Upaya Label Fesyen Lokal Kembalikan Kapas ke Bumi Pertiwi

Tahukah Anda bila 99 persen kapas yang ada di Indonesia adalah produk impor?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 24 Apr 2022, 16:31 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2022, 16:31 WIB
Upaya Label Fesyen Lokal Kembalikan Kapas ke Bumi Pertiwi
Ilustrasi tanaman kapas yang diklaim lebih ramah lingkungan. (dok. Sze Yin Chan/Unsplash.com)  

Liputan6.com, Jakarta - Industri fesyen menjadi salah satu kontributor utama dalam masalah lingkungan, mulai dari produksi bahan baku hingga sampah dari produk jadi. Tak ingin berdiam diri, gerakan untuk lebih menghijaukan industri fesyen mulai muncul secara sporadis. Salah satunya disuarakan SukkhaCitta, label fesyen lokal, yang berdiri sejak 2016.

Denica Riadini, pendiri label itu ingin berkontribusi dengan mengembalikan lagi kejayaan kapas dalam negeri. "Berdasarkan data, terdapat 99 persen dari kapas yang ada di Indonesia itu diimpor. Saat ini penting untuk kita bisa kembalikan kembali kekayaan yang Indonesia punya karena penanaman kapas ibu ini sangat menarik," ujarnya dalam jumpa pers virtual, Jumat, 22 April 2022.

Setelah terjun langsung ke lapangan, ia baru menyadari ada perjalanan panjang dari produksi sehelai pakaian. Ia melihat bagaimana para ibu di desa membuat baju berbahan kapas berdasarkan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun.

Lewat labelnya, ia ingin menjadi jembatan antara masyarakat kota yang serba instan dengan para ibu di desa yang membuat baju berbahan kapas. Simbiosis itu diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan para perajin sekaligus merawat alam.

"Aku sendiri tidak pernah kebayang sebelumnya kalau ternyata ada perjalanan panjang, mulai dari kebun sampai baju yang kita kenakan sehari-hari dengan terjun ke desa-desa melihat ibu-ibu membuat baju dengan kapas dari kebiasaan turun-temurun," kata Denica.

Betram Flesch, co-founder SukkhaCitta menerangkan, proses dimulai dari biji kapas yang ditanam di tanah dan berkembang menjadi pohon kapas. Kapas dipanen dan diproses menjadi benang. Selanjutnya, benang ditenun menjadi kain sebelum akhirnya dibuat baju. 

"Kami senang dengan prosesnya karena dengan begitu, baju yang diproses dari kapas ini bisa kembali ke tanah jika sudah tidak digunakan kembali. Nantinya, bisa jadi makanan lagi untuk hewan-hewan di tanah," jelasnya.

 

 

Penanaman Organik

Pameran KAPAS Ajak Pecinta Fesyen Melindungi Lingkungan Hidup
Founder of SukkhaCitta, Denica Riadini-Flesch dan Chief of Sustainability Officer SukkhaCitta, M. Bertram Flesch melihat hasil karya pengrajin lokal pada pameran SukkhaCitta bertajuk KAPAS di ASHTA District 8, Jakarta, Jumat (22/4/2022). Pameran fesyen yang diproduksi pengrajin lokal merupakan bentuk sustainability Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation dengan memberikan dana hibah kepada SukkhaCitta yang digunakan untuk memberikan pelatihan kepada lebih banyak pengrajin lokal, serta meningkatkan kapasitas produksi. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

SukkhaCitta bekerja sama dengan sejumlah perempuan petani dan perajin di desa untuk menumbuhkan kapas secara ramah lingkungan. Mereka menerapkan prinsip tumpang sari, yakni menanam kapas bersama tanaman lainnya agar saling melengkapi.

"Jadi, 20 jenis tanaman ditanam bersama agar mereka bisa bersimbiosis. Dengan begitu, mereka tidak perlu lagi bahan-bahan kimia seperti pestisida atau pupuknya. Semua ini menjadi beyond organic," ia menjelaskan.

Berdasarkan studi, simbiosis antara tanaman di satu habitat itu bisa menyembuhkan tanah. Petani tak perlu lagi membeli bahan kimiawi yang mahal, sekaligus bisa meningkatkan produksi kapas hingga enam kali lipat.

"Itulah yang dimaksud dengan Healing Mother Earth, Healing Ourself melalui penyembuhan tanah. Kita kan hidup dari bumi, kalau buminya saja tidak sehat, bagaimana kita mau sehat?" ucap Denica.

Perjalanan kapas menjadi kain itu dipamerkan lewat pameran Kapas: Healing Mother Earth, Healing Ourselves yang digelar mulai 15 April hingga 15 Mei 2022 di Ashta 8. Lewat pameran itu, masyarakat diedukasi tentang baik buruk dari industri fesyen.

 

Prinsip Keberlanjutan

Pameran KAPAS Ajak Pecinta Fesyen Melindungi Lingkungan Hidup
Pengunjung melihat pameran SukkhaCitta bertajuk KAPAS di ASHTA District 8, Jakarta, Jumat (22/4/2022). SukkhaCitta menceritakan penerapan sustainable fashion dalam bisnisnya untuk melindungi lingkungan hidup sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan masyarakat daerah perkampungan Jawa Tengah dan Jawa Timur. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Betram menerangkan, kapas yang diproduksi secara organik lebih ramah lingkungan dibandingkan material dari poliester yang notabene adalah plastik. Pakaian dari kapas lebih bisa didaur ulang saat tidak dibuang ke tanah, sedangkan pakaian dari poliester tidak demikian. Itulah inti dari keberlanjutan yang diupayakan.

"Kita suka lupa kalau baju sekarang lebih banyak yang pakai poliester yang sebenarnya plastik. Plastik bisa aja kita kembalikan ke tanah, tapi tanah enggak bisa nerima," ucapnya.

Tanaman kapas tergolong tanaman semak yang berasal dari daerah tropis dan subtropis. Nama ilmiah dari tanaman itu adalah Gossypium sp. Terdapat 39 jenis tanaman kapas yang salah satu dibudidayakan di Indonesia, yaitu Gossypium hirsutum L.

Dilansir dari kanal Hot Liputan6.com, dari tanaman kapas diperoleh serat kapas, yaitu serat halus yang menyelubungi biji. Produk tekstil berbahan serat kapas ini disebut sebagai katun. Bahan katun ini menduduki posisi tertinggi sebagai bahan baku tekstil yang paling banyak diproduksi dibandingkan dengan serat sintetis.

Kain katun sering sekali digunakan sebagai bahan pakaian karena memiliki daya tahan dan daya serap yang cocok di daerah tropis. Sifat dari katun bisa menghangatkan saat dingin dan menyejukkan saat panas.

 

Ancaman Fast Fashion

Pameran KAPAS Ajak Pecinta Fesyen Melindungi Lingkungan Hidup
Suasana pameran SukkhaCitta bertajuk KAPAS di ASHTA District 8, Jakarta, Jumat (22/4/2022). Pameran fashion yang diproduksi pengrajin lokal merupakan bentuk sustainability Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation dengan memberikan dana hibah kepada SukkhaCitta yang digunakan untuk memberikan pelatihan kepada lebih banyak pengrajin lokal, serta meningkatkan kapasitas produksi. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Merujuk pada UN Conference of Trade and Development (UNCTD) 2019, fesyen disebut sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia, setelah industri perminyakan. Sepuluh persen dari emisi karbon yang memengaruhi krisis iklim dihasilkan dari industri fesyen.

Fast fashion punya andil besar dalam menyumbang polusi itu. Program Director for Sustainable Governance Strategic Kemitraan Dewi Rizki dan Runner Up Pertama Putri Indonesia Bengkulu 2022 Dinda Ayudita menerangkan dengan harganya yang terbilang murah dan modelnya sedang tren, banyak anak muda yang tertarik untuk membeli pakaian dari merek-merek fast fashion tersebut.

Dahulu rata-rata merek merilis dua koleksi, yaitu koleksi musim panas dan musim dingin. Namun, sekarang frekuensinya bisa jauh lebih tinggi. Ada merek global yang merilis hingga belasan koleksi per tahun, bahkan mengeluarkan hingga lebih dari 40 koleksi.

Memahami aAncamanncaman di balik fast fashion, Dinda sendiri selalu memilih model dan warna pakaian yang everlasting. Contohnya, blazer warna hitam yang bisa dipadankan dengan dalaman dan aksesori warna apa saja. (Natalia Adinda)

Infografis Fakta-Fakta Menarik tentang Fashion
Infografis fakta menarik tentang fesyen.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya