 provinsi lainnya menurun. Jadi, lebih banyak provinsi yang naik (kasus aktif)-nya," lanjut Hery lagi.

Hery mencontohkan, kasus aktif di DKI Jakarta menurun, tapi ada beberapa provinsi yang selama ini melaporkan sedikit kasus, justru meningkat penularannya. Apa yang terjadi?

"Itu terlihat dari analisis, misalnya dari dashboard mobilitas masyarakat, sejak tiga pekan terakhir mobilitas masyarakat dalam satu kota atau dalam satu wilayah juga memang sudah meningkat, terutama di pusat-pusat perbelanjaan, itu selalu berbanding lurus dengan penularannya, seperti di Aceh, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung Selatan, Jambi, itu terjadi kenaikan," urai dia.

Dengan adanya larangan mudik ini, menurut Hery, pemerintah tak ingin kasus yang terjadi di India, menimpa Indonesia. "Oleh karena itu, dengan adanya larangan mudik, sebenarnya pemerintah ingin melindungi masyarakat," kata Hery.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lebaran Tetap Asyik

Ilustrasi Lebaran
Ilustrasi Lebaran (dok.unsplash/ nax / なっくす)

Meski pemerintah menerapkan larangan mudik untuk tahun ini, tapi Lebaran tetap bisa asyik. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk merayakan Lebaran.

"Jadi, kita mudik bukan berarti kita tidak sayang, tapi justru karena sayang dan peduli dengan orang-orang yang dekat dengan kita sehingga tidak mudik. Itu harus lebih dulu ditanamkan dalam mindset," ujar psikolog keluarga, Ajeng Raviando saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 7 Mei 2021.

Salah satu cara yang bisa dilakukan, menurut Ajeng, dengan cara menjalin komunikasi dengan Zoom ramai-ramai dengan semua anggota keluarga mengenakan baju Lebaran. Dengan demikian, semua anggota keluarga jadi semangat.

"Semua pakai baju Lebaran agar semangat, entah ada yang pakai kaftan atau yang lainnya. Jadi, rasa keceriaan dan seru-seruan bareng tetap ada. Kalau memang mau asyik ya, kondisikan seperti Lebaran (tatap muka secara fisik)," ujar Ajeng.

Selain itu, bisa mengenai makanan. Ajeng mencontohkan, bisa saja saat Zoom, semuanya sedang makan. Jadi, rasa makan bersamanya tetap ada.

"Aktivitas saat seperti Lebaran (bertemu secara fisik) tetap ada dan terasa, ngobrol-ngobrol sambil makan kue Lebaran. Jadi, kita kondisikan agar Lebaran tetap seru," imbuh Ajeng.

Agar semua anggota keluarga bisa kumpul bersama saat Zoom, maka harus ditentukan waktunya. Semua anggota keluarga dengan begitu bisa saling menanti-nanti.

"Lebaran bisa seru atau tidak itu kan kita yang buat. Karena itu jangan buat suasana sedih, tapi harus ada keceriaan," imbuhnya.

Soal angpao Lebaran juga bisa membuat suasana cerita. Jika anggota keluarga punya grup WhatsApp, bisa dikumpulkan rekening-rekeningnya, setelah itu tinggal transfer saja. "Yang penting ada koordinasi untuk bisa memberi," tutur Ajeng.

Di samping itu, Ajeng bahkan sudah mengirim dendeng suwir untuk anggota keluarganya. "Jadi, banyak kok yang bisa membuat Lebaran tetap asyik, yang penting harus kreatif ya," kata Ajeng.

Lebaran di Belanda

Ilustrasi hamper Lebaran
Ilustrasi hamper Lebaran (dok.unsplash/ Wijdan Mq)

Lebaran kali ini jadi pengalaman tersendiri bagi psikolog Lely Safrina. Ia merupakan staf pengajar Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Saat ini ia juga tak bisa mudik ke kampung halamannya karena sedang studi S3 di Groningen, Belanda.

"Sebenarnya dengan tidak mudik itu dilakukan agar Covid-19 bisa cepat berakhir. Dengan begitu, akan membuat kita bisa berkumpul dengan keluarga lebih cepat, tanpa rasa khawatir," ujar Lely saat dihubungi Liputan6.com.

Lely menilai larangan mudik yang diterapkan oleh pemerintah itu baik sekali agar Covid-19 tidak semakin parah di Indonesia. Dengan tidak mudik, maka kita juga menjaga orang lain agar tidak terpapar Covid-19.Tujuan akhir dari larangan mudik itu agar Indonesia menjadi aman dan nyaman.

Lely juga membagikan pengalamannya di Groningen yang sangat ketat. Untuk belanja saja, kata Lely, sebuah toko dibatasi hanya delapan orang, sementara yang lain harus antre. Aturan itu baru berlaku pada 28 April 2021 lalu.

"Sebelumnya, orang harus beli lewat online atau appointment. Kalau tanpa appointment, maka kita tidak boleh membeli. Antrean itu pun harus berjarak, saat orang lain sudah keluar, baru pembeli yang lain bisa masuk," ungkap Founder Gleeh Hatee Foundation. 

Khusus Lebaran, Lely mengatakan tetap akan mengirimkan hampers untuk anggota keluarganya. Ia sudah mencari hamper untuk dikirim ke adik dan saudaranya dan mertua, seperti kue nastar.

"Kita tidak hadir di sana, tapi lewat makanan kita berharap bisa being there with them. Ada di sana bersama mereka. Saya kira dengan mengirimkan hamper membuat Lebaran jadi asyik," ujar Psikolog Klinik Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. "Kita pesan dari Jakarta, kalau dari sini belum cukup duitnya," imbuhnya.

Tradisi Mudik di Indonesia

Infografis Tradisi Mudik di Indonesia
Infografis Tradisi Mudik di Indonesia (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya