Aksi Protes Seniman Denmark, Kirim Kanvas Kosong Seharga Rp1,2 Miliar ke Museum

Bentuk protes kapitalisme modern oleh seniman Denmark ini tidak disambut baik pihak museum.

oleh Asnida Riani diperbarui 30 Sep 2021, 17:01 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2021, 17:01 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi kanvas kosong. (dok. pexels/Angela Roma)

Liputan6.com, Jakarta - Tidak seperti keadaan pada umumnya, Jens Haaning, seorang seniman asal Denmark meninggalkan sebuah kanvas kosong di museum. Karya tersebut disebut bentuk protes atas bayaran murah.

Melansir Guardian, Rabu, 29 September 2021, Haaning, seorang seniman konseptual yang karyanya berfokus pada protes kekuasaan dan ketidaksetaraan, ditugaskan museum untuk membuat ulang dua karya berbahan uang kertas. Karya tersebut dijelaskan mewakili pendapatan rata-rata negara itu.

Karya tahun 2007, An Average Danish Annual Income, menampilkan uang kertas krone yang ditempelkan pada kanvas dalam bingkai. Lalu, karya kedua yang dirilis pada 2011 menyoroti pendapatan Austria menggunakan uang kertas Euro.

Museum Kunsten menggunakan 534 ribu krone (Rp875 juta) dari cadangannya untuk karya seni yang diciptakan kembali, serta mengeluarkan biaya seniman sebesar 25 ribu krone (Rp41 juta). Tapi, ketika staf membongkar karya yang baru dikirim minggu lalu, mereka menemukan dua bingkai kosong bertajuk "Take the Money and Run."

"Dua hari sebelum pameran dibuka, Haaning mengirim email, mengatakan ia telah mengirimkan karya barunya," Lasse Andersson, direktur museum Kunsten, mengatakan. "Kami bukan museum yang kaya."

Uang untuk membuat karya seharga total 84 ribu dolar Amerika Serikat (Rp1,2 miliar) itu berasal dari cadangan dana yang dialokasikan untuk pemeliharaan gedung. "Kami harus berpikir hati-hati tentang bagaimana kami membelanjakan dana kami, dan kami tidak menghabiskan lebih dari yang kami mampu," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Melanggar Hukum?

Ilustrasi
Ilustrasi kanvas kosong. (dok. pexels/cottonbro)

Karena itu, alih-alih memuji komentar artistik Haaning tentang kapitalisme modern, pihak museum mengatakan, seniman itu melanggar hukum. Andersson menyebut, berdasarkan kontrak museum dengan Haaning, si seniman harus mengembalikan uang itu selambat-lambatnya pada 16 Januari 2022.

"Saya yakin ia akan mengembalikannya pada kami. Ia adalah seniman yang disegani. Tapi jika kami tidak mendapatkannya kembali, kami harus mengajukan tuntutan terhadapnya," tuturnya.

Haaning menanggapi hal itu dengan mengatakan ia tidak berniat mematuhi kontraknya. "Karya itu adalah saya mengambil uang mereka," katanya pada radio Denmark. "Itu bukan pencurian. Itu adalah pelanggaran kontrak, dan pelanggaran kontrak adalah bagian dari pekerjaan."

Bagian dari Pameran Teranyar

Ilustrasi
Ilustrasi kanvas kosong. (dok. pexels/cottonbro)

Seniman 56 tahun ini menyambung bahwa menciptakan kembali karya seni akan menguras kantongnya. "Saya mendorong orang lain yang memiliki kondisi kerja yang menyedihkan seperti saya untuk melakukan hal yang sama. Jika mereka punya pekerjaan yang buruk, kurang dibayar, dan justru diminta membayar untuk pergi bekerja, ambil apa yang Anda bisa," imbuhnya.

Karya seni yang ditugaskan semula dimaksudkan untuk jadi bagian pameran tentang hubungan antara seni dan tenaga kerja. Pameran "Work It Out" dibuka minggu lalu dan berlangsung hingga pertengahan Januari tahun depan.

Museum, yang memutuskan untuk memajang karya baru Haaning meski telah merugi miliaran rupiah, bersikeras bahwa uang yang hilang itu bukanlah aksi untuk mempromosikan pameran. "Kami adalah platform untuk seni, kami tidak menciptakan seni performatif. Saya sama bingungnya dengan orang lain," kata Andersson.

Infografis Jangan Lengah Protokol Kesehatan COVID-19

Infografis Jangan Lengah Protokol Kesehatan Covid-19
Infografis Jangan Lengah Protokol Kesehatan Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya