Liputan6.com, Bandung - Seniman dan penulis buku di Kota Bandung menggelar peringatan Hari Burung Rangkong Gading atau Enggang (Love Hornbills Day) Dunia yang jatuh setiap pada 13 Februari karena keberadaannya hampir punah.
Menurut penulis buku asal Kota Bandung, Foggy FF, kepunahan Burung Rangkong Gading ini akibat perburuan liar yang kerap dilakukan untuk diekspor.
Advertisement
Baca Juga
"Kenapa mereka kritis, kenapa mereka nyaris punah, ternyata ada perburuan satwa liar. Dan mereka itu diambil balungnya itu diambil semua dan itu ada ribuan diekspor ke Cina. Itu digunakan untuk aksesoris dan tempat minum karena dianggap prestisius. Karena bahannya dari keratin katanya, kayak baja gitu," ujar Foggy di Taman Braga, Bandung, Kamis (13/2/2025).
Advertisement
Foggy mengatakan hampir punahnya Burung Rangkong Gading ini tidak hanya di Indonesia, tetapi hingga dunia. Berdasarkan Organisasi Rangkong Indonesia, Foggy menyebutkan jenis burung ini terdeteksi di Kalimantan, Sumatera, Papua dan Thailand.
Foggy menyebutkan berdasarkan penelitian pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Burung Rangkong Gading ini sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hutan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Karena memang spesies Burung Rangkong ini tidak seperti Orang Utan dan Harimau kepopulerannya. Burung Rangkong Gading hidup di hutan hujan tropis karena jadi penyerbuk hutan. Jika tidak ada mereka, hutan hujan tropis akan punah," kata Foggy.
Foggy menyebutkan seluruh pakar dan komunitas pemerhati Burung Rangkong Gading hingga kini tidak menyebutkan jumlah pasti Burung Rangkong Gading yang tersisa.
Alasannya, jika diketahui oleh pemburu liar Burung Rangkong Gading maka data tersebut akan berbahaya.
"Karena kalau ketahuan maka akan menjadi tinggi lagi nilainya mereka (Burung Rangkong Gading) untuk diekspor. Maka kami tidak bisa menyebutkan ada berapa, tapi sekarang hampir punah," ungkap Foggy.
Burung Rangkong
Dilansir laman Rangkong Indonesia, pada akhir tahun 2015, IUCN telah menaikkan status rangkong gading dari Near Threatened menjadi Critically Endangered alias satu tahap lagi menuju kepunahan.
Sementara itu, Konvensi Perdagangan Jenis Terancam Punah (CITES), telah mencatat burung ini dalam daftar Appendix I, atau terancam dari segala bentuk perdagangan.
Jenis burung ini dilindungi menurut UU No. 5 Th 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan telah tercatat dalam lampiran daftar jenis satwa dan tumbuhan liar dilindungi pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999.
Selain itu berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 memasukkan rangkong gading sebagai jenis prioritas dalam kelompok rangkong.
Dalam budaya Kalimantan, rangkong gading merupakan simbol “Alam Atas” yaitu alam kedewataan yang bersifat maskulin.
Rangkong gading dipercaya oleh masyarakat dayak sebagai simbol keberanian, pelindung dan jembatan antara roh leluhur dengan masyarakat dayak.
Di provinsi paling selatan Pulau Sumatera, rangkong gading memiliki nilai budaya yang melambangkan keagungan dan kepemimpinan bagi masyarakat pribumi Provinsi Lampung.
Nama lain dari Burung Rangkong ada yang menyebutnya Tajai (Dayak Iban), Tajak (Dayak Orung Daan, Tamambaloh Apalin dan Dayak Taman), Tajakuh (Dayak Bukat), Tukup/Taja (Dayak Punan), Tegong (Dayak Belangin), Rangok (Dayak Kanayant/Ahe), Belangin (Dayak Kanayatn, Tantuguk (Dayak Bekumpai Hulu), Holu (Dayak Meratus), Tekung (Dayak Wehea).
Advertisement
Faktor Ancaman Kepunahan
Hilangnya hutan sebagai habitat utama, minimnya upaya konservasi, dan maraknya perburuan adalah perpaduan mengerikan bagi masa depan rangkong gading.
Berbagai jenis pohon beringin yang menyediakan makanan utama bagi rangkong gading dianggap tidak memiliki nilai ekonomis sehingga keberadaannya tidak pernah diharapkan.
Sejak jaman Dinasti Ming abad 17, para bangsawan Tiongkok telah mengincar cula atau balung (casque) rangkong gading untuk dijadikan berbagai bentuk hiasan.
Investigasi Rangkong Indonesia dan Yayasan Titian yang didukung oleh Dana Konservasi Chester Zoo, mencatat selama tahun 2013 sekitar 6.000 rangkong gading dewasa dibantai di Kalimantan Barat untuk diambil kepalanya.
Kemudian, sepanjang 2015 tercatat sebanyak 2.343 paruh rangkong gading berhasil disita dari perdagangan gelap. Permintaan terbesar hasil perburuan paruh rangkong gading berasal dari Tiongkok.
Sebaran dan Habitat
Meski mudah dikenali, namun sangat jarang dijumpai. Rangkong gading menghuni hutan tropis yang lebat dengan pohon-pohon besar dan tinggi pada hutan dataran rendah dan hutan bawah pegunungan sampai pada ketinggian 50-1000 m dpl.
Ia bisa dijumpai di Sumatra dan Kalimantan (Indonesia), Brunei Darussalam, Malaysia, sebagian populasi kecil di Thailand dan Myanmar. Sedangkan keberadaan rangkong gading di Singapura sudah punah.
Indonesia memiliki habitat rangkong gading terluas. Namun, hanya pohon besar berlubang alami dengan bonggol khas di depannya yang dapat digunakan untuk bersarang.
Bonggol tersebut digunakan sebagai landasan saat bertengger, untuk memberi makan induk dan anak yang ada di dalam sarang. Model sarang yang unik ini tidak ditemukan pada jenis-jenis rangkong yang lain.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)