Cerita Akhir Pekan: Tradisi Lebaran yang Berubah Karena Ada Larangan Mudik

Yang paling dirasakan masyarakat yang tak bisa mudik adalah tidak ada tradisi berkumpul keluarga besar saat Lebaran.

oleh Henry diperbarui 26 Nov 2021, 02:59 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2021, 08:30 WIB
Ilustrasi memaafkan
Ilustrasi memaafkan (Foto: Unsplash.com/ Lina Trochez)

Liputan6.com, Jakarta - Di masa pandemi Covid-19, tradisi Lebaran masih bisa dijalankan meski harus menggunakan tata cara yang tidak melanggar protokol kesehatan. Di sisi lain, banyak hal positif baru yang bisa dilakukan tanpa harus mudik ke kampung halaman. Seperti di tahun lalu, Lebaran tahun ini bakal berbeda dari sebelumnya, yang biasanya dihiasi dengan beragam tradisi menarik.

Salah satunya adalah tradisi mudik atau pulang kampung. Di masa pandemi Covid-19, tradisi Lebaran masih bisa dijalankan tapi harus menggunakan tata cara yang tidak melanggar protokol kesehatan. Di sisi lain, banyak hal positif baru yang bisa dilakukan tanpa harus mudik ke kampung halaman.

Hal itu juga dirasakan Nurohman, warga Tangerang Selatan yang biasanya selalu mudik ke rumah orangtuanya di Cirebon tiap Lebaran. Namun seperti di tahun lalu, tahun ini Nurohman bersama anak dan istrinya kembali tidak bisa mudik. Meski terasa berat, tapi ia sudah mengantisipasi situasi tersebut. Pria yang biasa disapa Rohman ini mengaku akan melalukan kegiatan yang tak jauh beda dari tahun lalu.

Waktu itu, Rohman dan keluarganya salat Id di rumah dan tidak berkeliling ke rumah tetangga. Ia mengakui masih ada tetangga mengulurkan tangan untuk bermaaf-maafan di, tapi ia terpaksa membalasnya dengan menekuk kedua tangan sambil menundukkan kepala. Yang hilang, paling dirasakan dalam keluarganya adalah tradisi berkumpul keluarga besar. Biasanya berkumpul di rumah salah seorang kerabat di Cirebon, mereka hanya berkumpul secara virtual.

"Kita cuma kumpul pakai panggilan video, lewat aplikasi aja karena nggak bisa kumpul keluarga besar. Biasanya sekali kumpul bisa sampai 20 kepala keluarga, belum anak-anak kecil," ucapnya pada Liputan6.com, Jumat, 7 Mei 2021.

Rohman menambahkan, yang paling dirindukan adalah kemeriahan dan keceriaan keluarga besar, ada banyak tawa, kadang dibalut dengan tangisan karena berebut jajanan atau mainan. Meski ada yang berubah, Rohman mengatakan, masih ada tradisi yang tak hilang. Misalnya, makan makanan khas Lebaran yaitu ketupat, opor ayam dan rendang daging.

"Kita nikmati saja tradisi Lebaran yang masih bisa kita jalanin kayak makan ketupat dan saling bermaafan. Tapi kita berharap pandemi ini cepat berlalu dan di tahun depan sudah bisa mudik lagi. Kalau ke Cirebon bisa kapan saja, setelah lebaran nanti juga bisa, tapi kan suasananya beda kalo merayakan lebaran di kampung," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Sedih Hanya Bisa Video Call

sungkeman
Pembelajaran menghormat kepada yang orang tua, bisa dilakukan melalui sungkeman Idul Fitri. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Pengalaman hampir serupa juga dialami Haryono yang selama dua tahun berturut-turut tak bisa mudik ke Lampung. Karyawan swasta di Jakarta ini tadinya berniat cuti agar bisa pulang kampung sebelum masa larangan mudik dimulai pada 6 Mei 2021. Sayangnya, ia tidak mendapat izin untuk cuti selama bulan puasa, tapi baru dibolehkan usai Lebaran.

"Bisa dibilang aku jadi andalan bos aku buat menyelesaikan pekerjaan yang lumayan menumpuk menjelang akhir bulan puasa, jadi susah dapat izin cuti kecuali pas setelah Lebaran," ujar Haryono pada Liputan6.com, 7 Mei 2021.

Menurut Haryono, orangtua dan keluarganya merasa kecewa tapi bisa memaklumi situasinya sehingga tak bisa menjalankan tradisi Lebaran di keluarga mereka. Untuk melepas kangen, Haryono pun memilih cuti dan mudik setelah Lebaran. Meski tetap bisa bertemu dan bermaaf-maafan dengan orangtua dan keluarga, ia merasa ada nuansa yang beda kalau dilakukan tepat di momen Lebaran.

Untuk itu, ia memanfaatkan teknologi agar bisa tetap bertatap muka di hari Lebaran meski via daring. "Ya sedih juga, tegur sapa maaf-maafan sama keluarga terutama ke orangtua cuma bisa lewat video call, tapi cuma itu yang bisa dilakukan. Mudah-mudahan saja wabah ini bisa cepat diselesaikan," harapnya.

Berdasarkan pengalaman sejumlah orang yang punya tradisi mudik, menurut Yusar, Muljadji sosiolog dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, tak heran kalau banyak orang ingin merayakan Lebaran di kampung halaman mereka, meski harus menempuh berbagai risiko termasuk kebijakan larangan mudik dari pemerintah.

Tak Mengurangi Makna Lebaran

Kendaraan Tanpa Dilengkapi Dokumen Diputar Balik di Jalan Alternatif Parung
Petugas gabungan melakukan penyekatan di check point penyekatan arus mudik di kawasan Pasar Mudik, Bogor, (7/5/2021). Penyekatan pemudik pada jalur alternatif Parung diberlakukan jelang Lebaran guna mengantisipasi risiko peningkatan kasus COVID-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Saat ini sulit atau hampir pasti sudah tak bisa pulan ke kampung halaman, walaupun tidak menutup fakta bahwa sebagian telah berhasil mudik terutama saat masa larangan mudik belum berlaku.

Yusar menambahkan, mereka yang tidak mudik tentunya tidak dapat mengikuti beberapa tradisi yang ada di kampung halamannya. Suasananya pasti juga akan berbeda karena tidak dapat bersilaturahmi secara langsung dengan sanak kerabatnya.

"Sebetulnya lebaran sekarang hampir sama dengan lebaran tahun lalu, yaitu pandemi Covid-19 masih melanda. Tradisi silaturahmi yang biasa dilakukan secara langsung, kini dapat menggunakan media-media komunikasi yang telah canggih, misalkan melalui sarana video call atau bahkan beberapa keluarga besar melakukan halal bi halal melalui zoom meeting," terang Yusar pada Liputan6.com, Jumat, 7 Mei 2021.

Walaupun bersilaturhami melalui media-media tersebut, menurut Yusar, sepertinya tidak akan mengurangi makna berlebaran. Yang membedakan lebih pada momen dan nuansa Idul Fitri yang tentunya beda dengan hari-hari lainnya.

Selain itu, ada sejumlah tradisi Lebaran lainnya yang berubah di masa pandemi, terutama mereka yang tidak bisa mudik. Bercermin dari lebaran tahun lalu, lanjut Yusar, ada beberapa tradisi yang berubah,

Saling Mengunjungi

video call-kezo
ilustrasi aplikasi seru untuk merayakan lebaran/pexels

Yang pertama, berkunjung dan berkumpul di rumah orangtua atau orang yang dituakan. Tradisi ini mungkin hanya bisa dilakukan oleh mereka yang punya orangtua atau keluarga yang tinggalnya cukup berdekatan atau di kota atau daerah yang sama. Mereka yang tidak bisa mudik, kemungkinan besar tidak akan bisa melakukan tradisi ini.

Kedua, banyak keluarga yang biasanya melakukan ziarah kubur pada hari lebaran tidak melakukannya atau menunda di hari lain sampai dianggap aman dari kerumunan orang banyak. Yang ketiga, terkait dengan salat Idul Fitri atau salat Id.

Setelah selesai salat biasanya saling memaafkan dengan bersalaman (baik di dalam mesjid maupun di lapangan). Namun seperti di tahun lalu, tradisi bersalaman tersebut bisa saja tidak dilaksanakan secara luas.

"Yang keempat, tradisi saling mengunjungi tetangga juga saya perhatikan tidak seleluasa seperti halnya saat lebaran sebelum masa pandemi Ada yang masih melakukan tradisi ini, tapi sekarang ini hanya dengan tetangga dekat dan biasanya dilakukan di luar rumah. Kalau dulu kan bisa sampai mengajak masuk ke dalam rumah dan makan bersama, kalau sekarang rasanya sulit dilakukan," pungkas Yusar.

Infografis Dilarang Mudik Lebaran 2021

Infografis Dilarang Mudik Lebaran 2021
Infografis Dilarang Mudik Lebaran 2021 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya